Beri Peringatan Keras Agar Indonesia Tak 'Cari Perkara' dalam Konflik Ukraina-Rusia, Pakar Hukum Internasional Bocorkan 'Dalih' yang Bisa Jadi Bumerang

May N

Penulis

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky meninjau kelengkapan militer Ukraina. Indonesia diminta tidak ikut memihak dalam konflik Rusia-Ukraina.

Intisari - Online.com -Perang Rusia-Ukraina memasuki hari ketiga dan perhatian seluruh dunia masih tertuju pada operasi militer tersebut.

Indonesia jadi negara yang ikut memperhatikan konflik ini, netizen Indonesia pun ramai membuat berbagai teori mengenai konflik ini.

Banyak dari teori yang dibuat di Twitter oleh netizen sudah ramai meskipun belum tentu benar, untuk itu kami himbau Anda agar mengikuti berita terbaru dari kami atau media resmi lainnya jika mengikuti berita konflik Rusia-Ukraina.

Dunia khawatir serangan Rusia ke negara pecahan Uni Soviet tu bisa memicu konflik dalam eskalasi besar.

Melansir Tribunnews, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menyebut konflik Rusia-Ukraina tidak lepas dari ketidakinginan Vladimir Putin melepas legitimasinya.

Putin tidak mendefinisikan serangannya sebagai agresi, tapi Putin bersikeras mempertahankan pengaruh Rusia sejak Ukraina merdeka.

Semakin Ukraina maju dan merdeka, legitimasi Soviet lama semakin pudar.

"Pertama, Rusia mengirim pasukan dalam rangka mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk dari Ukraina.

Baca Juga: Skenario Perang Dunia III Makin Lengkap, Usai Rusia Invasi Ukraina dan China 'Pepet' Taiwan, Negara Ini Tiba-tiba Perkeruh Suasana, Luncurkan Ancaman Baru

Baca Juga: Rusia-Ukraina Makin Panas, Kim Jong-Un Cari Kesempatan? Korsel dan Jepang Deteksi Korea Utara Lakukan Aktivitas Ini hingga Peringatkan Kapal-kapal Menjauh

"Menurut Putin ini bagian dari legitimasi dan aksi mereka sebagai upaya membantu kedua negara dalam menghadapi Ukraina," kata Hikmahanto mengutip Tribunnews Minggu (27/2/2022).

Hikmahanto menambahkan, sejatinya Putin paham betul bahwa operasi militernya telah sesuai Pasal 51 piagam PBB.

Meski akhirnya Ukraina tidak tinggal diam karena deklarasi Luhansk dianggap sebagai kelompok separatis Ukraina yang Pro Rusia.

"Dalam konteks demikian hukum internasional hanya digunakan sebagai legitimasi baik Rusia maupun Ukraina untuk menggunakan kekerasan (use of force)," kata Hikmahanto.

Hikmahanto menilai sangat wajar bila militer Ukraina berhadapan Rusia akan penuh tantangan.

Sebab, konflik keduanya dipengaruhi pula keinginan kuat Ukraina yang ingin bergabung ke NATO.

Aksi tersebut justru memicu emosi Putin, apalagi Presiden Ukraina saat ini lebih pro-barat daripada Rusia.

"Sangat wajar konflik ini akan bernarasi dalam dua perspektif karena Rusia ingin mempertahankan pengaruhnya. Sementara di sisi Ukraina mereka condong ke Barat dalam hal ini NATO, hal itu memicu Putin untuk mencegah hal tersebut terjadi," jelas Hikmahanto.

Baca Juga: China Kembali Beri Dukungan untuk Rusia Ketika Negara Itu Dikecam Seluruh Dunia Atas Aksi Serangan ke Ukraina, Tapi Ada Batas dalam Dukungan Beijing ke Moskow, Ini Dia

Baca Juga: Tak Heran NATO 'Ogah-ogahan' Jadikan Ukraina Anggotanya, Rupanya Rudal Nuklir Rusia Ini Siap Hantam dan Hancurkan Negara NATO ini dalam Waktu 20 Menit

Oleh karena itu, kata Hikmahanto, dalam tensi tinggi ini Indonesia bisa mengambil sikap.

Tetapi, sikap Indonesia haruslah menghindari keberpihakan kepada Rusia maupun Ukraina.

Namun, tidak berpihaknya Indonesia dalam konflik ini jangan diartikan cari aman, tetapi harus berupaya menyelesaikan masalah melalui solusi yang pas di PBB.

“Sikap tidak memihak ini bukan berarti Indonesia hendak mencari selamat atau cari aman.

"Tapi ini dilakukan agar Indonesia dapat secara aktif berupaya agar perang tidak bereskalasi menjadi besar," kata Hikmahanto.

Baca Juga: Yang Kena Banyak Sanksi Rusia, Mengapa Rudal BrahMos India Terancam Tak Bisa Dijual ke Negara-negara yang Berminat Membeli?

Baca Juga: Kemarahan Putin Makin Meluas, Presiden Rusia itu Bersumpah Bakal Lawan Finlandia dan Swedia Jika NATO Izinkan Kedua Negara Bergabung

Artikel Terkait