Selama 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto, Tahun Baru Imlek di Indonesia hampir 'mati' dan hanya dipertahankan secara rahasia.
Pemerintah juga memaksa orang-orang keturunan Tionghoa di Indonesia untuk mengubah nama mereka menjadi nama Jawa.
Upaya ini merupakan bagian dari rencana Presiden Soeharto untuk mengasimilasi orang Indonesia Tionghoa ke dalam budaya asli.
Presiden Habibie dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa.
Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pada tahun 2000, Presiden Indonesia keempat Abdurrahman Wahid mengeluarkan peraturan yang menetapkan bahwa Tionghoa, Tionghoa Indonesia, dan Indonesia bebas merayakan Tahun Baru Imlek sesuai dengan adat istiadat.
Pada tahun 2002, Presiden Megawati memutuskan untuk mengakui Tahun Baru Imlek sebagai salah satu hari libur nasional terpenting di Indonesia.
Menurut Megawati, perayaan Imlek menunjukkan bahwa bangsa sepuluh ribu pulau adalah negara yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Saat ini, di awal Tahun Baru Imlek, masyarakat Indonesia, Tionghoa, dan Indonesia keturunan Tionghoa bergembira merayakan festival Tahun Baru Imlek, terutama di kota Solo.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR