Pertama, mereka menanyakan klaim "kedaulatan" China "atas lebih dari 100 fitur di Laut China Selatan yang muncul dari bawah laut saat air pasang dan melampaui batas mengerikan dari teritori laut negara manapun."
Seperti dijelaskan oleh sidang arbitrasi 2016 di Den Hag yang sebagian besar klaim China atas kemiringan saat air surut di Laut China Selatan, laporan Departemen Luar Negeri AS menekankan bagaimana klaim tersebut tidak konsisten dengan hukum internasional, yang mana fitur seperti itu bukanlah subyek atas klaim kedaulatan mengerikan atau mampu menghasilkan zona maritim seperti teritori laut.
Kedua, laporan itu menanyakan penggunaan "garis dasar lurus" sebagai sebuah cara "untuk menutup pulau-pulau, perairan dan tonjolan di Laut China Selatan" agar menciptakan "kelompok-kelompok pulau" seperti Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao, dan Nansha Qundaho, dengan hak maritim mereka yang berbeda dan lengkap.
Dikenal lebih baik sebagai doktrin "Four Sha", pengklasteran pulau-pulau terpisah oleh China menjadi kepulauan telah dikritik dengan hebat dan bahkan dijadikan bulan-bulanan oleh para pakar hukum independen.
Dalam pernyataan Departemen Luar Negeri AS, baik UNCLOS ataupun "lembaga hukum internasional terpisah… tidak ada yang mendukung posisi China yang menutup seluruh kelompok pulau di dalam garis dasar lurus."
Ketiga, kertas itu juga mengkritik klaim yurisdiksi maritim China yang mereka nilai "tidak konsisten dengan hukum internasional."
Contohnya China telah mengklaim lebih dari yurisdiksi 12 mil laut dari kepulauan buatan di Laut China Selatan, sementara mereka juga melarang kehadiran militer AS sepanjang 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif.
Namun UNCLOS menyediakan hak kapal perang asing untuk melewati secara tidak bersalah di dalam 12 mil laut teritori negara-negara pemilik tepi pantai, dan lebih luas lagi, kebebasan navigasi, yang mungkin melibatkan latihan dan pengawasan di ZEE mereka sendiri.
Akhirnya, artikel itu menyatakan baik AS dan keputusan Den Haag tahun 2016 menyuarakan hal yang sama atas klaim "hak bersejarah" China di Laut China Selatan, yang dikatakan artikel itu "tidak punya dasar hukum dan ditegaskan oleh China tanpa kekhususan mengenai sifat atau luas geografis dari 'hak bersejarah' yang diklaim."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
KOMENTAR