China Makin Terpojok dan Tak Bisa Mengelak Lagi, AS Layangkan Surat Protes Ini Langsung Ke China Sembari Luncurkan Serangan untuk Kepung China di Perairan Sengketa Itu

May N

Editor

Intisari - Online.com -Amerika Serikat (AS) telah memulai tahun 2022 dengan serangan angkatan laut dan serangan diplomatik untuk menahan ambisi maritim China di Laut China Selatan.

Dalam artikel penelitian setebal 47 halaman, Departemen Luar Negeri AS menyeru Beijing untuk "hentikan aktivitas tanpa dasar hukum dan koersif di Laut China Selatan".

Tidak hanya itu mereka juga menyebut klaim ekspansif China di Laut China Selatan "telah sangat meremehkan hukum di laut dan sejumlah praktik hukum internasional yang tercermin dalam Konvensi."

Melansir Asia Times, "Efek keseluruhan dari klaim maritim ini adalah China secara semena-mena mengklaim kedaulatan atau beberapa bentuk dari jurisdiksi eksklusif dari hampir seluruh wilayah Laut China Selatan," ujar publikasi sembari mengingatkan China kewajiban mereka sebagai pihak yang terlibat dalam Konvensi PBB untuk Hukum di Laut (UNCLOS).

Sementara Senat AS, terutama anggota partai Republik, telah melawan ratifikasi UNCLOS, pemerintah AS dan Pentagon telah mengamati ketentuan sebagai masalah hukum internasional.

Analisis rinci hukum Departemen Luar Negeri AS adalah dokumen besar ketiga dari yang sebelumnya diproduksi, termasuk artikel dengan judul mirip di tahun 2014 mengenai klaim "sembilan garis putus-putus" di Laut China Selatan seperti halnya pernyataan kebijakan 2020 oleh mantan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo atas sengketa Laut China Selatan yang berevolusi dengan cepat.

AS telah mendukung kritik hukum terbaru dengan bantuan militer lewat baru-baru ini mengirimkan dua kelompok penyerang angkatan laut yang dipimpin oleh kapal induk kelas Nimitz USS Carl Vinson dan kelas Wasp USS Essex ke Laut China Selatan.

Serangan ini menandai pengiriman angkatan laut besar ketiga oleh Pentagon selama pandemi termasuk pengiriman dua kapal induk dari 2020 sampai 2021, saat kedua negara adidaya meningkatkan taruhan sengketa maritim.

Baca Juga: Ancaman Perang Makin Tak Terhindarkan, Indonesia Tiba-tiba Panggil Bantuan Negara-negara Tetangga Guna Jaga Keamanan di Laut China Selatan, Bagaimana Hasilnya?

Baca Juga: Saat Armada Majapahit 'Menebar Teror' di Laut China Selatan Gara-gara Bajak Laut Filipina dan Tiongkok Sekongkol Berulah hingga Binasakan 'Pengkhianat'

Sementara AS tetap secara teknisnya "netral" di status sengketa maritim itu, AS telah secara konsisten melawan klaim berlebih tanpa hukum dan aktivitas di wilayah itu oleh China dan negara lainnya.

Ditulis oleh Biro Kelautan dan Lingkungan Internasional dan Hubungan Ilmiah Departemen Luar Negeri AS, analisis hukum Washington terbaru berjudul "Batas-batas di Kelautan", memusatkan klaim dan aktivitas China pada empat bidang utama.

Pertama, mereka menanyakan klaim "kedaulatan" China "atas lebih dari 100 fitur di Laut China Selatan yang muncul dari bawah laut saat air pasang dan melampaui batas mengerikan dari teritori laut negara manapun."

Seperti dijelaskan oleh sidang arbitrasi 2016 di Den Hag yang sebagian besar klaim China atas kemiringan saat air surut di Laut China Selatan, laporan Departemen Luar Negeri AS menekankan bagaimana klaim tersebut tidak konsisten dengan hukum internasional, yang mana fitur seperti itu bukanlah subyek atas klaim kedaulatan mengerikan atau mampu menghasilkan zona maritim seperti teritori laut.

Kedua, laporan itu menanyakan penggunaan "garis dasar lurus" sebagai sebuah cara "untuk menutup pulau-pulau, perairan dan tonjolan di Laut China Selatan" agar menciptakan "kelompok-kelompok pulau" seperti Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao, dan Nansha Qundaho, dengan hak maritim mereka yang berbeda dan lengkap.

Dikenal lebih baik sebagai doktrin "Four Sha", pengklasteran pulau-pulau terpisah oleh China menjadi kepulauan telah dikritik dengan hebat dan bahkan dijadikan bulan-bulanan oleh para pakar hukum independen.

Dalam pernyataan Departemen Luar Negeri AS, baik UNCLOS ataupun "lembaga hukum internasional terpisah… tidak ada yang mendukung posisi China yang menutup seluruh kelompok pulau di dalam garis dasar lurus."

Ketiga, kertas itu juga mengkritik klaim yurisdiksi maritim China yang mereka nilai "tidak konsisten dengan hukum internasional."

Baca Juga: Bukan Laut China Selatan, Samudera Inilah yang Digadang-gadang Menjadi Lokasi Perang Dunia Selanjutnya, Pantas China Diam-diam Kirimkan Senjata Mematikan untuk Menguasainya Bikin Negara Ini Takut

Baca Juga: Tak Sudi China Makin Kuat diLaut China Selatan, Amerika Nekat Keliling Asia Tenggara Termasuk Indonesia,Klaim Bisa Ratakan China Dengan Gunakan Strategi Ini

Contohnya China telah mengklaim lebih dari yurisdiksi 12 mil laut dari kepulauan buatan di Laut China Selatan, sementara mereka juga melarang kehadiran militer AS sepanjang 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif.

Namun UNCLOS menyediakan hak kapal perang asing untuk melewati secara tidak bersalah di dalam 12 mil laut teritori negara-negara pemilik tepi pantai, dan lebih luas lagi, kebebasan navigasi, yang mungkin melibatkan latihan dan pengawasan di ZEE mereka sendiri.

Akhirnya, artikel itu menyatakan baik AS dan keputusan Den Haag tahun 2016 menyuarakan hal yang sama atas klaim "hak bersejarah" China di Laut China Selatan, yang dikatakan artikel itu "tidak punya dasar hukum dan ditegaskan oleh China tanpa kekhususan mengenai sifat atau luas geografis dari 'hak bersejarah' yang diklaim."

Baca Juga: Blak-blakan, Eropa Sebut China Adalah Dedengkot Masalah di Laut China Selatan, Sementara Beginilah Tanggapan Mereka Atas Aksi Vladimir Putin

Baca Juga: Disebut-Sebut Memiliki Armada Angkatan Laut Terbesar di Dunia, China Malah Disebut Dalam Masalah Besar, Punya Kekuatan Besar Ternyata Juga Memiliki Risiko Besar

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait