Intisari-Online.com – Bila membicarakan hari-hari paling gelap dan paling berdarah dalam sejarah manusia, pasti pikiran Anda akan segera beralih pada perang modern.
Peperangan seperti The Somme dalam Perang Dunia 1, atau Leningrat selama Perang Dunia 2, atau bahkan rezim holocaust seperti yang dilakukan Pol Pot atau Hitler.
Meskipun tergolong berdarah dan brutal seperti pada peristiwa di atas, namun, ini terjadi dalam kurun waktu minggu, bulan, atau tahun, dan jumlah kematian yang besar karena akumulasi dari waktu ke waktu.
Tahukah Anda bahwa peristiwa paling berdarah dalam sejarah adalah hilangnya nyawa terbesar hanya dalam satu hari saja?
Peristiwa hilangnya nyawa terbesar melalui kekerasan dalam satu hari, terjadi pada tanggal 13 Februari 1258, yang merupakan salah satu hari paling berdarah sepanjang sejarah umat manusia.
Ini adalah hari di mana pasukan Mongol Hulagu Khan memasuki Baghdad setelah pengepungan selama 12 hari.
Kota Baghdad memiliki sekitar satu juta penduduk, dan tentara Mongol membantai banyak dari mereka.
Tindakan itu adalah tindakan yang menghebohkan, yang hanya dalam satu gerakan saja, mengakhiri Zaman Keemasan Islam.
Pada abad ke-13, Baghdad bukan hanya pusat dunia Islam, tetapi juga merupakan salah satu kota terbesar di dunia.
Sejak 751 M, Baghdad telah menjadi ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah, sebuah kerajaan Islam yang menguasai sebagian besar Timur Tengah dan sebagian besar Afrika Utara.
Meski kekuatan politik mereka telah berkurang di abad-abad menjelang hari yang menentuka pada tahun 1258, namun para khalifah Abbasiyah tetap memimpin kerajaan keilmudan dan pengetahuan terbesar yang pernah dilihat dunia sampai saat itu.
Baghdad menjadi tempat fisik kerajaan budaya ini.
Rumah Kebijaksanaan yang terkenal terletak di kota besar ini, sebuah pusat pembelajaran besar-besar, tempat sejumlah besar sarjana, baik Islam maupun non-Islam, bekerja untuk menerjemahkan semua kebijaksanaan dan pengetahuan dunia.
Para sarjana itu menerjemahkan karya dari semua kerajaan kuno di seluruh dunia ke dalam bahasa Arab dan mencatat dalam buku-buku yang kemudian disimpan di perpustakaan besar kota.
Karena penekanan pada pembelajaran dan pengetahuan ini, maka para ulama dari semua ras, agama, dan bangsa disambut di Baghdad, yang dibayar untuk kontribusi mereka pada arsip pengetahuan yang terus berkembang, dari berbagai bidang seperti astronomi, matematika, sains, filsafat, kedokteran, dan kimia.
Sayangnya, hari-hari tenang untuk para sarjana itu tidak berlangsung lama.
Pada tahun 1258, kekaisaran Mongol menguasai sebagian besar daratan Eurasia, yang memimpin khaganat ini adalah salah satu cucu Jenghis Khan, yaitu Mongke, khagan keempat kekaisaran Mongol.
Saudaranya, Kubilai Khan akhirnya kemudian menjadi khagan kelima.
Mongke memilih saudaranya yang lain, Hulagu, untuk menjalankan tugas membawa kota Baghdad di bawah kekuasaan Mongol.
Itu merupakan bagian dari rencana Mongke untuk menaklukkan seluruh Suriah, Iran, dan Mesopotamia.
Untuk tugas raksasa tersebut, pasukan Mongol yang besar dikerahkan selama bertahun-tahun sebelum kampanye militer.
Satu dari setiap sepuluh orang di seluruh kerajaan Mongol wajib militer menjadi bagian dari pasukan tentara tersebut.
Menurut perkiraan sejarah, kekuatan Mongol ini berjumlah total 100.000 hingga 150.000 tentara, menjadikannya tentara Mongol terbesar yang pernah ada.
Pasukan itu juga dilengkapi dengan 20.000 tentara Kristen dari Armenia dan Antiokhia, bersama dengan 1.000 insinyur artileri China, dan kontingen tambahan tentara Persia dan Turki.
Kekuatan besar ini pertama kali berbaris melawan sejumlah kota dan penguasa di Iran, yang mereka hancurkan dengan mudah.
Hulagu juga menggunakan pasukannya yang besar untuk menghancurkan Assassins yang terkenal kejam, menaklukkan benteng gunung mereka, Alamut, dan mengeksekusi Guru Besar Assassins, Rukn al-Dun Khurshah.
Kemudian, tentara Mongol pun mulai bergerak maju menuju Baghdad.
Seperti kebiasaan di antara para pemimpin militer Mongol ketika maju ke sebuah kota, Hulagu menawarkan penguasa Baghdad, Khalifal Al-Musta’sim Billah, kesempatan untuk menyerahkan kotanya kepada Mongol tanpa pertumpahan darah.
Namun, Al-Musta’sim, dengan alasan yang masih diperdebatkan, menolak tawaran Hulagu.
Beberapa sejarawan berterori bahwa penguasa Baghdad itu percaya bahwa seluruh dunia Islam akan datang membantu jika Baghdad diserang.
Namun, sejarawan lain berpedapat bahwa wazir agung dan penasihatnya yang paling terpercaya, Ibn al-Alkami, mempengaruhi keputusannya.
Alkami meyakinkan Al-Musta’sim untuk menolak, karena ketidaktahuan yang jelas tentang kekuatan tentara Mongol, atau motif yang lebih berbahaya.
Baca Juga: Urung Taklukkan Eropa, Alasan Pasukan Mongol Pilih Mundur Akhirnya Terungkap
Akhirnya, Al-Musta’sim tidak melakukan cukup banyak untuk mempersiapkan pertempuran yang akan terjadi.
Dia tidak berbuat banyak untuk memperkuat tembok Baghdad dan tidak meminta bala bantuan dari emir tetangga dan kaisar Muslim, karena banyak di antaranya yang telah dia jadikan musuh.
Ketika Hulagu sampai di kota, dia mengirim sejumlah kolom Mongol untuk mengelilingi tembok dengan gerakan menjepit.
Al-Musta’sim menganggapi dengan mengirimkan pasukan kavaleri yang besar, sekitar 20.000 orang, untuk menghadapi pasukan Mongol dalam perang terbuka, namun mereka dikepung dan dihancurkan oleh tentara Mongol yang jumlahnya jauh lebih besar.
Saat itulah Al-Musta’sim mulai menyadari keputusasaan yang sebenarnya dari situasinya, dikelilingi oleh tentara Mongol yang besar, lalu tentaranya sendiri pergi, dan tidak ada jalan keluar.
Menjadi kebiasaan bagi para pemimpin militer Mongol untuk menawarkan kesempatan menyerah tanpa darah, tapi tawaran itu hanya berlaku sekali saja, jika ditolak, maka tidak akan ada kesempatan lagi untuk menyerah, yang ada hanyalah kematian dan kehancuran.
Pasukan Hulagu mulai mengepung mereka di Baghdad pada 29 Januari 1258, dengan para insinyur tempur menyiapkan mesin pengepungan mereka dan memulai serangan ke tembok.
Pada tanggal 5 Februari, sebagian besar pertahanan kota telah dihancurkan, jelas bahwa bangsa Mongol akan segera merebut kota itu.
Dalam keputusasaan, Al-Musta’sim berusaha untuk bernegosiasi dengan Hulagu, tetapi utusannya terbunuh, dan kemudian sekitar 3.000 bangsawan Baghdad berusaha untuk mencoba dan bertemu dengan Hulagu untuk menawarkan syarat menyerah, tetapi dia juga membunuh mereka.
Kota Baghdad resmi menyerah pada 10 Februari, tetapi pasukan Mongol baru memasuki kota pada 13 Februari, dan mulailah salah satu hari paling berdarah yang pernah disaksikan dunia.
Sekitar satu juta penduduk kota Baghdad tidak ada yang diizinkan untuk melarikan diri, satu-satunya orang yang selamat adalah penduduk Baghdad yang beragama Kristen Nestorian.
Ibu Hulagu adalah seorang Nestorian, itulah sebabnya dia membiarkan mereka hidup.
Sisanya, prajurit Mongol menempatkan pria, wanita, dan anak-anak, tua dan muda, di ujung pedang mereka, dan yang tidak mereka bunuh, diambil sebagai budak.
Al-Musta’sim ditangkap dan dipaksa untuk menyaksikan semua pembunuhan massal yang menghebohkan ini, serta perusakan yang tidak disengaja pada salah satu kota terindah di dunia ini.
Istana, masjid, gereja, rumah sakit, dan tiga puluh enam perpustakaan umum kota hancur berkeping-keping atau dibakar habis, melansir warhistoryonline.
Rumah Kebijaksanaan, dengan pengetahuan berabad-abad dari semua budaya di seluruh Bumi, dihancurkan.
Koleksi buku terbesar yang ada di dunia pada waktu itu, juga dimusnahkan, dengan cara dicabik-cabik dan dibuang ke Sungai Tigris, yang konon sudah hitam karena tintanya.
Sungai Tigris tidak hanya tersedak oleh buku-buku yang hancur, tetapi juga dengan mayat orang mati, setidaknya 90.000 orang dibantai ketika bangsa Mongol memasuki kota, bahkan diperkirakan hingga ratusan ribu hingga satu juta orang.
Setelah kota dan penduduknya benar-benar dilenyapkan di depan mata Al-Musta’sim, Hulagu membunuh seluruh keluarga khalifah, kecuali seorang putranya, yang dikirim ke Mongolia, dan seorang putri yang diambil Hulagu sebagai haremnya.
Kemudian Hulagu juga membunuh raja.
Al-Musta’sim juga dibunuh dengan digulung di karpet dan diinjak-injak sampai mati di dalamnya oleh kuda.
Kehancuran kota Baghdad di tangan banga Mongol mengakhiri Zaman Keemasan Islam dengan cepat.
Beberapa sejarawan mengatakan bahwa penjarahan Baghdad adalah satu-satunya pukulan terbesar yang pernah terjadi terhadap Dunia Islam dalam waktu yang begitu singkat.
Setelah kejadian ini, dunia Muslim berputar ke dalam periode panjang perpecahan dan kemunduran.
Tak salah bila disebut bahwa tanggal 13 Februari 1258 sebagai salah satu hari yang paling merusak, berdarah, dan penuh kekerasan dalam sejarah manusia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari