Intisari-Online.com – Membicarakan kabar bohong alias hoaks rasanya tak ada habis-habisnya.
Kabar yang selalu dimanipulasi dan bisa menipu kelompok tertentu, bahkan masyarakat Indonesia.
Meski telah diperingatkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk berhati-hati menerima kabar sebelum diberikan kepada orang lain, tetap saja pihak yang memberikan kabar bohong terus saja melakukannya.
Bisa dikatakan bahwa orang yang mudah terkena berita bohong adalah masyarakat bawah, terutama mereka yang tidak mengerti apa-apa.
Tapi, bagaimana bila ini terjadi pada pejabat negara?
Bisa jadi, yang terkena imbas adalah orang-orang yang ada di sekitarnya.
Pada era Presiden Megawati masyarakat sempat geger dengan kabar adanya harta karun di pelataran Istana Batutulis, Bogor.
Menurut kabar itu, terdapat timbunan harta peninggalan Prabu Siliwangi.
Siapa yang menyebarkan kabar adanya harta karun tersebut?
Menteri Agama era Megawati, Said Agil Husin Al Munawar, mengaku bahwa dia mendapatkan bisikan dari seseorang yang datang kepadanya, yang mengatakan bahwa tanah wilayah Batu Tulis tersimpan peninggalan harta Prabu Siliwangi.
Said Agil kemudian meneruskannya kepada Presiden Megawati, yang kemudian menunjuk Said Agil untuk memimpin pencarian harta karun itu.
Penggalian pun dilakukan Said Agil setelah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dan pemerintah daerah Bogor.
Tetapi menurutnya, sebelum upaya penggalian harta karun tersebut membuahkan hasil, ada pihak-pihak terkait yang menginginkan pembagian harta karun untuk pribadi.
Mungkin kita yang mendengarnya cukup merasa geli bercampur geram, Said Agil bercerita mendapat bisikan dari seorang paranormal yang mengatakan bahwa di area yang diyakini tempat terakhir Prabu Siliwangi berada sebelum menghilang entah ke mana, terdapat harta karun.
Dan ditemani oleh paranormal dan penggali, Said Agil pun membongkar salah satu prasasti yang terletak di halaman kompleks Prasasti Batu Tulis yang terletak di Jalan Batu Tulis, Bogor, menurut Harian Kompas edisi 19 Agustus 2002.
Sayangnya, penggalian itu langsung mengundang protes banyak warga setempat.
Protes pun berdatangan dari berbagai kalangan, khususnya Kepala Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Endjat Djaenuderajat.
Juga, sejumlah warga Bogor dari berbagai kalangan mengecam penggalian lokasi prasasti Batutulis peninggalan Surawisesa (putra Prabu Siliwangi) tahun 1533 itu.
Prasasti itu diyakini merupakan tempat dilakukannya penobatan raja-raja, upacara keagamaan, dan tempat bersemayamnya Prabu Siliwangi , dalam bentuk Lingga (lambang kesuburan), yang menandai kekuasaanya mampu melindungi negara dari ancaman musuh.
Dalam kompleks Prasasti Batutulis terdapat 15 batu, yang 6 buah batunya berada dalam cukup bangungan yang tidak begitu luas, 1 buah batu berada di luar teras cungkup, dan 8 buah berada di serambi dan halaman.
Prasasti Batutulis berada di dalam cungkup yang berukiran huruf-huruf Sunda Kawi atau Sunda Kuno, dengan besaran huruf kurang lebih 3x3 cm berwarna keputihan.
Menurut salah seorang warga Bogor, rupanya tidak hanya warga Bogor yang marah, tetapi langit Bogor juga marah saat itu.
Ketika penggalian dilakukan, terjadi angit ribut yang melanda Bogor.
Penggalian itu akhirnya dihentikan menjelang malam saat harta karun yang dicari tidak juga ditemukan, namun meninggalkan bekas penggalian berbentuk parit sepanjang enam meter, lebar satu meter, dan kedalaman dua meter.
Seorang warga mengatakan bahwa harta karun itu tidak ditemukan karena salah satu penggali hatinya kotor.
“Ada yang tidak ikhlas sehingga hartanya keburu raib,” kata Said Agil.
Menurut perkiraan Said Agil, harta karun itu, “Cukup untuk membayar utang negara.”
Yang jelas, hingga kini, harta karun Batutulis tidak terbukti kebenarannya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari