Intisari-Online.com -Bercorak Hindu, Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Pakuan (sekarang Bogor) sering disebut dengan Negeri Sunda, Pasundan, atau Pakuan Pajajaran.
Menurut Prasasti Sanghyang Tapak, Kerajaan Pajajaran didirikan oleh Sri Jayabhupati.
Kerajaan Pajajaran berdiri pada tahun 923 M dan runtuh pada 1597 M setelah diserang oleh Kesultanan Banten.
Kerajaan ini berhasil mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi (1482 - 1521 M).
Pada masa pemerintahannya, kerajaan dalam keadaan teratur dan tenteram.
Tindakan pertama yang diambil setelah resmi menjadi raja adalah membebaskan penduduknya dari empat macam pajak.
Sri Baduga Maharaja banyak melakukan pembangunan fisik untuk memudahkan kehidupan rakyat dan negara dengan membangun jalan menuju Ibukota Pakuan, membuat telaga besar yang diberi nama Telaga Maharena Wijaya, membangun keputren, serta membangun tempat hiburan.
Sri Baduga juga memperkuat pertahanan negara dari militer untuk menghindari peristiwa Bubat terulang lagi.
Dibuat pula mengenai aturan pemungutan upeti agar tidak ada kesewenang-wenangan.
Sri Baduga memang dikenal sebagai sosok pemimpin yang memegang teguh asas kesetaraan dalam kehidupan sosial.
Prabu Siliwangi sempat tidak senang dengan hubungan Cirebon-Demak yang terlalu akrab, tetapi perselisihan mereka tidak berkembang ke arah ketegangan.
Menurut sumber Portugis, Kerajaan Pajajaran diperkirakan memiliki 100.000 prajurit dan 40 ekor pasukan gajah.
Memasuki abad ke-15, banyak kerajaan bercorak Hindu-Budha lengser ditaklukkan oleh pengaruh Islam di Nusantara.
Keadaan tersebut juga mengancam tanah Pasundan pada abad ke-16.
Salah satu cara untuk mempertahankan kerajaan Hindu-Budha yakni raja Sunda memindahkan pusat pemerintahannya dari Kawali (Ciamis) ke Pakuan (Bogor).
Kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran pun menjadi benteng terakhir mempertahankan ajaran Hindu-Budha di Nusantara.
Kerajaan Pajajaran runtuh pada 1579 akibat serangan dari kerajaan Sunda lain yang bercorak Islam yaitu Kesultanan Banten.
Berakhirnya kekuasaan Pajajaran ditandai dengan memboyong Palangka Sriman Sriwacana atau singgasana raja, dari Pakuan ke Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.
Hal ini juga menandai bahwa Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah putri Sri Baduga Maharaja.
Setelah Pajajaran runtuh, diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan keraton lalu menetap di daerah Lebak.
Mereka menetapkan tata cara kehidupan lama yang ketat dan sekarang dikenal sebagai orang Baduy.