Intisari-Online.com - Masih ingat kejadian ketika Komandan militer tertinggi Iran, Letnan Jenderal Qassem Soleimani dibunuh oleh Amerika Serikat (AS)?
Saat itu, karena terbunuhnya Jenderal Qassem Soleimani, AS dan Irak hampir berperang.
Apalagi sampai sekarang belum jelas motif AS membunuh Komandan Iran tersebut.
Nah, hampir 2 tahun pasca kejadian itu, menurut sebuah buku baru yang ditulis oleh mantan penasihat keamanan nasional, Keith Kellogg, ini alasan AS membunuh Jenderal Qassem Soleimani.
Apa itu?
Letnan Jenderal Soleimani tewas ketika sebuah pesawat tak berawak AS menargetkan konvoi kendaraannya saat meninggalkan Bandara Internasional Baghdad.
Pembunuhan itu dilihat oleh banyak orang sehingga disebut serangan ilegal dan tidak dapat dibenarkan.
Soal buku, dilansir dari express.co.uk pada Kamis (21/10/2021), buku itu berjudul 'War by Other Means – A General in the Trump White House'.
Dijelaskan bahwa alasan Jenderal Soleimani menjadi sasaran adalah karena dia telah melewati garis merah.
Maksud dari garis merah itu adalah Iran berencana membunuh orang Amerika dan menyerang kedutaan AS di Baghdad.
Hanya saja tidak disebutkan lebih lanjut apa yang sedang atau direncanakan komandan Iran itu.
Akan tetapi ada dugaan rencana serangan segera terhadap kepentingan AS di Irak.
Tulisan dalam buku itu sesuai dengan pernyataan resmi AS setelah pembunuhan itu.
Diketahui, ada sebuah serangan oleh milisi Irak yang menghantam kompleks Kedutaan Besar AS di Baghdad.
Kejadian itu menewaskan seorang kontraktor sipil.
Nah, AS beranggapan Iran akan melakukan yang serupa seperti Irak lakukan. Apalagi Jenderal Soleimani memang tengah berada di Irak.
Jenderal Kellogg berkata dalam buku itu: “Kami akan menanggapi. Dan kali ini tanggapan kami tidak proporsional.”
Mengutip bahwa targetnya adalah komandan tertinggi Iran, dia berkata: "Kami melompati tangga eskalasi. Jawaban kami tidak akan ambigu. Target kami adalah Soleimani.”
Tapi Barbara Slavin, pakar Iran di Dewan Atlantik, mengatakan sebaliknya.
Menurutnya serangan itu terjadi pada saat mantan Presiden AS Donald Trump berada di bawah tekanan kuat untuk bersikap keras terhadap Iran.
“Saya pikir dia cukup takut bahwa kedutaan AS dapat diambil alih seperti kedutaan Iran diambil alih setelah revolusi Iran."
Pelapor khusus PBB untuk pembunuhan ekstra-yudisial, Agnes Callamard mempresentasikan temuannya kepada PBB, mendukung klaim bahwa pembunuhan itu ilegal.
“Mayor Jenderal Soleimani bertanggung jawab atas strategi dan tindakan militer Iran, di Suriah dan Irak."
"Tetapi jika tidak ada ancaman nyata terhadap kehidupan."
"Oleh karenanya, tindakan yang diambil oleh AS melanggar hukum,” kata Callamard.
Akibat dari sikap AS itu, Irak marah besar dan melancarkan aksi balas dendam.
Salah satunya Irak meluncurkan rudal yang menghantam pangkalan udara AS di Irak.
Itu merupakan sebuah tindakan yang mengarah pada langkah pertama penarikan pasukan Amerika dari negara itu.
Balas dendam itu juga memakan korban sipil.
Ketika Iran dalam siaga tinggi pada jam-jam setelah peristiwa itu, sebuah Boeing 737 Maskapai Ukraina dari Teheran ke Kyiv secara tidak sengaja ditembak jatuh oleh sistem pertahanan Iran.
Bagi rakyat Iran, Letnan Jenderal Solemani dianggap sebagai orang paling kuat kedua di Iran setelah Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei.
Dan selama karir militernya, dia mampu mengalahkan pasukan ISIS di Irak dan Suriah.
Pemakamannya dihadiri jutaan orang membanjiri jalan-jalan Iran, Irak, Suriah, Lebanon, Afghanistan, Pakistan, Turki dan sekitarnya.
Hampir dua tahun kemudian, warisan Letnan Jenderal Soleimani telah mengangkatnya ke status syahid di Iran, dengan serangkaian jalan, jalan raya, dan bangunan yang dinamai menurut namanya.
Iran telah berjanji untuk melanjutkan proses hukum dalam pengaduan yang diajukan ke PBB atas pembunuhan itu, yang bagi sebagian orang, dipandang sebagai tindakan perang.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR