"Pemberlakuan Pasal a quo (tersebut) telah memberikan kewenangan Keistimewaan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mengurus bidang pertanahannya sendiri, secara nyata telah menciptakan kesewenang-wenangan dalam menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan urusan pertanahan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta."
Felix merasa pasal itu membuat WNI keturunan China atau Tionghoa tidak bisa menguasai suatu hak atas tanah dengan status hak milik di daerah DIY.
"Karena pemberlakuan Pasal a quo telah memberikan legitimasi bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk tetap memberlakukan Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY nomor K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah seorang WNI non pribumi," sebutnya.
Ternyata, aturan kepemilikan tanah oleh WNI nonpribumi di tanah Yogyakarta sudah diatur oleh Kesultanan Yogyakarta sejak lama.
Paku Alam VIII membuat surat instruksi bernama Instruksi 1975 atau Instruksi Wagub DIY 1975, atau Instruksi 898/1975 yang mengatur hal sensitif ini.
Beliau memerintahkan agar tidak memberikan hak milik tanah kepada warga negara nonpribumi, meliputi Eropa atau kulit putih, kemudian Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) yaitu orang Tionghoa, Arab, India, atau non-Eropa lainnya di Yogyakarta.
Mereka hanya diberi hak guna saja.
Felix mengajukan gugatan tersebut karena merasa adanya "perilaku diskriminatif atas dasar ras dan suku terhadap WNI berketurunan Tionghoa".
KOMENTAR