Pada saat ini, jet F-16 adalah pesawat tempur udara-ke-udara yang paling mampu di Angkatan Udara Indonesia, tetapi pada tahun 1999, Henri telah ditempatkan di unit yang menerbangkan British Aerospace Hawk.
Dengan meningkatnya kesiapan Angkatan Udara Indonesia untuk menanggapi situasi tegang di Timor Timur sejak September 1999, Kapten Henri dikerahkan ke Pangkalan Udara Kupang, di Timor Barat.
Pada saat itu, pangkalan menjadi tuan rumah rotasi dua minggu dari tiga jet Hawk dan pilot mendapat perintah untuk menembak jatuh setiap pesawat tidak sah yang memasuki wilayah udara Indonesia.
Empat hari setelah tiba di Kupang, pada 16 September, Henri mengatakan dia ditugaskan dengan misi patroli udara tempur (CAP) rutin.
Pemimpin penerbangan untuk serangan mendadak itu adalah Kapten Azhar “Gundala” Aditama dengan nomor seri Hawk Mk 209 single-seat TT-1207.
Henri “Tucano,” berada di dua kursi Hawk Mk 109 TL-0501 bersama dengan Anton “Tomcat” Mengko.
Kedua jet itu lepas landas sekitar pukul 09:00 untuk menerbangkan CAP di tenggara Flight Information Region (FIR), yang berbatasan dengan wilayah udara Australia di Darwin, di Northern Territory negara itu.
Misi Hawk dikoordinasikan menggunakan Ground Control Interception (GCI), melalui unit radar di Kupang yang dikomandoi oleh Mayor Lek Haposan.
Haposan-lah yang memberi tahu Azhar bahwa dua pesawat tak dikenal telah melintasi batas FIR Darwin di ketinggian 8.000 kaki dan kecepatan 160 knot.
Operator radar kemudian meminta agar penerbangan Hawk memeriksa apa yang dia duga adalah helikopter, menuju Dili, ibu kota Timor Leste.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR