Intisari-Online.com - Kemerdekaan Timor Leste yang secara resmi diakui internasional pada tahun 2002 tak menghentikan kekacauan yang terjadi di bekas wilayah Indonesia ini.
Hanya 6 tahun usai merdeka, yaitu pada tahun 2008, para tentara pemberontak yang dipimpin Alfredo Reido kembali beraksi.
Percobaan pembunuhan menimpa Presiden Timor Leste saat itu, Jose Ramos Horta.
Juga Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao.
Beruntung, Xanana Gusmao terhindar dari serangan para pemberontak.
Tetapi Jose Ramos Horta mengalami luka tembak setelah berhasil dihujani peluru oleh anak buah Alfredo Reinado.
Penyerangan ini merupakan puncak dari aksi tentara pemberontak yang telah terjadi pada 2006.
Pada 11 Februari 2008, Alfredo Reinado dan anak buahnya melakukan serangan terhadap presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao di kediamannya masing-masing.
Saat itu di kediaman Jose Ramos Horta, beberapa pemberontak berlompatan keluar dari 2 kendaraan dan menyemburkan timah panas dari senjata mesinnya.
Mereka menyergap kediaman Sang Presiden yang berlokasi di Dili, dengan berteriak "Penghianat! Penghianat!", sambil memburu penerima nobel Perdamaian tersebut.
Melansir Kompas.com (14/2/2008), detik-detik penembakan Jose Ramos Horta diungkapkan oleh seorang pengawal Ramos Horta yang menolak menyebutkan namanya.
Sang pengawal juga menuturkan bagaimana ia menewaskan pimpinan pemberontak Alfredo Reinado.
Dalam peristiwa tersebut, Presiden Ramos Horta berhasil selamat, sementara pimpinan pemberontakan Alfredo Reinado tewas.
Peristiwa itu sekaligus menjadi akhir dari aksinya yang telah berlangsung bertahun-tahun.
"Saya meneriakkan nama Alfredo dan kemudian menembak ke arah kepalanya dengan senjata mesin karena ia mengenakan rompi anti peluru," jelas pengawal tersebut.
"Saya menembak Reinado beberapa kali, saya tidak tahu seberapa banyak," kata pengawal yang telah kembali bertugas dengan mengenakan seragam sehari setelah terjadi percobaan pembunuhan terhadap Ramos Horta.
Namun, meski Reinado berhasil ditembak, rupanya anak buahnya telah bersiaga di parit sekitar lokasi kejadian.
Pria bersenjata yang bertiarap di sebuah parit itu berhasil menembak ke arah dada dan perut Ramos Horta.
Serangan terpisah terjadi sejam kemudian, ditujukan ke Perdana Menteri Xanana Gusmao yang lolos dari upaya percobaan pembunuhan itu.
Peristiwa ini menenggelamkan Timor Leste ke dalam krisis baru, hanya 6 tahun setelah kemerdekaannya.
Terkait kondisi Presiden Ramos Horta saat itu, beberapa dokter menjelaskan bahwa Ramos Horta yang menjalani perawatan di sebuah rumah sakit Australia.
Dokter yang menjelaskan beberapa hari setelah peristiwa penembakan itu, mengatakan Presiden Ramos Horta berada dalam kondisi stabil dan berangsur pulih dari luka tembaknya.
Sementara itu, saat itu Parlemen Timor Leste memperpanjang keadaan darurat 48 jam menjadi hingga 10 hari sampai 23 Februari 2008 karena kekhawatiran timbulnya aksi kerusuhan baru.
Pasukan Australia bersama beberapa personil polisi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diangkut dengan beberapa helikopter dan kendaraan tempur pun terlibat dalam operasi perburuan pasukan pemberontak di sebuah wilayah hutan di pinggiran Dili.
Jenazah Alfredo Reinado sendiri dimakamkan pada 14 Februari 2008.
Ratusan orang hadir di pemakamannya, dan penjagaan ketat aparat keamanan dilakukan.
Ratusan pendukung Reinado berkumpul untuk mengikuti prosesi pemakaman.
Saat itu, Ayah Reinado, Victor Alves, menyatakan kesedihannya yang mendalam untuk pertumpahan darah yang terjadi di Timor Leste.
Ia mengatakan bahwa kematian Reinado agar menjadi akhir pertikaian di Timor Leste.
(*)