Intisari-online.com -Rencana oleh negara-negara anggota Group of Seven (G7) untuk menandingi proyek jalur sutra China, Belt and Road Initiative, telah dicurigai oleh negara Asia.
Mengutip Reuters, negara-negara Asia telah menerima proyek bernama Build Back Better World (B3W) tapi negara Barat masih perlu meyakinkan negara Asia lagi.
B3W dirancang dalam pertemuan G7 minggu lalu di Inggris.
Namun proyek ini tetap belum dipaparkan rinciannya dan tidak diharapkan terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Namun proyek ini dilihat sebagai tantangan yang ditawarkan oleh negara demokrasi terkaya di dunia, dilatarbelakangi tumbuhnya pengaruh China di negara-negara berkembang.
Sementara pemerintah di negara-negara Asia mengatakan mereka terbuka untuk bekerja dengan negara maju untuk membantu kebutuhan pertumbuhan infrastruktur mereka, tantangan untuk B3W akan menyesuaikan kecepatan yang China telah bangun dengan negara berkembang di Asia.
Choi Shing Kwok, direktur institut ISEAS-Yusof Ishak di Singapura, mengatakan negara-negara Asia Tenggara khawatir dengan ketergantungan ke China.
Hal tersebut menciptakan kemungkinan diterimanya B3W ke negara Asia Tenggara.
Namun di waktu yang sama, sifat B3W yang dipakai semua negara membuat pinjaman ini lebih kompleks dan akan lebih lambat dari proyek BRI China.
"Negara-negara Asia Tenggara yang telah mengambil pinjaman BRI mengambilnya karena kemudahan dengan pinjaman itu seperti di masa lalu," ujar Choi.
"Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan alasan ideologi ataupun geopolitik."
Rencana B3W melibatkan G7 dan sekutunya menggunakan inisatif itu guna memberi akses perusahaan swasta ke sektor iklim, kesehatan, dan keamanan kesehatan, teknologi digital, serta persamaan dan kesetaraan gender.
Deputi Kementerian Luar Negeri Indonesia Mahendra Siregar mengatakan Indonesia memiliki beberapa proyek yang akan terbuka untuk investasi gabungan dan siap meningkatkan kerjasama dengan negara maju.
Namun, Kementerian Koordinator Investasi dan Kemaritiman yang telah menjadi penghubung utama Indonesia dengan proyek BRI mengatakan negara maju perlu menghapus keraguan masa lalu mereka untuk berkomitmen dengan perkembangan lokal.
"Kami menerima inisiatif B3W, tapi tentu kami berharap kali ini mereka menaruh uang mereka di tempat mereka menaruh mulut mereka," ujar Jodi Mahardi, juru bicara untuk kementerian.
China memang termasuk investor terbesar Indonesia, tapi Indonesia memilih mendapatkan investasi dengan cara antar pebisnis, bukan lewat investasi yang didukung pemerintah atau lewat BRI.
Proyek papan atas BRI di Indonesia adalah pembangunan jalur kereta api super cepat Jakarta-Bandung.
Kini proyek ini mengalami pembengkakan biaya.
Sejauh ini lebih dari 100 negara telah menandatangani kesepakatan dengan China untuk bekerjasama dalam lebih dari 2600 proyek BRI senilai USD 3,7 triliun menurut database Refinitiv.
Investasi bukanlah politik
Beijing mengatakan tahun lalu jika 20% dari proyek BRI telah terpengaruh oleh pandemi.
China juga mengukur kembali beberapa rencana setelah beberapa negara mengulas, membatalkan atau mengurangi komitmen mereka ke proyek BRI dengan China.
Negara-negara itu memprotes terkait biaya, terkikisnya kedaulatan dan korupsi.
Namun meskipun ada kekhawatiran internasional mengenai tumbuhnya pengaruh China, analis dan pembuat kebijakan memperkirakan perkembangan jangka panjang Asia perlu mengesampingkan politik.
Asian Development Bank di tahun 2017 memperkirakan ekonomi yang bekembang di wilayah itu perlu USD 1,7 triliun setahun untuk infrastruktur sampai tahun 2030 untuk mempertahankan pertumbuhan.
Sekretaris Perencanaan Ekonomi Filipina Karl Chua mengatakan negaranya tetap terbuka dalam keterlibatan dengan berbagai mitra yang memiliki pengalaman infrastruktur bagus termasuk Jepang, Korea Selatan, China, Eropa dan AS.
"Faktanya adalah kita memiliki kesenjangan besar dalam infrastruktur yang mulai terisi dengan cepat dalam 5 tahun terakhir dan akan terus seperti itu," ujar Chua.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini