Penulis
Intisari-online.com -Terusan Suez padadua minggu yang lalu sempat macet akibat kapal Ever Given 'nyerong' dan memblokir jalannya kapal-kapal lain.
Tidak tanggung-tanggung, diperkirakan kerugian yang dialami akibat kemacetan seminggu itu mencapai 9 miliar Dolar setiap harinya selama macet.
Memang tidak dipungkiri, Terusan Suez adalah salah satu terusan paling vital di dunia.
Perdagangan internasional tidak bisa berjalan tanpa terusan yang berada di Mesir ini.
Dari kejadian tersebut, Mesir juga merasa cukup jemawa dan menganggap dirinya penting bagi perdagangan dunia.
Jangan heran dalam urusan hajat orang banyak seperti ini, China pastinya juga ikut campur.
Demikian pula dengan urusan Terusan Suez ini.
Dilansir dari South China Morning Post, China ternyata "memainkan peranan penting di perkembangan Zona Ekonomi Terusan Suez, yang diawasi oleh Tianjin Economic-Technological Development Area, perusahaan negara terkemuka China."
Zona ekonomi Suez menjadi tuan rumah beberapa bisnis dan perusahaan manufaktur, termasuk Jushi Co milik China, raksasa perusahaan fiberglass yang telah mengubah negara Afrika Utara menjadi produsen fiberglass terbesar ketiga di dunia, mengikuti AS dan China.
"China adalah investor terbesar di koridor Kanal Suez, sehingga ini menjadi landasan kritis dalam kemitraan Sino-Mesir dan Presiden el-Sisi melihatnya sebagai proyek warisan lebih signifikan daripada proyek ibukota administratif baru," ujar Samuel Ramani, peneliti hubungan internasional di Universitas Oxford.
Sebelumnya dilaporkan jika China juga membangun ibukota baru untuk Mesir, dan ditengarai pemerintahan Presiden Abdel-Fattah el-Sisi sangat mendukung hal tersebut.
Ia mengatakan "kepentingan strategis proyek ini adalah ditambah lebih jauh oleh hasrat Mesir untuk menjadi kekuatan Afrika, Mediterania dan Timur Tengah dan pejabat China telah membuat investasi Terusan Suez menjadi bab yang memuaskan tujuan tersebut."
Ramani mengatakan hubungan China-Mesir telah diperkuat sejak el-Sisi berkuasa.
"Hubungan ini memiliki dimensi bersejarah, karena pejabat China sering menekankan solidaritas Beijing dengan nasionalisasi Gamal Abdel Nasser di Kanal Suez tahun 1956, tapi secara sejarah, China secara umum hidup di bawah bayang-bayang Uni Soviet dan AS sebagai mitra," ujarnya.
John Tseh-han Chen, asisten profesor kunjungan bidang sejarah di NYU Shanghai mengatakan, "Kepentingan China di Mesir cenderung blak-blakan dan tidak berubah: akses ke Kanal Suez dan pengaruh nyata atau persepsinya berasal dari kemitraan dengan klien lawas AS".
Chen juga mengatakan Sisi juga tampaknya meyakinkan China jika pengulangan kebangkitan dunia Arab yang telah menggulingkan mantan Presiden Hosni Mubarak, kecil kemungkinan terjadi dalam waktu dekat.
"China berharap Mesir akan menghindari konflik politik atau pergolakan yang dapat berdampak pada investasi di sana atau hubungannya dengan negara tetangga produsen minyak," jelasnya.
Chen juga berargumen jika China dan Sisi mungkin berharap jika pemindahan ibukota baru akan mengurangi risiko protes yang berdampak pada kinerja pemerintah dan bisnis.
"El-Sisi mungkin menganggap perkembangan ekonomi sebagai pemerkuat legitimasi lokal karena ia mendapat kekuasaan dari kudeta militer dan perpecahan lokal, seperti halnya di tengah perlambatan ekonomi," ujar Chen.
"Fakta bahwa el-Sisi mewakili reaksi melawan kebangkitan dunia Arab adalah dalam semua kemungkinan alasan mengapa ia ingin China dan mengapa China menginginkannya."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini