Intisari-online.com -Presiden Amerika Serikat Joe Biden mendapat kritik keras dari dunia karena membiarkan dan mendukung serangan militer Israel ke Palestina.
Namun sejatinya bukan hanya satu presiden AS ini saja yang memang terang-terangan mendukung Israel berbuat sekenanya.
Presiden AS yang lain justru memberikan bantuan dan dukungan lebih banyak.
Biden benar-benar membuat seluruh umat Muslim di dunia murka, terlebih Sabtu pekan lalu 15 Mei 2021 Gedung Putih mengatakan Biden memanggil Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kedua kalinya sejak krisis dimulai dan "meyakinkan dukungan kuatnya untuk hak Israel mempertahankan diri terhadap serangan roket dari Hamas dan kelompok teroris lain di Gaza".
Sembari meminta penurunan ketegangan, Washington gagal mendesak gencatan senjata kala itu.
Biden bahkan tidak bisa mengkritik langsung Israel.
Berikut adalah catatan bagaimana Biden dan mantan presiden AS lainnya telah membela Israel selama berpuluh-puluh tahun, dilansir dari Al Jazeera.
Mei 2021
Baca Juga: Kini Sepakat Gencatan Senjata Tanpa Syarat, Rupanya Lewat Tangan Negara Ini Gaza Bisa Damai Sebentar
Biden dua kali mengisukan pernyataan komitmennya untuk hak Israel "membela diri" melawan serangan roket dari Gaza selama Israel merongrong dan menduduki wilayah tersebut.
Pejabat Israel mengatakan ribuan roket telah ditembakkan dari Gaza menuju Israel, di mana 10 orang telah dibunuh sementara rongrongan serangan udara Israel di wilayah tersebut telah membunuh setidaknya 188 warga Palestina dan mencederai ratusan lainnya.
Pejabat top pemerintahan Biden telah menekankan "dukungan kuat untuk hak Israel mempertahankan diri" sembari mengatakan AS mendorong "penurunan ketegangan".
AS juga memblokir pernyataan Dewan Keamanan PBB yang meminta berakhirnya kekerasan.
Mei 2018
Mantan Presiden AS Donald Trump, pembela setia Israel dan Netanyahu, menolak upaya apapun untuk mengkritik Israel atas pembunuhan lusinan pengunjuk rasa di Gaza Mei 2018.
Warga Palestina berpartisipasi dalam "Aksi Massa Kembali" ketika pasukan Israel menembaki massa tersebut.
Kekerasan itu bersamaan dengan pembukaan Kedutaan AS di Yerusalem, setelah administrasi Trump memindahkannya dari Tel Aviv untuk membuat berang warga Palestina.
"Tanggung jawab atas kematian tragis ini tanggung jawab Hamas. Hamas berniat memprovokasi respons ini, dan seperti Menteri Luar Negeri katakan, Israel memiliki hak untuk membela diri," ujar deputi sekretaris pers Gedung Putih Raj Shah saat itu.
Juli-Agustus 2014
Israel melaksanakan pengeboman udara 10 hari berturut-turut di Jalur Gaza Juli 2014 sebelum melaksanakan serangan darat ke wilayah tersebut.
Juli 18, mantan Presiden Barack Obama mengatakan kepada reporter ia telah "meyakinkan dukungan kuatnya untuk hak Israel mempertahankan diri" dalam telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
"Tidak ada negara yang harus menerima serangan roket ke perbatasan mereka, atau teroris meneror bawah tanah masuk ke wilayah mereka," ujar Obama.
November 2012
Lebih dari 100 warga sipil Palestina terbunuh saat Israel menyerang secara militer di Gaza pada November 2012 setelah mereka membunuh komandan militer Hamas, Ahmed Jabari.
Obama sekali lagi membela aksi Israel: "Tidak ada negara di dunia yang akan mentoleransi misil hujani warga mereka dari luar perbatasan. Jadi kami sangat mendukung hak Israel membela diri dari rudal yang mendarat di rumah warga."
Desember 2008-Januari 2009
Serangan Israel di Gaza yang disebut "Operasi Cast Lead" dimulai pagi hari 27 Desember 2008.
Ketika dinyatakan berakhir 22 hari kemudian, tembakan Israel telah membunuh hampir 1400 warga Palestina, sebagian besar penduduk sipil dan mereka juga mengklaim banyak wilayah di darat, seperti laporan Amnesti Internasional.
Namun pada 2 Januari, mantan Presiden AS George W Bush menyalahkan Hamas atas kejadian ini.
"Kekerasan terbaru ini dimulai dari Hamas, kelompok teroris Palestina didukung oleh Iran dan Suriah yang menginginkan kehancuran Israel," ujarnya.
Ia juga mengatakan gencatan senjata apapun "yang mengarahkan serangan roket ke Israel tidak dapat diterima".
2000-2005
Kunjungan politikus Israel Areiel Sharon ke Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada September 2000 menuntun kepada unjuk rasa warga Palestina dan konfrontasi dengan pasukan keamanan Israel yang membuat tujuh warga Palestina tewas.
Baca Juga: Padahal Brutal, Ini Alasan Amerika Masih Mati-matian Dukung Israel Hancurkan Palestina
Intifada Kedua, yang dikenal juga sebagai Intifada Al-Aqsa, kemudian dikeluarkan.
Kedua kelompok bersenjata Palestina yang mulai mengirimkan bom bunuh diri, beserta Israel, dituduh lakukan kejahatan perang dan membunuh warga sipil saat itu.
Israel meluncurkan serangan udara ke Gaza dan Tepi Barat, setidaknya 3000 warga Palestina dan 1000 warga Israel terbunuh.
Presiden Bush yang saat itu baru terpilih tidak menyetujui operasi Israel pada awalnya, tapi ia merasa hal itu mirip dengan serangan 9/11 dan dampak dari "Perang Teror".
Ia juga bersekutu dengan Sharon yang menjadi cara memberi Israel bantuan aksi militer, dan juga untuk menyalahkan warga Palestina atas kekerasan apapun.
Bush juga mendukung penolakan Sharon untuk bekerjasama dengan Presiden Palestina Yasir Arafat.
Tahun 2002 Bush berpidato mengatakan dengan terbuka mendukung negara Palestina, tapi dukungan itu ada syaratnya jika Palestina mengakui pengaturan kepemimpinan, institusi dan keamanan.
"Kini Otoritas Palestina mendorong, bukan melawan, terorisme," ujarnya.
"Ini tidak dapat diterima dan AS tidak akan mendukung pembentukan negara Palestina sampai pemimpinnya melakukan aksi perlawanan teroris dan membubarkan infrastruktur mereka."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini