Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, sikap Pakubuwono II yang tunduk terhadap VOC dan sewenang-wenang terhadap bangsawan Mataram pulalah yang menjadi salah satu alasan bergeloranya pemberontakan Raden Mas Said.
Pergerakan Raden Mas Said sempat diredam oleh Pangeran Mangkubumi yang memenuhi Sayembara yang diadakan Pakubuwono II.
Namun, pergolakan pun terjadi yang sempat menguntungkan pemberontakan Raden Mas Said ketika Pangeran Mangkubumi merasa terkhianati oleh janji Pakubuwono II.
Janji hadiah tanah seluas 3.000 hektar dari pakubuwono II untuk siapa saja yang berhasil meredam pemberontakan Raden Mas Said tidak ditepati.
Kekecewaan Pangeran Mangkubumi membuatnya berpindah haluan, berbalik melawan pihak kerajaan.
Meski akhirnya perlawanan Pangeran Mangkubumi dihentikan Pakubuwono III dengan Perjanjian Giyanti (Februari 1755) yang memberikannya kekuasaan di wilayah Kasultanan Yogyakarta dan menjadi Hamengkubuwono I.
Melawan Tiga Kekuatan, Berakhir dengan Perjanjian Salatiga
Sementara Pangeran Mangkubumi mendapat sebagian kekuasaan Mataram, pemberontakan Raden Mas Said masih berlanjut.
Namun, semakin berat karena ia harus menghadapi tiga kekuatan sekaligus, yaitu pasukan Pakubuwono III dan Hamengkubuwono I, ditambah kekuatan VOC.
Melawan tiga kekuatan sekaligus tak membuat Raden Mas Said menyerah.
Bahkan, sengitnya perlawanan yang dilakukan Raden Mas Said itulah yang membuatnya mendapat julukan 'Pangeran Sambernyawa' oleh oleh Nicolaas Hartingh, perwakilan VOC.
Pertempuran yang dilakukan Raden Mas Said selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR