Intisari-Online.com - Apa saja isi perjanjian Roem Royen yang disepakati Indonesia dan Belanda pada 7 Mei 1949?
Perundingan Roem Royen yang dimulai 14 April 1949 ini dilakukan sebagai salah satu upaya penyelesaian konflik Indonesia Belanda.
Di awal kemerdekaan Indonesia, Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan bekas jajahannya dan ingin kembali berkuasa.
Belanda kembali ke Indonesia dengan menunggangi utusan sekutu yang hendak melucuti dan memulangkan tentara Jepang di Indonesia.
Konflik Indonesia Belanda berlangsung kurang lebih selama 4 tahun, dan Perjanjian Roem Royen merupakan kesepakatan yang mendekatkan Indonesia kepada pengakuan kedaulatan oleh Belanda setelah sejumlah perjanjian gagal.
Pada 19 Desember, Belanda melancarkan serangan militer ke ibukota Indonesia di Yogyakarta, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.
Aksi Belanda tersebut dikecam dunia dan membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menginisiasi perundingan lain untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Diselenggarakanlah perundingan yang menghasilkan perjanjian Roem Royen yang ditengahi sebuah komisi PBB, United Nations Commission for Indonesia (UNCI).
UNCI merupakan komisi yang melanjutkan tugas komisi sebelumnya, Komisi Tiga Negara (KTN), sekaligus mengawasi penyerahan wilayah Indonesia ke pemerintah republik.
Komisi tersebut melapor secara rutin ke Dewan Keamanan PBB.
Dalam perundingan yang menghasilkan Perjanjian Roem-Royen, delegasi Indonesia diketuai Mohammad Roem. Sementara Belanda diwakili Herman van Roijen (Royen).
Nama tokoh yang mewakili kedua negara itulah yang kemudian menjadi nama perjanjian tersebut.
Perundingan yang dilakukan di Hotel Des Indes, Jakarta ini berlangsung alot.
Hal itu karena perundingan ini tidak pernah memberikan kepuasan yang cukup antara kedua belah pihak.
Akhirnya, UNCI mengusulkan untuk menghadirkan Wakil Presiden Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka.
Selain kehadiran Mohammad Hatta, kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX begitu penting untuk Indonesia dalam perundingan ini, karena pernyataannya yang sangat menguatkan Indonesia: "Jogjakarta is de Republiek Indonesie" (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).
Tokoh yang Terlibat dalam Perjanjian Roem Royen
Selain ketua delegasi Indonesia dan Belanda, Mohammad Roem dan Herman van Roijen (Royen), ada beberapa tokoh lain yang terlibat dalam perundingan ini.
Dari Indonesia antara lain Ali Sastroamijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, Latuharhary dan Sultan Hamengkubuwono IX.
Sementara, tokoh dari Belanda yang dikirimkan antara lain Blom, Jacob, dr. Gede, dr. Van, Dr. Koets, Dr. Gieben dan Van Hoogstratendan.
PBB sendiri mengirimkan wakilnya yakni Merle Cochran dari Amerika Serikat sebagai ketua, Critchley dari Australia serta Harremans yang berasal dari Belgia.
Isi Perjanjian Roem Royen
Berikut isi Perjanjian Roem-Royen bagi Indonesia:
Dampak Perjanjian Roem Royen Bagi Indonesia
Setelah isi perjanjian Roem Royen ditandatangani, selanjutnya pada 22 Juni 1949, diadakan perundingan formal antara Indonesia, Belanda, dan Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) di bawah pengawasan Critchley (Australia).
Perundingan tersebit menghasilkan keputusan di antaranya:
Dengan disepakatinya Perjanjian Roem Royen, akhirnya Soekarno dan Hatta dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949.
Untuk diketahui, dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948, Presiden Soekarno dan para Tokoh Bangsa Indonesia lainnya diasingkan oleh Belanda ke daerah-daerah terpencil.
Itu dilakukan bertujuan untuk membuat mereka terisolir dari pergaulan dunia internasional. Mereka disebar ke beberapa lokasi berbeda, juga berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain.
Selain itu, setelah pemerintahan pulih, pada 13 Juli 1949 diadakan sidang kabinet RI yang pertama.
Baca Juga: Pancasila sebagai Sistem Filsafat untuk Menunjang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara
(*)