Pada saat pengepungan, Patriark Sophronius, perwakilan dari pemerintah Bizantium dan pemimpin Gereja Kristen, bertanggung jawab atas Yerusalem, seperti dilansir dari Saudi Gazette.
Menyadari bahwa perlawanan tidak ada gunanya dan setelah pengepungan sekitar empat bulan, Uskup Sophronius dan umat Kristen di Yerusalem memutuskan untuk menyerah.
Penaklukan Muslim atas Yerusalem tidak berdarah.
Namun, Sophronius memiliki satu syarat: dia akan menyerahkan kunci kota hanya jika Khalifah Umar ibn Al-Khattab datang ke Yerusalem sendiri untuk menerima kunci, menerima penyerahan, dan menandatangani pakta perdamaian.
Umat Muslim memiliki pendapat yang berbeda, haruskah Khalifah menerima persyaratan ini, meskipun pasukan Bizantium telah dikalahkan dan tidak dalam posisi untuk mengajukan tuntutan? Di Madinah, Khalifah Umar berkonsultasi dengan dewannya.
Ali bin Abi Thalib yang telah menjadi salah satu pembantu terdekat Nabi Muhammad dan dikenal karena kebijaksanaannya mengatakan bahwa Yerusalem sama sakralnya bagi Muslim seperti Yahudi atau Kristen, dan dalam pandangan kesucian.
Di tempat itu diinginkan bahwa penyerahannya harus diterima oleh Khalifah secara pribadi. Khalifah Umar menerima nasihat Ali.
Khalifah Umar, penguasa Kekaisaran Muslim, melakukan perjalanan ke Yerusalem, bukan dengan rombongan pelayan dan penjaga kerajaan, tetapi dengan seorang pelayan dan satu unta tunggangan.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR