Tidak ada pembunuhan atau penghancuran yang dilakukan oleh Muslim.
Itu adalah transisi yang damai dan semua situs suci umat Kristen tidak tersentuh.
Khalifah Umar menandatangani perjanjian dengan Sophronius dan hasilnya, umat Kristen diizinkan untuk tinggal di kota, tetapi harus membayar jizya, atau pajak. Perjanjian yang ditandatangani Umar adalah sebagai berikut:
“Atas nama Tuhan, Yang Maha Pengasih, Penyayang. Inilah jaminan keamanan yang telah diberikan hamba Allah Umar, Panglima Beriman kepada orang-orang Yerusalem. Dia telah memberi mereka jaminan keamanan untuk diri mereka sendiri, untuk harta benda mereka, gereja mereka, salib mereka, orang sakit dan sehat di kota dan untuk semua ritual yang menjadi milik agama mereka. Gereja mereka tidak akan dihuni oleh umat Islam dan tidak akan dihancurkan. Baik mereka, maupun tanah tempat mereka berdiri, atau salib mereka, atau harta benda mereka tidak akan dirusak. Mereka tidak akan secara paksa bertobat."
Sejarawan Firas Alkhateeb menulis, “Umar diajak berkeliling kota, termasuk Gereja Makam Suci. Ketika waktu sholat tiba, Sophronius mengajak Umar untuk sholat di dalam Gereja, namun Umar menolak. Dia bersikeras bahwa jika dia sholat di sana, kemudian umat Islam akan menggunakannya sebagai alasan untuk mengubahnya menjadi masjid - dengan demikian membuat Kekristenan kehilangan salah satu situs tersuci. Sebaliknya, Umar berdoa di luar Gereja, di mana sebuah masjid bernama Masjid Umar kemudian dibangun.”
Khalifah Umar meminta untuk dibawa ke batu tempat Nabi Muhammad naik ke Surga dalam perjalanan malamnya di Isra dan Miraj.
Khalifah Umar membersihkan area Temple Mount dan membangun masjid, Masjid Al-Aqsa.
Setelah tinggal selama sepuluh hari di Yerusalem, Khalifah kembali ke Madinah.
Khalifah Umar tidak hanya melindungi hak-hak orang Kristen, tetapi juga orang-orang Yahudi.
Untuk pertama kalinya, setelah hampir 500 tahun pemerintahan Romawi yang menindas, orang Yahudi sekali lagi diizinkan untuk tinggal dan beribadah di dalam Yerusalem.
Khalifah Umar dan para penguasa Muslim setelahnya memahami pentingnya Yerusalem di hati orang-orang Yahudi, Kristen, dan Muslim. Tiga agama berkembang di Yerusalem.
Seiring berjalannya waktu, banyak sarjana dari ketiga agama tersebut datang dan menetap di Yerusalem.
Bagi umat Islam, Yerusalem, khususnya Masjid Al-Aqsa, menjadi pusat pembelajaran.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR