Intisari-online.com -Beijing mempertimbangkan mengirim pasukan perdamaian ke Afghanistan.
Dikutip dari SCMP, jika situasi keamanan di negara Asia Selatan itu mengancam provinsi Xinjiang setelah pasukan AS ditarik, pakar menyebutkan Beijing mungkin mengirimkan pasukan ke sana.
Presiden AS Joe Biden mengatakan Rabu lalu jika ia akan menarik semua pasukan AS yang tersisa, sekitar 2500 tentara, dari Afghanistan, pada 11 September.
Penarikan itu menandai 20 tahun serangan teroris di New York.
Penarikan tentara itu tentunya menjadi ancaman baru bagi keamanan dan stabilitas Afghanistan.
Hal itu dapat meluber ke Xinjiang dan mengganggu upaya kontraterorisme China.
Di tahun 2018, China melatih pasukan Afghanistan dan membantu membentuk brigade pegunungan.
Latihan dilaksanakan di China dan tujuan brigade itu adalah melawan kemungkinan serangan oleh al-Qaeda dan ISIS.
"Pasukan keamanan dari pemerintah Afghanistan tidak mampu menjaga keamanan Afghanistan," ujar Sun Qi, pakar hubungan internasional di Shanghai Academy of Social Sciences.
"Situasi di Afghanistan bisa menjadi kacau di masa depan.
"Kekerasan melanggar perbatasan, perdagangan obat dan penyelundupan senjata bisa terjadi," ujarnya.
Sementara Beijing tidak akan menempatkan pasukan di Afghanistan, mereka bisa juga bekerja dengan negara lain di wilayah itu untuk mempromosikan stabilitas politik dan mengurangi risiko keamanan ke China, ujar Sun.
"Jika situasi keamanan menjadi ancaman yang signifikan, China mungkin mengirim pasukan perdamaian bersama bantuan kemanusiaan di negara itu di bawah istilah Pakta PBB untuk memastikan keamanan dan kepentingan warga China dan perusahaan di sana," ujarnya.
Juru bicara menteri luar negeri China Zhao Lijian mengatakan Kamis lalu jika pasukan asing yang ditempatkan di Afghanistan seharusnya ditarik dalam "perilaku bertanggung jawab dan sesuai aturan".
Hal itu mencegah pasukan teroris memanfaatkan situasi kekacauan tersebut.
"AS adalah faktor eksternal terbesar yang berdampak pada isu Afghanistan.
"Keputusan dan aksi relevan dari AS seharusnya benar-benar menghargai kedaulatan, kemerdekaan dan integritas teritori Afghanistan, dan murni bertanggung jawab mempertahankan hasil perdamaian dan rekonstruksi di Afghanistan," ujarnya.
Segera setelah pengumuman Biden, jenderal sekretaris NATO Jens Stoltenberg mengatakan persekutuan itu merencanakan menarik pasukannya, sekitar 7000 pasukan, dari Afghanistan bulan depan.
Perdana Menteri Australia mengatakan Australia juga akan menarik pasukan militer dari Afghanistan September.
Sementara itu pakar lain berpendapat China kemungkinan tidak akan berusaha meraih pengaruh di Afghanistan karena sudah ada kompetisi di wilayah tersebut.
"Sejumlah negara, termasuk Pakistan, India, dan Rusia, ingin menguatkan pengaruhnya di wilayah itu, sehingga China benar-benar perlu berhati-hati terlibat dalam kekacauan itu," ujar Wang Jin, anggota peneliti di lembaga penelitian Charhar Institute, utara China.
China dan AS kemungkinan tidak akan terlibat dalam kerjasama penting apapun di Afghanistan setelah penarikan pasukan, mengingat ketegangan dua negara.
"Kita dapat melihat dari penarikan pasukan AS jika niat AS terlibat dalam hubungan Afghanistan menurun," ujarnya.
"Utamanya karena ide terlibat konflik lokal dengan membentuk demokrasi gaya Barat di Afghanistan telah gagal."
Sun mengatakan AS kemungkinan menarik peluncuran militer dari Asia Tengah dan mengirimkan mereka ke Asia-Pasifik.
"Penarikan dari Afghanistan memperbolehkan AS untuk mendorong kehadiran militernya di Asia-Pasifik dan wilayah Samudera Hindia, dengan tujuan menahan China," ujarnya.
"AS kemungkinan besar meningkatkan aktivitas militer di Laut China Selatan dan semenanjung China-Indochina."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini