Intisari-online.com -Ketegangan hubungan antara China dan Australia kembali merebak.
Setelah sebelumnya China menerapkan blokir untuk produk-produk pangan dan tambang Australia, kini China mulai mengkritik negeri Kanguru.
Dikutip dari CNN, Jumat lalu China mengatakan mereka "sangat khawatir" dengan apa yang mereka sebut operasi pelanggaran HAM Australia.
China mengklaim pemerintah Australia memiliki pusat penghukuman lepas pantai.
Mereka pun mengecam aksi pemerintah Australia itu dan menuntut agar tempat tersebut segera ditutup.
Hal ini semakin memperburuk hubungan kedua negara, yang sudah buruk sejak 2018 lalu.
China semakin sebal dengan Australia yang menjadi negara pertama melarang perusahaan Huawei masuk dalam tim perusahaan yang ikut membangun jaringan 5G Australia.
Hubungan keduanya semakin memburuk ketika Australia tahun lalu menuntut penyelidikan asal-usul virus Corona.
China menyampaikan pernyataan kepada Dewan HAM PBB di Jenewa.
China menduga pusat hukuman itu "gagal menyediakan kondisi medis yang patut ketika sejumlah besar imigran, pengungsi dan pencari suaka telah ditahan dalam waktu yang lama atau tidak terhingga, dan hak asasi mereka telah dilanggar."
China tidak secara spesifik menyebutkan lokasi tertentu, menggambarkan mereka sebagai "negara ketiga".
Pencari suaka memang selama ini dicegat di laut dalam perjalanan ke Australia.
Mereka kemudian dikirim untuk "diproses" ke Papua Nugini atau pulau Nauru di Pasifik Selatan.
Sampai saat ini Departemen Hubungan dan Perdagangan Internasional Australia tidak segera merespon permintaan komentar di luar jam kerja normal yang diminta CNN.
Pernyataan China termasuk ironi, dengan negara itu sendiri telah lama menghadapi tuduhan mereka mengoperasikan pusat hukuman sendiri.
Para pakar PBB dan kelompok HAM telah memperkirakan China telah menahan lebih dari 1 juta warga di wilayah Xinjiang.
Sebagian besar yang ditahan adalah umat Muslim Uighur dan umat Muslim minoritas lain.
Mereka ditahan dalam sistem kamp yang luas.
China mengklaim kamp di Xinjiang adalah pusat vokasi yang dibuat untuk melawan ekstrimisme.
"Kami mendesak Australia untuk secepatnya menutup semua pusat hukuman lepas pantai dan mengambil langkah kongkrit melindungi hak imigran, pengungsi dan pencari suaka, terutama anak-anak," demikian bunyi pernyataan China, yang dikirimkan atas nama sekelompok negara yang tidak disebutkan namanya.
Tidak hanya kamp itu saja, China juga menuntut Australia untuk melaksanakan penyelidikan "komprehensif dan adil" dalam kasus "kejahatan perang serius" yang dilakukan oleh pasukan Australia di luar negeri.
Kasus yang dimaksudkan adalah kasus kejahatan perang pasukan Australia di Afghanistan.
Pasukan khusus Australia menjadi tersangka pembunuhan 39 tahanan dan warga sipil tidak bersenjata di Afghanistan antara tahun 2005 sampai 2016.
Kasus itu merupakan hasil penyelidikan khusus yang dipublikasikan November lalu.
China menjadi negara paling vokal menyuarakan kritik atas kasus tersebut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini