Intisari-online.com -Kasus bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar masih terus berlanjut.
Beberapa fakta baru mulai terungkap.
Diketahui kepolisian bergerak cepat mengusut kasus bom bunuh diri di Makassar dengan menangkap sejumlah terduga pelaku.
Awalnya Densus menangkap empat orang pria di Makassar, Sulawesi Selatan pasca-peristiwa serangan bom bunuh diri yang melukai belasan orang tersebut.
Empat orang terduga teroris yang ditangkap masing-masing berinisial AS, SAS, MR, dan AA.
Keempatnya diketahui tergabung dalam satu jaringan yang sama dengan dua pengantin bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar.
Keempatnya diketahui satu kelompok kajian bersama dua pelaku bom bunuh diri L dan YSM di Villa Mutiara.
Keempat terduga teroris tersebut berperan memberikan doktrin dan mempersiapkan rencana jihad.
Selain itu, mereka juga membeli bahan-bahan peledak untuk disiapkan bom bunuh diri.
Setelah menangkap empat tersangka, Densus 88 Antiteror Polri kembali menangkap 3 terduga teroris di wilayah Makassar.
Ketiga tersangka diketahui perempuan.
"Jadi untuk sementara ini pengembangan di Makassar, 7 orang dalam proses penyidikan, kemudian meninggal 2 orang. Jadi total semua sementara 9. Artinya updatenya bertambah 3 tersangka, Ketiganya adalah perempuan," kata Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/3/2021).
Kombes Pol Ahmad Ramadhan pun mengungkap peran ketiga wanita tersebut.
Wanita pertama diketahui berinisial MM.
Ia berperan sebagai motivator kepada pasangan suami istri yang menjadi pengantin bom bunuh diri yakni Lukman dan Dewi.
"MM ini perempuan atau wanita yang perannya adalah mengetahui persis perencanaan amaliyah Lukman dan Dewi dan memberikan motivasi kepada yang bersangkutan. Dia mendapat motivasi untuk jihad dan syahid dari saudara SAS yang telah ditangkap dan dia juga mengikuti baiat," ujar dia.
Dijelaskan Ahmad, tersangka teroris Makassar kedua yang ditangkap adalah M.
Dia diketahui mengikuti kajian bersama-sama dengan kelompok JAD Makassar.
"Perempuan M juga ini merupakan kakak ipar dari SAS. Kemudian mengetahui saudara SAS mengikuti kajian di Villa Mutiara," kata dia.
Kemudian wanita ketiga yang diamankan berinisial MAN.
Dia merupakan saksi terakhir yang melihat keberangkatan Lukman dan Dewi sebelum melakukan bom bunuh diri di Gereja Katedral.
"Dia melihat saudara L saat terakhir menggunakan motor berangkat menuju TKP lokasi pada saat rencana bom bunuh diri dan juga mengetahui SAS mengikuti kajian," ungkap dia.
Ia memastikan seluruh tersangka yang ditangkap terkait dengan kelompok JAD.
"Terkait dengan tersangka teroris yang telah diamankan di Makassar, mereka merupakan kelompok atau terafiliasi langsung dengan jaringan JAD yang sama persis pos mereka atau markas di Villa Mutiara yang ditangkap pada tanggal 6 Januari 2021 lalu," kata dia.
Dibaiat di Markas FPI
Dua tersangka teroris yang terlibat dalam aksi bom bunuh diri di Makassar diketahui berbaiat kepada jaringan Jamaah Ansharut Daulah di Markas FPI.
Keduanya masing-masing berinisial AS alias EKA alias AR dan SAS.
"Dari hasil intrograsi dilakukan pengembangan dan penangkapan terhadap satu AS alias EKA alias AR. Dimana perannya adalah ikut dalam perencanaan dan mengikuti kajian di Villa Mutiara, kemudian telah berbaiat di markas FPI yang merupakan markas organisasi yang sekarang sudah terlarang yang saat itu dipimpin Ustaz Basri," kata Kombes Pol Ahmad Ramadhan.
Selain AS, Densus 88 Antiteror Polri juga mengamankan SAS yang diduga terlibat dalam perencanaan aksi bom bunuh diri tersebut.
Sama halnya dengan AS, dia juga mengikuti baiat dengan JAD di Markas FPI.
"SAS tahu betul tentang perencanaan yang akan dilakukan oleh saudara L dan YSF tersebut. Juga bersama-sama mengikuti kajian di Villa Mutiara dan mengikuti idak, dan termasuk juga dalam mengikuti baiat yang dipimpin oleh saudara Basri," ungkap dia.
Selanjutnya, kata dia, Densus 88 juga menangkap tersangka berinisial R alias M.
Dia berperan dalam survei lokasi amaliyah bersama pasangan suami istri yang menjadi pengantin bom bunuh diri.
"Saudara R alias M ikut melakukan survei ke lokasi amaliyah bersama L dan YSF. Jadi saudara R ini sebelumnya survei, artinya sudah direncanakan titik dilakukannya aksi amaliyah bunuh diri tersebut," ujar dia.
Menurut Ahmad, tersangka terakhir yang ditangkap beberapa waktu lalu berinisial AN.
Dia juga berperan dalam aksi bom bunuh diri tersebut.
"Kemudian, Andre alias AN yang sama juga mengikuti perihal perencanaan, mengikuti kajian dan juga mengikuti baiat kepada Abu Bakar Al Bhagdadi di villa mutiara," kata dia.
Peran teroris wanita memang sudah mulai memprihatinkan.
Sejak 2016 lalu, wanita bernama Dian Yulia Nova bersama suaminya berusaha meledakkan diri mereka menggunakan bom 'magic com' di luar Istana Negara, Jakarta.
Selanjutnya serangan bom di Surabaya Mei 2018 menjadi serangan pertama yang libatkan militan wanita di Asia Tenggara.
Mengenang kejadian tersebut, sayangnya serangan tersebut adalah bom bunuh diri yang sukses pertama kali dilaksanakan oleh pelaku radikal wanita.
Tidak tanggung-tanggung, pengeboman itu libatkan seluruh anggota keluarga, termasuk wanita dan anak-anak.
Dorongan bagi wanita untuk mulai jadi penyerang muncul di media sosial dan media propaganda ISIS seperti di Facebook.
Contohnya adalah laman pro-ISIS Indonesia di Facebook bernama Mujahidah (sebutan feminin untuk mujahid, pejuang Jihad) telah berubah dari wanita radikal melahirkan para pelaku teroris menjadi wanita pelaku teroris itu sendiri.
Sinyal ini meningkatkan penerimaan dan keberanian wanita mengambil peran sebagai militan garis depan.
Propaganda itu mempromosikan pesan kepada wanita radikal jika mereka adalah kunci sukses untuk suami dan umat Muslim karena mereka adalah agen masa depan dan kekuatan yang mengubah peran operasionalnya.
Hal ini juga dipaparkan dalam platform online di mana beberapa wanita radikal menyuarakan frustrasi karena hanya melakukan pekerjaan sampingan dan keinginan kuat untuk menanggung peran lebih penting di jaringan ISIS.
Hasrat ini tunjukkan jika wanita seharusnya "diperbolehkan untuk menumpahkan darah" sebagai peran penting mereka di ISIS.
Indonesia di bawah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sendiri sudah memperkuat peran wanita, yang selama ini bekerja hanya menjadi petugas administratif dan tidak terlibat dalam pemangku kebijakan.
Sedangkan di Malaysia, mereka sudah menunjuk kepala penanggulangan teroris dari golongan perempuan.
Intinya adalah jika wanita merasa peran mereka 'kurang' dan beralih menjadi radikal seperti ISIS yang menyediakan kekurangan yang diinginkan wanita, maka kita semua juga bahu-membahu untuk mulai memberi peran kepada wanita sebagai sosok yang penting dalam membangun negara kita, bukan justru merusaknya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini