Jauh Lebih Merana Daripada Pria, Wanita Muda di Jepang Putus Asa dan Sebabkan Tercatat Rekor Suram Bunuh Diri Meningkat di Tengah Pandemi Covid-19, 'Aku Sangat Kesepian Aku Ingin Menghilang'

Maymunah Nasution

Penulis

ilustrasi wanita depresi
ilustrasi wanita depresi

Intisari-online.com -Hidup di negara berkembang seperti di Indonesia membuat rakyatnya bertanya-tanya seperti apa rasanya hidup di negara maju.

Itulah sebabnya cerita mengenai kehidupan di negara lain contohnya Amerika Serikat, China, Jepang dan Korea Selatan atau negara-negara Eropa membuat rasa penasaran manusia meningkat.

Permasalahan sehari-hari yang dihadapi oleh warga negara-negara itu tentunya akan berbeda dengan permasalahan di Indonesia.

Contohnya adalah Jepang.

Baca Juga: Kesaksian Korban yang Diselamatkan dari Bunuh Diri di Hutan 'Bunuh Diri' Aokihara Jepang: 'Lokasi yang Sempurna untuk Mati'

Jika saat ini di Indonesia masalah yang dihadapi adalah cuaca tidak menentu dan banjir di mana saja, permasalahan di Jepang justru menuntun kepada kepunahan warganya sendiri.

Dilaporkan dari BBC, Jepang melaporkan kasus bunuh diri lebih cepat dan lebih akurat daripada negara lain di dunia.

Serta tidak seperti sebagian besar negara-negara di dunia, mereka membuat laporan itu setiap bulannya.

Kasus yang dilaporkan selama pandemi Covid-19 tunjukkan angka yang mengerikan.

Baca Juga: Di Ambang Kepunahan Karena Rakyatnya Enggan Menikah dan Pilih Akhiri Hidup, Jepang Tunjuk Menteri Kesepian untuk Jadi Solusi Masa Depan Negeri Sakura

Tahun 2020 kemarin, pertama kalinya dalam 11 tahun, tingkat bunuh diri di Jepang meningkat pesat.

Paling mengejutkan, kasus ini jauh lebih banyak terjadi pada wanita sedangkan kasus bunuh diri pria menurun.

Hampir 15% kasus bunuh diri wanita meningkat.

Dalam bulan Oktober saja, tingkat bunuh diri wanita di Jepang meningkat lebih dari 70%, dibandingkan pada bulan yang sama tahun sebelumnya.

Baca Juga: Kian Hari, Perawan dan Perjaka di Jepang Kian Bertambah Banyak, Negeri Sakura pun Kian Suram Berbicara tentang Masa Depan

Rupanya pandemi Covid-19 berpengaruh besar dalam kasus ini.

Cerita ini mungkin akan sedikit mengganggu Anda.

Rupert Wingfield-Hayes, jurnalis BBC News di Tokyo, bertemu langsung dengan seorang wanita muda yang sudah berulang kali mencoba bunuh diri dalam pengalaman-pengalaman yang mengerikan.

Gadis itu baru berusia 19 tahun.

Baca Juga: Kontras, Jika Indonesia Jadi Negara Paling Santai, Negara Ini Disebut Paling Depresi di Dunia, Matahari dan Uni Soviet Jadi Pemicunya, Kok Bisa?

Tanpa emosi dan tanpa gerak, gadis itu menceritakan kisahnya kepada Wingfield-Hayes.

Hal itu dimulai saat ia berusia 15 tahun ketika kakak lelakinya mulai lakukan tindakan kekerasan kepadanya.

Akhirnya ia lari dari rumah, tapi rupanya hal itu tidak mengakhiri rasa sakit dan rasa kesepiannnya.

Satu-satunya cara yang ia lihat hanyalah bunuh diri.

Baca Juga: Predator Seksual yang Dulunya Pengurus Gereja Herkulanus Depok Jalani Sidang Perdana, Simak Bagaimana Kejahatannya Cabuli Anak-anak

"Sudah setahun aku berulang kali masuk dan keluar dari rumah sakit," ujarnya.

"Aku mencoba berkali-kali untuk membunuh diriku sendiri, tapi aku tidak berhasil, sehingga sekarang aku menyerah mencoba mati."

Yang menghentikannya adalah pertolongan dari Bond Project.

Organisasi nirlaba itu menemukan tempat bagi gadis itu untuk hidup lebih aman, dan nyaman baginya untuk memulai konseling.

Baca Juga: Sebagian Masyarakat Dunia Alami Depresi Akut Selama Pandemi, Jepang Sudah Peringatkan Kasus Bunuh Diri Melonjak Selama Covid-19

Pendiri organisasi itu adalah wanita bernama Jun Tachibana yang berusia di pertengahan 40.

"Saat gadis-gadis menghadapi masalah dan sakit, mereka benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan," ujarnya.

"Untuk itu kami di sini, siap mendengarkan mereka, mengatakan, kami ada untuk mereka.:

Tachibana mengatakan Covid-19 tampaknya mendorong yang sudah rentan untuk mencapai batasnya.

Baca Juga: Coba Deh Mulai Sekarang, Biasakan Minum Air Rebusan Daun Sirih, Rasakan Perbedaannya pada Tubuh Anda, Bahkan Penyakit Mematikan Ini Enggan ‘Mampir’

Ia menggambarkan telepon pertolongan mengerikan yang diterima para stafnya beberapa bulan terakhir.

"Kami mendengar banyak 'aku ingin mati' dan 'aku tidak punya tempat tujuan lain'," ujarnya.

"Mereka juga berkata 'Ini sangat menyakitkan. Aku sangat kesepian aku ingin menghilang'."

Bagi para korban kekerasan fisik maupun seksual, Covid-19 telah menjadikan situasi sangat buruk.

Baca Juga: Ketika Seorang Wanita Mengalami Menstruasi di Kamp Konsentrasi, Dianggap Bikin Malu Namun Justru Jadi Penyelamat dari Pelecehan

"Seorang gadis yang kuajak berbicara kemarin mengatakan ia sudah sering menjadi korban kekerasan seksual ayahnya," ujar Tachibana kepada Wingfield-Hayes.

"Namun karena Covid-19 ayahnya tidak banyak bekerja dan sering di rumah, ia tidak bisa melarikan diri darinya."

Pola yang 'sangat tidak biasa'

Peningkatan mendadak jumlah korban bunuh diri di era pandemi Covid-19 di Jepang ini kebanyakan adalah wanita.

Baca Juga: Memiliki Tingkat Bunuh Diri Tertinggi di Dunia, Inilah Mengapa Kematian Aktor Terkenal Jepang Haruma Miura Justru Sulit Diterima Warga Jepang Sendiri

Hal itu sangatlah tidak biasa dan baru saja terjadi di Jepang.

Namun ada beberapa alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Jepang mencatat peningkatan wanita lajang yang hidup sendiri, yang memilih tidak menikah karena tidak ingin terjebak dalam peran wanita dalam pernikahan.

Ketakutan atas patriarki itu yang membuat wanita Jepang memilih melajang saja.

Baca Juga: Aktor Jepang Haruma Miura Ditemukan Tewas, Diduga Bunuh Diri: Tak Miliki Tanda atau Gejala Buktikan Penyakit Mental Tak Boleh Disepelekan

Profesor Michiko Ueda, salah satu pakar masalah bunuh diri Jepang, mengatakan "Banyak wanita tidak menikah lagi.

"Mereka harus menopang hidup mereka sendiri dan tidak punya pekerjaan permanen. Sehingga saat ada sesuatu yang terjadi, mereka akan terpukul. Jumlah karyawan kehilangan pekerjaan sangatlah besar dalam 8 bulan terakhir."

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait