Find Us On Social Media :

Di Ambang Kepunahan Karena Rakyatnya Enggan Menikah dan Pilih Akhiri Hidup, Jepang Tunjuk Menteri Kesepian untuk Jadi Solusi Masa Depan Negeri Sakura

By Maymunah Nasution, Sabtu, 20 Februari 2021 | 06:30 WIB

Chujo, 24 tahun, telah menjadi hikikomori selama dua tahun. Ia memiliki impian menjadi penyanyi, tapi sebagai anak laki-laki tertua, keluarganya meminta Chujo untuk meneruskan bisnis. Karena kesal, ia menarik diri dari keluarganya dan akhirnya perasaan rendah diri meningkat. Chujo mengunci diri di

Intisari-online.com - Tahun 2020 lalu, kematian aktor multitalenta Jepang, Haruma Miura, gegerkan jagat maya.

Namun kematiannya tidak hanya satu bunuh diri saja.

Dilaporkan ternyata pada 2019 ada 20 ribu warga Jepang melakukan bunuh diri.

Tren suram ini meningkat seiring dengan kondisi pandemi Covid-19 yang telah berlangsung.

Baca Juga: Sebagian Masyarakat Dunia Alami Depresi Akut Selama Pandemi, Jepang Sudah Peringatkan Kasus Bunuh Diri Melonjak Selama Covid-19

Isu kesehatan mental di Jepang tergolong sangat parah.

Membicarakannya pun terasa tidak etis dan dianggap tabu oleh banyak orang.

Bahkan, meski banyak yang memiliki masalah kesehatan mental, mereka tidak mencari psikiater atau bantuan lain karena dianggap memalukan.

Masalah yang mendasari mereka bisa berasal dari tingginya stress akibat pekerjaan atau masalah di hubungan pribadi warga Jepang.

Namun, masalah utama yang mendasari mengapa bunuh diri di Jepang sangat tinggi adalah harapan pandangan orang lain terhadap masing-masing warga Jepang.

Bahkan di Jepang 11 tahun lalu sebuah buku kontroversial berjudul "How to Commit Suicide" atau "Cara-cara Melakukan Bunuh Diri" pernah rilis.

Baca Juga: Memiliki Tingkat Bunuh Diri Tertinggi di Dunia, Inilah Mengapa Kematian Aktor Terkenal Jepang Haruma Miura Justru Sulit Diterima Warga Jepang Sendiri