Penulis
Intisari-online.com -Tingkat pernikahan di Korea Selatan telah menurun mencapai level terendah semenjak tahun 1970, dilansir dari South China Morning Post.
Tercatat di tahun 2018, hanya ada 5 orang menikah dari 1000 orang, dengan total 257.622 pasangan akhirnya menikah.
Angka tersebut dibandingkan dengan tahun 1996 sudah menurun karena di tahun 1996 ada 9.6 per 1000 orang menikah dan 430.000 pasangan menikah.
Studi yang dilakukan oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Perkembangan di tahun 2017 menunjukkan jika di Tiongkok tingkat pernikahan masih tinggi, setara dengan ada 10 dari 1000 orang menikah.
Baca Juga: Istri Tolak Berhubungan Intim, Suami Siramkan Zat Asam ke Organ Intim Istrinya Hingga Melepuh
Rendahnya tingkat pernikahan di Korea Selatan sudah menyamai tingkat pernikahan di Jepang tahun 2017, yang hanya ada 5 dari 1000 orang menikah.
Dilansir dari Independent, rendahnya tingkat kelahiran di Jepang, yang berasal dari rendahnya tingkat pernikahan, telah jatuh ke level terendah sejak tahun 1899.
Hal ini diakui oleh Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, sebagai krisis nasional.
Namun apa sebenarnya penyebab rendahnya tingkat pernikahan di Korea Selatan?
Dilansir dari South China Morning Post, Lee Min-jun, seorang pria Korea Selatan yang baru saja menikah, mengaku jika keputusan itu termasuk keputusan terberat yang dibuat bersama pasangannya.
Istrinya, yang ia temui dalam hewan peliharaan, memiliki banyak perbedaan dengannya, tetapi dia masih mengejar wanita itu.
Rupanya, bukan masalah kepribadian yang membuatnya kesulitan.
"Aku berkencan dengan istriku saat bisnisku baru mulai stabil, sehingga masalah finansial merupakan kekhawatiran utamaku," ujarnya.
Rupanya banyak yang berpikiran sama dengan Min-jun.
Rata-rata biaya pernikahan di Korea Selatan ternyata mencapai angka fantastis.
Tidak tanggung-tanggung, 230 juta Won atau sekitar Rp 3 Milyar merupakan angka rata-rata biaya pernikahan di Korea Selatan.
Hal ini disampaikan oleh usaha konsultasi pernikahan di Korsel, DUO Infom yang mempelajari 1000 pasangan baru menikah selama 2 tahun.
Angka ini tidak masuk akal bagi warga Korea Selatan karena rata-rata penduduknya yang berumur 30 tahun hanya menghasilkan Rp 500 Juta per tahunnya.
Lebih parah lagi, bagi warga Korsel di bawah 29 tahun mereka hanya mampu menghasilkan Rp 300 Juta per tahunnya.
Dapat dikatakan, biaya ini bernilai 6 kali penghasilan rata-rata penduduk Korsel umur 30 tahun dan 9 kali penghasilan rata-rata penduduk umur 29 tahun ke bawah.
Perlu dicatat biaya pernikahan tersebut belum termasuk tagihan rumah.
Baca Juga: 10 Hal Penting Tentang Serangan Jantung Ini Berarti Penting Antara Hidup dan Mati, Apa Saja?
Pemilik DUO Info, Park Soo-kyung menjelaskan, "dapat kita pikirkan jika penurunan tingkat pernikahan sebagai 'nilai baru' di masa sekarang.
"Namun urusan teknis seperti ekonomi, pekerjaan dan biaya hidup juga sangat mempengaruhi.
"Harga pernikahan yang tidak masuk akal, biaya rumah, ketidakmampuan untuk bekerja dan berkeluarga serta persepsi negatif dari masyarakat terhadap pernikahan, semua berkontribusi pada laju penurunan ini."
Wanita itu juga mengatakan jika perusahaannya telah mengkonsultasi lebih dari 40.000 pasangan sejak tahun 1995.
Biaya-biaya yang membuat pernikahan mahal antara lain tagihan rumah (73.5%), biaya hadiah untuk bertukar antar keluarga dan biaya katering.
Tercatat, biaya tagihan rumah mencapai Rp 2 Milyar, sedangkan hadiah mencapai Rp 330 Juta dan katering sebesar Rp 161 Juta.
Min-jun mengatakan, dia membeli apartemen di kota Paju, yang berjarak 1 distrik dari Seoul, dan mendapatkan harga Rp 5 Milyar.
Namun dia bahkan tidak mampu melihat-lihat apartemen yang ada di Seoul atau di wilayah pinggiran dekat kota tersebut.
Seoul sendiri telah dinilai menjadi kota termahal nomor 7 oleh Survei Biaya Hidup di Seluruh Dunia, yang dilaksanakan oleh Unit Intelejen The Economist.
Bahkan, walikota Seoul mengatakan di Facebook jika harga rumah meningkat selama 24 pekan terakhir.
Korea Selatan telah diberi peringkat negara dengan biaya pernikahan tertinggi di Asia, diikuti oleh Filipina (Rp 300 Juta), Kamboja (Rp 200 Juta), Malaysia (Rp 170 Juta) dan kemudian Indonesia (Rp 120 Juta).
Tahun 2016, biaya pernikahan di China hanya berkisar Rp 170 Juta sedangkan di Jepang mencapai Rp 500 Juta.
Mahalnya biaya pernikahan di Korsel ternyata berasal dari kebiasaan budaya mereka.
Dikarenakan sudah menjadi adat bahwa tamu harus memberi sumbangan berupa uang, pasangan merasa harus memberikan resepsi di gedung pernikahan dengan katering mewah untuk para tamunya.
Terlebih, hadiah yang diberikan untuk keluarga besan juga masih memberatkan para calon suami istri.
Hal ini karena mayoritas warga Korsel masih dicampuri oleh orangtua mereka dalam urusan pernikahan.
Seorang pekerja bernama Yoon N.K (28) mengatakan, "aku tidak yakin dapat menikah sekarang jika aku punya pacar, karena aku hanya mendengar sulitnya menikah seiring berjalannya waktu.
"Mempertahankan hubungan dengan keluarga calonku dan mencari keseimbangan kedua pasang orangtua tidak begitu menyenangkan untukku, sepertinya sulit."
Tahun 2018, hanya ada 22.4 persen wanita Korsel menganggap pernikahan penting, tetapi 10 tahun yang lalu jumlah persentase tersebut masih mencapai 47 persen.