Tidak disangka, negara yang menerima mereka adalah negara tempat terjadinya pelanggaran HAM paling keji di dunia, termasuk China, Myanmar, India dan AS.
Rupanya, tuduhan Amnesti Internasional dan Departemen Luar Negeri AS bahwa polisi Israel laksanakan pembunuhan ekstra yudisial, pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, pengawasan gelap, aksi rasis dan penggunaan berlebihan pasukan melawan pengunjuk rasa yang damai.
Yang penting bagi pasukan keamanan di seluruh dunia adalah Israel tahu bagaimana menghancurkan perlawanan politik dan perbedaan pendapat.
Kebrutalan polisi Israel itu yang dijual Israel dan diekspor ke pasukan polisi di kota-kota dan negara bagian seluruh AS, termasuk masuk ke Departemen Polisi Minneapolis.
Departemen Polisi Minneapolis adalah unit polisi yang bertanggung jawab dalam pembunuhan George Floyd, pengunjuk rasa kulit hitam yang tidak bersenjata, pembunuhannya menyebabkan kericuhan di seluruh AS.
"Ketika aku melihat gambar polisi pembunuh Derek Chauvin membunuh George Floyd dengan menekan lehernya menggunakan lutut saat ia meminta bantuan dan polisi lain melihatnya, aku ingat melihat itu ketika banyak pasukan Israel menggunakan teknik ini, menekan dada dan leher kami saat kami berunjuk rasa di Tepi Barat 2006 lalu," ujar Neta Golan, aktivis HAM Palestina dan pendiri International Solidarity Movement.
Sejak serangan 11 September 2001, ribuan polisi AS telah pergi ke Israel untuk pelatihan, yang mana tidak hanya memerankan peranan penting dalam tren militerisasi departemen polisi AS, tapi juga tidak diragukan lagi berkontribusi meningkatkan kebrutalan polisi, mengingat pasukan keamanan Israel dilatih untuk perang urban dan diberi izin membunuh.
Permasalahan kebrutalan polisi itu menyebabkan masalah serius di AS, sampai-sampai pada Juni 2020 lalu departemen polisi di Carolina Utara melarang pelatihan polisinya oleh militer Israel.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR