Intisari-online.com -Berita mengenai pengunjuk rasa petani di India telah ramai diberitakan.
Namun meskipun sudah berjalan sejak November 2020, protes ini tampaknya belum menunjukkan penyelesaian.
Petani India yang marah telah meninggalkan lahan-lahan mereka untuk menyerang New Delhi.
Puluhan ribu petani telah tinggal di tenda dalam kamp-kamp luas yang didirikan di jalan raya di luar ibu kota New Delhi.
Polisi telah mendirikan barikade besar dan ditutup dengan kawat berduri yang beridir beberapa ratus meter dari kamp.
Barikade itu didirikan guna mencegah petani merambah lebih dekat ke pusat Delhi.
Tidak jarang kekerasan terjadi selama demonstrasi.
Dengan negosiasi antara pemerintah dan gabungan petani masih berjalan, pengunjuk rasa tampaknya tidak akan pergi dalam waktu dekat.
Berikut adalah beberapa rangkuman mengenai protes terbesar di India tersebut.
Mengapa petani memprotes undang-undang baru
Sistem pertanian di India mengandalkan pemerintah untuk mengatur harga bahan pangan.
Berpuluh-puluh tahun lamanya pemerintah India telah menawarkan harga yang terjamin bagi petani, untuk beberapa hasil pangan.
Baca Juga: Tanam Padi Model Dam, Cara Efisien dan Kekinian untuk Bantu Produktivitas Petani
Hal ini menciptakan panduan stabil untuk membuat keputusan dan investasi untuk siklus pertanian tanaman tersebut.
Di bawah undang-undang sebelumnya, petani harus menjual produk mereka di lelang yang diadakan Komite Pasar Produk Pertanian India.
Dari situ mereka dijamin menerima harga setidaknya harga minimum yang disetujui pemerintah.
Ada larangan siapa yang dapat membeli, dan harganya sudah disesuaikan dengan baik.
Tiga undang-undang yang baru yang diinisasi oleh administrasi Perdana Menteri Narendra Modi telah menghapuskan struktur komite ini.
Yang terjadi adalah petani diperbolehkan menjual produk mereka kepada siapapun dengan harga yang tidak diatur lagi.
Argumen Modi adalah hal ini memberikan kebebasan kepada petani untuk menjual langsung kepada pembeli tanpa adanya perantara.
Mereka juga bisa menjual ke negara lain atau rantai perusahaan retail secara langsung.
Namun bagi petani undang-undang baru itu akan memperbolehkan perusahaan besar mengendalikan harga sesuka hati mereka.
Sementara petani memang bisa menjual produknya dengan harga tinggi jika memang ada permintaan, tapi ketika permintaan menurun maka mereka pun tidak akan mendapatkan harga minimal bertahun-tahun lamanya terutama jika ada stok terlalu banyak.
Mengapa menjadi isu politik?
Isu ini segera menjadi isu politik karena hal ini menjadi tantangan unik bagi Modi.
Pertanian adalah sumber utama kehidupan bagi 58% penduduk India, total 1.3 miliar penduduk.
Petani adalah para pemilik suara terbanyak di negara itu, menjadikan pertanian sebagai isu politik paling utama.
Membuat marah para petani dapat menjadi kekalahan Modi dalam pemilu tahun 2024 mendatang.
Modi dan partainya, Partai Bharatiya Janata telah mencoba memenangkan para petani dengan sejumlah proposal kebijakan bertahun-tahun ini.
Tahun 2014, BJP mengatakan semua harga hasil panen harusnya memiliki harga minimal 50% lebih tinggi dari biaya produksi.
Tahun 2016, Modi menetapkan target meningkatkan pendapatan petani menjadi 2 kali lipat tahun 2022.
Pemerintah India masih bersikeras undang-undang baru itu sebagai hal yang bagus, sejak meningkatkan kompetisi pasar dapat meningkatkan pendapatan petani.
Modi mengatakan undang-undang baru itu bisa membuka industri pertanian India ke pasar global dan menarik investor asing.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini