Penulis
Intisari-Online- Jarum jam masih menunjukkan pukul 06.00. Matahari pun masih bersembunyi di balik awan yang memayungi Gunung Lawu. Hanya semburatnya saja yang terlihat merona.
Udara pagi masih dingin, tetapi semangat Ponimin (40) dan dua rekannya untuk bekerja di sawah tidak surut.
Ponimin adalah warga Desa Polodadi, Karanganom, Klaten yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga penanam padi di pinggir desa tempatnya tinggal.
Setiap hari, sejak pagi buta ia dan rekan-rekannya yang bermata pencaharian serupa sudah melumpur di sawah, menjual tenaganya untuk membantu petani menanam padi (nandur).
Baca Juga: Kominfo Telah Siapkan Tiga Langkah Strategis Demi Tingkatkan Pemanfaatan Teknologi AI
Jika merujuk pada tradisi, tenaga tandur dulunya hanya dilakoni oleh perempuan. Istilah tandur muncul karena cara melakukannya yang mengharuskan si penanam padi berjalan mundur.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kaum laki-laki pun juga melakukannya di sawah.
Selain itu, kini nandur tidak dilakukan dengan berjalan mundur. Dengan hadirnya model sawah dam kegiatan nandur dilakukan dengan berjalan maju. Cara ini dinilai lebih efisien waktu bagi para petani.
“Dulu nandur itu dilakukan jalannya mundur dengan menggunakan blak (bilah bambu sebagai alat bantu tanam—red). Kini, dengan model dam tanam padi dilakukan dengan cara maju,” jelasnya di tengah kegiatan tanam padi di Desa Belangwetan, Klaten, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu, (18/11/2020).
Menanam padi dengan model dam, lanjut Ponimin, kini menjadi pilihan praktis dan cepat bagi para petani untuk menanam padi. Ia pun menjelaskan bagaimana proses menanam padi dengan model dam.
Titik tanam sudah ditentukan dengan alat bantu. Pematang sawah kemudian dibuat petak-petak kecil seperti permainan dam anak- anak tempo dulu. Sistem ini, kata Ponimin, juga sesuai model yang dianjurkan pemerintah yaitu jajar legowo.
"Hari ini kami bertiga menyelesaikan satu patok sawah. Teman kami pak Slamet yang membuat garis petak. Sedangkan saya dan Agus bertugas menanam pagi," kata Ponimin sambil menancap bibit - bibit padi ke tanah.
Agus (20) rekan Ponimin yang telah berprofesi sebagai tenaga tanam padi selama 5 tahun mengatakan, menanam model dam lebih efesien karena bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit.
Di tengah semakin sulitnya mencari tenaga tandur akibat modernisasi, model dam menjadi solusi.
Baca Juga: Jamin Standar Perangkat, BBPPT Topang Akselerasi Transformasi Digital
"Satu patok sawah bisa diselesaikan tiga orang. Petani tidak susah repot-repot menyiapkan bibit padi, karena bayaran sudah terhitung dengan bibitnya" terang Agus.
Dengan begitu, produktivitas terjaga dan proses tanam padi bisa lebih murah. Untuk jasa tanam padi model dam dengan luas satu patok misalnya, Agus memasang tarif Rp 550.000 sampai Rp 600.000 tergantung luasannya.
"Tarif itu sudah termasuk bibitnya dan yang penting sawahnya siap tanam. Petani tinggal menengok sawah, padi sudah ditanam. Padi yang kami tanam dengan pembibitan sistem keset jadi padi tidak mudah mati dan cepat menyesuaikan dengan tanah. Bagi yang membutuhkan jasa tanam padi model dam bisa WA kami di nomor 08564141990," kata Agus.
Ponimin dan rekannya merupakan contoh tenaga penanam padi yang beradaptasi dengan zaman dan peka membaca peluang.
Baca Juga: Pemerintah Perkuat Infrastruktur TIK Mulai dari Destinasi Pariwisata Super Prioritas
Tanam padi model dam bisa menjadi solusi bagi petani ketika tidak ada lagi warga desa yang ingin menjadi tenaga tandur. Tenaga tanam padi kini naik kelas dengan hadirnya tanam padi model dam. Bukan lagi tenaga marginal, tapi menjadi profesi yang menjanjikan.