Intisari-online.com -Kasus penyelidikan atas peristiwa serangan bom di Indonesia tahun 2002 dan 2003 belum sepenuhnya berakhir.
Departemen Pertahanan Amerika Serikat Pentagon umumkan hari Kamis lalu jika mereka akan melaksanakan pengadilan militer atas tiga orang pelaku kasus Bom Bali 1 dan Hotel J.W. Marriott di Jakarta.
Tiga orang tersebut akan didakwa terlibat dalam serangan bom pada tahun 2002-2003 tersebut.
Mereka adalah Encep Nurjaman alias Hambali, Muhammad Nazir Bin Lep dan Muhammad Farik Bin Aman.
Hambali diduga merupakan pemimpin dari gerakan Jama'ah Islamiyah, yang merupakan cabang dari Al-Qaeda di Asia Tenggara.
Melansir situs berita wuky.org, media berita dari University of Kentucky, Hambali dan dua tersangka lain sudah hampir 20 tahun berstatus sebagai tersangka.
Mereka ditahan oleh AS sejak 2003 di Thailand, lalu mereka dipindahkan ke kamp militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba, pada tahun 2006.
Ketiganya dituduh merencanakan dan membantu melaksanakan serangan mematikan pengeboman klub malam di Bali tahun 2002 yang membunuh 202 korban.
Setahun kemudian mereka beraksi kembali lakukan pengeboman di Hotel J.W. Marriott di Jakarta, menewaskan 11 orang dan lusinan alami luka-luka.
Kasus terhadap ketiganya dilaporkan telah ditunda selama administrasi Trump, setelah pejabat militer menolak untuk menghukum hanya Hambali saja.
Pentagon tampaknya melanjutkan pengadilan militer ketiganya di bawah administrasi Biden.
Masih kurang jelas mengapa ada perubahan ini.
Baca Juga: Uangnya untuk Foya-foya, Prajurit TNI Jual Senjata dan Amunisi ke KKB
Kamis lalu, pejabat senior militer menyetujui daftar dakwaan resmi non-kapital yang dihadapi ketiga pria tersebut.
Termasuk di dalamnya persekongkolan, pembunuhan, percobaan pembunuhan dan dengan sengaja menyebabkan luka tubuh yang serius.
Termasuk juga tindakan terorisme, menyerang warga sipil, merusak benda-benda sipil, properti dan fasilitas umum, yang disebutkan Pentagon semuanya melanggar hukum perang.
Jaksa militer sebelumnya sudah memasukkan tuntutan atas mereka ke komisi militer di Guantanamo.
Namun Pentagon yang memegang otoritas atas persidangan tahanan di Guantanamo belum memberikan lampu hijau untuk laksanakan persidangan.
Mengenai proses militer di Guantanamo sendiri, sebenarnya sudah mangkrak bertahun-tahun karena berbagai halangan hukum dan kesulitan logistik untuk melaksanakan persidangan di sebuah pangkalan militer terpencil.
Salah satu yang paling terkenal adalah persidangan terhadap lima orang yang didakwa atas serangan teroris di New York pada 11 September 2001.
Namun sidang itu berhenti di tengah jalan khususnya di tahap pra-persidangan sejak jaksa militer membacakan dakwaan terhadap orang-orang tersebut pada bulan Mei 2012.
Sampai sekarang, Pentagon belum menetapkan tanggal persidangan lanjutan bagi mereka.
Militer AS menahan 40 orang di Kamp Guantanamo.
Presiden AS Joe Biden dulunya menyatakan ingin menutup pusat penahanan militer di tempat itu, tapi belum ada rencana darinya untuk fasilitas tersebut.
Kamp militer tersebut termasuk salah satu penjara paling mengerikan di dunia.
Mengutip New York Times, di penjara Guantanamo sudah sering terjadi 'program penyiksaan' oleh CIA, kelompok mata-mata dan intelijen AS.
Salah satu tahanan Guantanamo bernama Abu Zubaydah, warga kebangsaan Arab Saudi yang ditahan di Pakistan sejak Maret 2002 atas tuduhan sebagai letnan senior Osama bin Laden dan anggota senior posisi ketiga/keempat di Al Qaeda, membeberkan berbagai penyiksaan yang ia terima di Guantanamo.
Penyiksaan itu ia terima saat ia ditahan selama 4 tahun di tempat tersebut.
Abu Zubaydah menggambarkan dengan sketsa-sketsa mengerikan, salah satunya tunjukkan satu tahanan telanjang dan diikat ke brankas kasar, seluruh tubuhnya terkepal saat ia hampir ditenggelamkan oleh interogator yang tidak terlihat.
Baca Juga: Guantanamo, Penjara CIA di Kuba yang Penuh Horor dan Bikin Musuh Bebuyutan AS Tak Bisa Berkutik
Sementara yang lainnya tunjukkan pergelangan tangannya diborgol ke jeruji tinggi di atas kepalanya sampai ia terpaksa berjinjit karena sangat tinggi, lengkap dengan luka panjang dijahit di kaki kiri dan jeritan keluar dari mulutnya.
Ada lagi gambaran seorang penculik membenturkan kepalanya ke dinding.
Nyatanya, hal itu adalah yang disebut teknik interogasi yang ditingkatkan, digunakan AS untuk pengejaran Al Qaeda di penjara rahasia di luar negeri setelah serangan 11 September 2001.
Program interogasi tersebut mendapat persetujuan oleh administrasi Presiden George W. Bush kala itu.
Zubaydah menjelaskan jika teknik-teknik itu juga digunakan padanya di sebuah situs hitam CIA di Thailand, Agustus 2002.
Baru lebih dari 10 tahun kemudian, Senat AS temukan jika CIA berbohong mengenai efektivitas dan brutalitas program tersebut, administrasi Obama akhirnya membubarkan program tersebut.
Ironisnya, tuduhan atas Zubaydah sebagai letnan senior Al Qaeda rupanya tidak benar.
Kemudian setelah perdebatan internal apakah Zubaydah bersedia datang ke interogator FBI, FBI justru menyewa dua psikolog kontrak CIA untuk membuat program mengerikan.
Program itu melibatkan kekerasan, isolasi, kurang tidur untuk lebih dari 100 pria di situs rahasia tersebut, yang beberapa digambarkan sebagai ruang bawah tanah.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini