Penulis
Intisari-online.com -Menjelang lengsernya Donald Trump banyak sekali drama yang mengikutinya.
Setelah ia resmi dimakzulkan kedua kalinya, Trump berhasil menarik pemimpin militer ikut campur politik Amerika Serikat (AS).
Mengutip CNN, Kepala Staf Gabungan akhirnya bergabung dalam krisis politik AS.
Hal itu terjadi atas hasutan Trump memimpin kerusuhan mematikan di Capitol, Washington D.C.
Padahal pada masa jabatannya selama 4 tahun, para pemimpin militer bintang empat itu sudah berikrar jika Pentagon tidak akan terlibat dalam politik, walaupun Trump berulang kali mencoba membawanya dalam orbit urusan partainya.
Namun setelah kekerasan yang terjadi di Capitol minggu lalu dan citra ketidakpastian demokrasi AS muncul di publik, para kepala staf tersebut merasa mereka perlu mengucapkan sesuatu.
Pesan mereka utamanya disampaikan untuk para pasukan AS.
Ajudan top untuk Jenderal Mark Milley, ketua Kepala Gabungan, mulai merancang apa yang disebut "Memorandum untuk Pasukan Gabungan" dan pada Selasa awal para kepala bertemu untuk mengesahkan pesan mereka.
Pertemuan mereka menjadi pertemuan kunci kedua dalam waktu kurang dari seminggu.
Setelah kericuhan Capitol mereka perlu bertemu berbicara mengenai apa yang terjadi dan cara maju ke depan.
Jadilah pesan untuk para tentara AS di seluruh dunia: "Kami mendukung dan mempertahankan Konstitusi. Tindakan apapun untuk mengganggu proses Konstitusi tidak hanya melawan tradisi, nilai dan janji kami, itu melawan hukum.:
Namun para kepala itu tahu betul memo akan dibaca di seluruh penjuru dunia, sehingga mereka benar-benar memilih kata-kata yang ingin mereka sampaikan.
Para kepala militer itu bukanlah anggota partai, tapi mereka menjadi antena kuat atas iklim politik.
Mereka tahu kapal saatnya berbicara, seperti yang terjadi atas kekacauan rasis tahun lalu.
Mereka juga tahu, memo itu menjadikan posisi mereka cukup sulit dengan Trump beberapa hari sebelum ia keluar dari Pentagon sebagai pemimpin komando.
Selasa lalu Trump membela pernyataannya yang telah menginspirasi pendukungnya untuk berunjuk rasa ke gedung Capitol.
Namun pemimpin komando itu membuat pendirian dengan memanggil para perusuh, mengatakan bahwa "hak kebebasan berbicara dan berkumpul tidak memberi siapa pun hal untuk menggunakan kekerasan, hasutan dan pemberontakan." sebuah pernyataan yang ditolak panglima tertinggi mereka untuk dibuat.
Memo itu juga membuat poin kritis bahwa "militer AS akan mematuhi perintah yang sah" dari pimpinan sipil. Ini mungkin baris paling penting untuk diingat.
Para kepala dan komandan tempur di seluruh dunia telah memikirkan apa yang akan mereka lakukan jika Trump mengeluarkan perintah ilegal, dan jawabannya sederhana: Mereka tidak akan mengikutinya, menurut beberapa pejabat Pentagon yang secara langsung mengetahui pemikiran mereka.
Semua pasukan AS dilatih untuk mengikuti perintah resmi, tapi dalam lingkungan yang berubah ini, tidak ada yang secara terbuka mengatakan bagaimana para pimpinan militer menolak perintah Trump.
Namun di dalam lingkaran lingkungan militer senior, hal itu sangat dipahami.
Untuk menjadi legal, perintah aksi militer harus memiliki target yang valid, serta harus memperhatikan moral dan etisnya dan juga menggunakan pasukan yang proporsional.
Pemimpin komando tidak dengan mudah mengirim serangan nuklir, melemparkan bom atau rudal atau mengirim pasukan tanpa alasan apapun untuk aksi militer.
Perintah presiden memiliki banyak lapisan ulasan untuk memastikan pemimpin komando dapat lakukan perintah tersebut.
Namun jika perintahnya saja ilegal, apa yang terjadi? Pembuat hukum dan pemimpin Pentagon menjelaskan kepada presiden mengapa perintahnya tidak bisa dilaksanakan.
Jika presiden tidak mau mendengar, tidak ada pilihan lagi, ia harus mengundurkan diri.
Dengan mengisukan pernyataan ini, Kepala Gabungan telah mengatakan secara pribadi dan publik apa yang dipertaruhkan.
Namun yang paling meresahkan adalah tidak ada yang tahu jika Presiden sedang mendengarkan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini