Advertorial
Intisari-online.com -Afghanistan adalah salah satu negara di Timur Tengah yang tidak berhenti berperang selama 40 tahun.
Sudah banyak sekali lapisan dan generasi sakit dan duka yang menumpuk atas konflik mereka.
Salah satu warga Afghanistan, Fakhria Hayat mengingat serangan yang mengubah hidup keluarganya.
Saat itu tahun 1995, dan ibukota Afghanistan dikepung, diserang oleh roket yang ditembakkan oleh kelompok mujahidin musuh mereka.
Salah satu roket menyerang kediaman keluarga gadis itu, kakak laki-lakinya meninggal dan kakak perempuannya cacat dan harus hidup di kursi roda seumur hidupnya.
Tahun 2000, Danish Habibi masih hanya seorang anak kecil, tapi saat itu Taliban menyerang desanya, Bamiyan Valley.
Hanya mimpi buruk yang ia ingat saat itu, banyak pria dipisahkan dari istri dan anak-anak mereka.
Lusinan warga dibunuh, sedang ayah Habibi menghilang, dan kembali dalam keadaan mengerikan sampai tidak bisa bekerja lagi.
Habibi tidak tahu bagaimana caranya ia menerima perdamaian dengan Taliban.
Sementara itu, Reyhana Hashimi masih ingat bagaimana saudaranya yang masih 15 tahun, terbunuh oleh pasukan keamanan Afghanistan.
Saat itu tahun 2018, Atifa, saudaranya, pergi berangkat untuk hadiri ujiannya, tapi ia justru terjebak dalam protes untuk menangkap pemimpin Hazara.
Pasukan keamanan Afghanitan menembaki para protestan.
"Mereka menembak kakakku di jantungnya," ujar Reyhana.
"Tidak ada satu orang dari pemerintah yang datang untuk meminta maaf. Mereka mengatakan ia seorang protestan, padahal ia bukan protestan. Ia hanya ingin datang ke ujiannya."
Dendam dan duka yang panjang ini menjadi bayangan panjang yang pengaruhi negosiasi Afghanistan di Qatar.
Mengutip Independent, Washington telah tandatangani perjanjian dengan Taliban pada Februari lalu.
Perjanjian tersebut memberikan akses untuk pembicaraan di Doha dan penarikan pasukan AS.
AS menganggap kesepakatan tersebut sebagai kesempatan terbaik menjaga perdamaian di Afghanistan.
Namun Afghanistan merasa tidak yakin akan hal itu.
Bagi mereka, mencegah perang baru sama pentingnya dengan akhiri perang yang saat ini terjadi.
Jika ditotal, Afghanistan telah berperang selama lebih dari 40 tahun.
Pertama adalah perang dengan invasi Soviet tahun 1979, mereka berperang selama 9 tahun.
Penarikan pasukan Soviet membuka perang sipil yang sebabkan faksi mujahidin memecah negara tersebut untuk kekuasaan dan membunuh lebih dari 50 ribu orang.
Kemudian, Taliban masuk tahun 1996, dan kepemimpinan represif militan bertahan sampai invasi yang dipimpin AS masuk tahun 2001.
Sejak itu, nasib negara makin tidak jelas.
"Kita harus pahami jika telah banyak penderitaan di semua sisi, semua warga Afghanistan telah menderita di waktu yang berbeda," ujar mantan Presiden Hamid Karzai, presiden yang dipilih secara demokrasi pertama kali setelah Taliban gugur.
"Semua telah lakukan bagian mereka, sayangnya, dalam membawa kesengsaraan kepada warga dan negara kami," ujar Karxai.
"Tidak ada yang bisa menunjuk seseorang dan mengatakan kalian telah sebabkan ini semua," ujar presiden yang tinggalkan kantornya tahun 2014 setelah menjabat 2 kali.
Namun warga tahu persis siapa yang sebabkan strategis ke keluarga mereka.
Hayat ingat roket yang membunuh adik laki-lakinya itu ditembakkan oleh pria suruhan Abdul Rasul Sayyaf.
Sayyaf terkenal atas ikatannya dengan Al-Qaeda di tahun 1990an dan menjadi satu inspirasi kelompok teroris Filipina Abu Sayyaf.
Ia juga merupakan politikus kuat di Afghanistan setelah tak ada Taliban, sering bertemu dengan presiden berikutnya, Ashraf Ghani.
Baca Juga: Baku Tembak Mengerikan Ini Tewaskan WNI yang Sandera Abu Sayyaf di Filipina
Komandan mujahidin seperti Sayyaf tetap kuat sejak invasi AS tahun 2001 dan mengepalai faksi senjata berat.
Termasuk di dalamnya Gulbuddin Hekmatyar, yang merupakan salah satu teroris terdaftar di AS sampai ia tanda tangani pakta perdamaian tahun 2017 dengan pemerintah Ghani.
Ada juga komandan dari Uzbekistan, Marshal Rashid Dostum, yang telah dituduh terlibat berbagai kejahatan pelanggaran HAM.
Saat kekalahan Taliban tahun 2001, serangan balas dendam meningkat, dan etnis Pashtuns, yang merupakan tulang punggung Taliban dipermalukan dan dihukum saat kembali ke desa mereka.
Hasilnya, banyak yang kembali ke gunung untuk melarikan diri, atau malah lari ke Pakistan.
Hal itu membuat Taliban terbentuk kembali, dan saat ini jadi jauh lebih kuat sejak tahun 2001.
Taliban saat ini mengontrol atau memegang kendali hampir separuh negara.
Inilah yang menjadi ketakutan warga Afghanistan yang utama, yaitu faksi-faksi Afghanistan berebut kekuasaan saat tidak ada pasukan AS dan NATO.
Di bawah kesepakatan Washington dengan Taliban, pasukan AS akan ditarik pada April 2021 mendatang.
Taliban diberi kehormatan janji mereka melawan kelompok teroris, salah satunya ISIS.
Namun Trump kejutkan militernya dengan mempercepat penarikan tentara akhir tahun ini.
Karzai sendiri menyayangkan hal itu.
"Sayangnya, tiap kali ada perubahan, seseorang akan mencoba berkuasa. Itu tidak akan berhasil dan tidak pernah berhasil," ujarnya.
"Mari kita belajar dan mulai maju ke depan.
"Sehari setelah perdamaian, kita harus ketahui bahwa semua warga Afghanistan termasuk nagian negara ini… dan Afghanistan menjadi milik semua orang di negara ini, dan ktia harus tinggal sebagai warga negara di negara ini."
Namun sejauh ini, hanya ada tanda kecil hal itu terjadi.
Ribuan tahanan Taliban yang dilepaskan sebagai bagian dari perdamaian telah hadapi serangan balasan, pembunuhan dan penyekapan.
Mereka juga mendapat cemooh dari pejabat lokal.
Salah seroang tahanan, Muslim Afghan, mengatakan ia jarang tinggalkan rumahnya di Kabul karena takut dipermalukan.
Ada yang ikut Taliban dan karena itu, sisa keluarganya dipermalukan.
Karena hubungan keluarga, ia ditangkap oleh Taliban.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini