Advertorial
Intisari-online.com -Mengutip dari Reuters, mantan penasihat keamanan nasional untuk Donald Trump John Bolton menyebutkan pada Selasa kemarin jika Amerika seharusnya pertimbangkan sanksi ekonomi terhadap Rusia.
Hal tersebut ia sebutkan setelah beredar rumor jika Vladimir Putin, presiden Rusia, membayar pasukan Taliban untuk membunuh warga Amerika di Afghanistan.
Meski masih rumor, menurut Bolton jika hal tersebut benar terjadi, maka sanksi ekonomi merupakan gerakan tepat oleh Trump dalam merespon krisis yang membahayakan warganya.
Ia juga sebutkan jika memang benar adanya, sama saja Rusia menyerang Amerika secara langsung.
Serta, publikasi terkait hal tersebut sepertinya telah timbulkan kekacauan dan kebingungan di dalam Gedung Putih.
"Apa yang kita perlukan adalah strategi lebih komprehensif untuk menangani Rusia.
"Kurasa di dalam pemerintahan Rusia yang dipimpin oleh Vladimir Putin, ada seseorang memainkan tangannya dengan sangat baik.
"Dan saya benar-benar tidak berpikir kita bermain tangan," ujarnya.
Bolton menolak untuk mengkonfirmasi atau menampik laporan yang telah diterbitkan di New York Times dan Washington Post terkait hasil penyelidikan intel Amerika mengenai perburuan itu.
Donald Trump sendiri pada Senin kemarin menampik jika ia telah dibriefing mengenai hal tersebut.
Padahal, laporan dari New York Times sebutkan hal itu akan timbulkan lebih banyak kematian pasukan Amerika di Afghanistan.
"Sudah disarankan di Kongres jika Rusia dianggap sponsor terorisme jika kami putuska laporan intel ini benar.
"Kurasa kami harus merespon sangat kuat untuk mencegah itu terjadi," ujar Bolton dalam wawancara dengan Reuters.
Minimalnya, Amerika bisa berikan sanksi ekonomi dalam meresponnya.
Bolton sendiri memang terkenal sangat kritis terhadap pemerintahan Trump.
Ia menyebut Trump telah bermuka dua dengan Rusia, sering mengeluh mengenai tindakan yang diambil Moskow tetapi selalu berbaik sikap dengan Putin.
Selanjutnya Bolton sebutkan China yang agresif adalah "tantangan kepada Amerika dan pihak Barat secara keseluruhan".
Ia berang Trump telah salah menafsirkan perlakuan China terhadap Hong Kong dan minoritas Uighur di provinsi Xinjiang untuk penuhi hasratnya sendiri terkait perjanjian perdagangan dengan Beijing.
Bolton sebutkan hati Trump tidak akan keras terhadap China karena ia "khawatir menyakiti temannya" yaitu Xi Jinping.
"Ia tidak peduli mengenai represi HAM di Hong Kong atau di provinsi Xinjiang melawan Uighur atau minoritas agama lain di China," terang Bolton.
Khawatir Trump Menang Lagi
Selanjutnya, Bolton juga sebutkan kekhawatirannya jika Trump bisa menangkan pemilu AS pada 3 November mendatang.
Ia khawatir terkait masa depan NATO jika Trump kembali terpilih, karena kecenderungan Trump untuk menarik pasukan Amerika pulang.
Minggu lalu Trump sudah sebutkan ia ingin menarik pasukan dari Jerman, padahal tentara Amerika telah dikirim ke sana selama puluhan tahun.
Alih-alih, Trump sebutkan ingin menaruh pasukan di Polandia, yang disebut Bolton sebagai tindakan yang bagus, daripada membawa mereka pulang ke Amerika.
Sayangnya, Bolton merasa Trump masih bisa menangkan pemilu AS meski Trump dari Partai Republik ketinggalan jejak Demokrat Joe Biden dalam jajak pendapat.
"Saya pikir kekalahan Joe Biden di November besok tidak bisa dihindari.
"Jangan pernah meremehkan kapasitas Demokrat untuk meledakkan pemilihan," ujarnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini