Intisari-Online.com - Terpisahnya anak-anak Timor Leste dari keluarganya merupakan salah satu kisah yang tersembunyi di balik invasi Timor Leste oleh Indonesia.
Invasi Timor Leste oleh Indonesia terjadi tahun 1975, yang kemudian menjadikan Timor Leste sebagai bagian wilayahnya.
Saat itu Timor Leste dikenal sebagai Timor Timur diduduki Indonesia selama 24 tahun hingga akhirnya lepas pada tahun 1999 melalui referendum.
Antara tahun 1975 hingga 1999, perlawanan kelompok pro kemerdekaan Timor Leste terhadap tentara Indonesia terus berlangsung, perang gerilya dilancarkan oleh mereka.
Baca Juga: Pria Asal Timor Leste Buat Onar dengan Pisau Daging di Inggris
Rupanya, diantara tahun-tahun yang kelam itu, terjadi pula penculikan terhadap anak-anak Timor Leste oleh Tentara Indonesia, setidaknya seperti itu yang dikisahkan oleh para korban, salah satunya oleh pria bernama Alis Sumiya Putra dan wanita bernama Nina Pinto.
Alis Sumiya Putra merupakan anak Timor Leste yang terpisah dari keluarganya berpuluh-puluh tahun, setelah ia 'diadopsi' oleh tentara Indonesia.
Namun, pengambilan Alis dari Timor Leste terjadi begitu saja tanpa diketahui orangtuanya.
Kisah Alis dapat dibaca pada artikel Intisari Online berjudul "Berawal dari Ditanya Ibu Kota Indonesia saat Main Judi di Tengah Jalan, Bocah Timor Leste Ini 'Diculik' Anggota TNI dan Tak Pernah Kembali Lagi ke Tanah Kelahirannya".
Dalam film dokumenter oleh Anne Barker berjudul 'The Return of East Timor's Children', dilansir dari kanal Youtube Al Jazeera, Nina Pinto, adalah salah satu sosok yang 'berjasa' atas pertemuan Alis dan keluarganya di Timor Leste.
Ia mencari dan menemui Alis karena mengetahui keluarga pria tersebut mencarinya.
Kedatangan Nina ke tempat tinggal Alis pun membuat pria yang berdomisili di Jawa Barat itu terkejut, namun juga membangkitkan kembali kenangannya tentang masa lalu di Timor Leste.
Membantu Alis dan orang-orang Timor Leste lainnya yang diculik ke Indonesia untuk bertemu dengan keluarga di Timor Leste, rupanya Nina pun mempunyai kisah kelam.
Nina juga merupakan salah satu anak yang menjadi korban penculikan itu.
Seperti Alis, Nina diculik dari Timor Leste saat masih anak-anak, kemudian namanya diganti.
Ia dibesarkan dalam keluarga Tentara Indonesia yang mengambilnya.
Namun, tidak seperti Alis yang diperlakukan dengan baik oleh keluarga angkatnya, Nina mengungkapkan dia diperlakukan buruk.
"Apa ya, di rumah saya itu jadi kaya pembantu gitu, bantuin semuanya. Yang cuci baju, bantu masak, semua.
Bukan hanya mengerjakan semua pekerjaan rumah padahal ia masih kecil, Nina juga mengungkapkan bagaimana ia dilecehkan oleh orangtua angkatnya.
"Disuruh untuk apa namanya, ya kalo disuruh enggak, maksudnya dia suka pegang-pegang saya lah, inilah inilah (sambil memegang dadanya), dari kecil tuh," katanya.
Masih kanak-kanak, Nina mengaku tak bisa berbuat apa-apa selain menangis.
"Ya paling saya bisanya nangis gitu. Hanya bisa nangis kalau pengen berlindung bertemu keluarga," ungkapnya.
Beranjak remaja, Nina akhirnya memiliki keberanian untuk melarikan diri dari perlakuan buruk orangtua angkatnya.
Ia nekat kabur dari rumah orangtua angkatnya ketika menginjak usia 17 tahun.
Kemudian Nina pindah untuk tinggal bersama temannya dan kembali menggunakan nama aslinya.
Saat itu, kerinduannya pada keluarga kandungnya pun tidak memudar, meski dikatakan oleh keluarga angkatnya bahwa orangtua Nina telah tiada.
Nina yang begitu lama menyimpan kerinduan pada orangtua kandungnya tak begitu saja percaya.
"Orangtua angkat saya bilang sama saya keluarga saya sudah meninggal. Tapi saya berpikir apa ya, ngga mungkin saya yakin mereka masih ada. Tapi bagaimana carinya ya?," kisahnya.
Nina beruntung, akhirnya pada 2009, keluarga nina menemukannya.
Doa ibu Nina selama 30 tahun untuk pertemuan mereka akhirnya terbayar.
Sambil berkaca-kaca, Nina mengenang pertemuan mengharukan antara dirinya dan sang ibu.
Mereka akhirnya bisa sedikit menebus waktu yang telah hilang, kebersamaan yang berpuluh-puluh tahun telah direnggut paksa dari mereka.
"Karena saya waktu itu perginya masih kecil, terus mamah bilang 'kamu mau dipangku?' katanya,"
"Terus akhirnya dipangku deh. udah dari situ kita cerita tentang bagaimana perjalanan itu," Nina mengisahkan.
Kini Nina telah menikah dan memiliki dua anak laki-laki.
Telah melalui kisah memilukan, Nina kini bekerja dengan sebuah NGO bernama AJAR atau Asia Justice And Rights, untuk menemukan anak korban penculikan lainnya dan mengembalikan mereka ke rumah untuk bertemu keluarga mereka.
Dari pekerjaannya itulah, Nina menemani alis kembali ke timor Leste.
Selain Alis, beberapa orang Timor Leste yang terpisah dari keluarganya melakukan perjalanan yang sama, kembali ke kampung halaman.
Sebelum menempuh perjalanan ke Timor Leste, sekelompok orang yang menjadi korban penculikan saat masih anak-anak itu berkumpul mengikuti workshop di Bali.
Terlihat air mata tumpah ketika mereka menceritakan pengalaman masing-masing.
Bukan hanya Nina Pinto saja yang mengalami kisah pilu perpisahannya dengan keluarga kandungnya yang kemudian diadopsi dan diperlakukan buruk.
Bahkan, meski Alis merupakan salah satu yang beruntung diadopsi oleh keluarga yang memperlakukannya dengan baik, ia pun turut merasakan kesedihan mereka.
Baca Juga: Baku Tembak Mengerikan Ini Tewaskan WNI yang Sandera Abu Sayyaf di Filipina
"Saya merasa tergugah, sakit gitu. Seperti saya pribadi, saya bersyukur orangtua saya itu kasih sayangnya, pendidikan juga, ekonominya,"
"Alhamdulillah bagi saya pribadi tapi untuk teman-teman saya ini nyeri saya dengarnya, sedih, dengan nasib-nasib saudara saya yang ada di Indonesia ini tidak seperti saya.
Menceritakan prosesnya menemukan anak-anak Timor Leste yang hilang, Nina mengungkapkan butuh proses yang panjang.
"Lama, prosesnya lama. Itu kita butuh ketemu berkali-kali untuk ini melakukan kaya healing gitu ya," jelasnya.
Sementara itu, kini Nina Pinto dapat sering mengunjungi dan berkumpul dengan keluarganya di Timor Leste.
Meski selama beberapa waktu, menemui keluarganya menjadi kesulitan tersendiri, kini itu telah menjadi hal yang normal.
Usai mendampingi Alis, ia pun menyempatkan diri untuk menemui ibunya.
Pertemuan rekan-rekan Alis dan Nina, 'korban penculikan' dari masa 1975-1999 lainnya pun penuh mata.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari