Advertorial
Intisari-Online.com - Perang Enam Hari dan Perang Yom Kippur, merupakan sebagian dari perang paling tak terlupakan yang pernah dihadapi Israel.
Dari peristiwa perang tersebut, ada tokoh Israel yang menonjol, salah satunya Moshe Dayan.
Dapat dikatakan bahwa Moshe Dayan merupakan salah satu lelaki Israel paling terkenal.
Ia pernah kehilangan salah satu matanya dalam Perang Dunia II sehingga mendapat julukan “jenderal si mata satu”.
Dayan yang dikenal ahli strategi tempur, mendapatkan kemasyhurannya sebagai pemimpin militer yang dikaitkan dengan kemenangan- kemenangan Israel di dalam konflik Timur Tengah.
Salah satunya adalah strategi tempur Dayan yang dipraktikkan dalam Perang Enam Hari yang berlangsung pada 1967. Dengan strategi ini Israel memperoleh kemenangan.
Padahal kemenangan-kemenangan tersebut sepertinya mustahil bagi Israel.
Sejak itu, Dayan menjadi sosok dengan aura manusia supermiliter.
Tidak seperti sejawat-sejawatnya seperti PM David Ben-Gurion yang dilahirkan di Polandia dan PM Golda Meir yang dilahirkan di Rusia, Dayan lahir di tanah leluhurnya, Israel.
Sejak muda ia sudah menunjukkan ke-Israel-annya, terutama saat bergabung dengan Hagannah.
Organisasi ini merupakan organisasi rahasia yang dibentuk untuk melindungi kaum Yahudi di Palestina dari serangan bangsa Arab.
Karena kegiatannya tersebut, Dayan bahkan sempat dipenjara pada 1939-1941.
Baca Juga: Panen Nutrisi dan Rezeki dari Buah dan Sayur 'Jelek', Kurangi Food Loss
Pengalaman buruk toh tak menghentikan Dayan. Ia justru kian dekat dengan kemiliteran.
Berkat persahabatannya dengan Ben-Gurion, Dayan masuk ke posisi tinggi militer dan politik di Israel.
Kariernya sebagai petinggi dimulai di usia 38 tahun.
Ia ditunjuk menjadi Kepala Staf, sebuah jabatan yang dipangkunya hingga tahun 1958.
Krisis Terusan Suez yang terjadi saat ia menjabat tak membuat Dayan mundur.
Justru sebaliknya, ini membuat Dayan teruji. Ia terbukti sukses mengatasi krisis.
Kesuksesannnya di dunia militer membuat Dayan menjadi salah astu tokoh paling legendaris di Israel.
Keahliannya dalam mengorganisasi dan mempersiapkan pasukan untuk serangan cepat kembali terbukti dalam Perang Enam Hari (1967).
Dalam perang tersebut, Dayan berasumsi bahwa bangsa Arab akan menyerang Israel. Jadi daripada menunggu diserang, Dayan memutuskan untuk menyerang mereka.
Sehari sebelum penyerangan, Dayan ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan.
Kesuksesannya dalam Perang Enam Hari begitu mengesankan hingga Dayan bisa mempertahankan posisi politiknya hingga 1974.
Begitu pula dalam Perang Yom Kippur (1973). Saat itu Dayan membaca serangan pasukan Mesir meski awalnya Israel berharap dikejutkan.
Berkat keahlian Dayan, Israel menang telak.
Padahal banyak yang yakin Mesir akan menang setelah kesuksesan di awal serangan.
Sepanjang kariernya, Dayan mungkin hanya melakukan kesalahan kecil.
Namun di era 70-an, banyak yang melihat Dayan terlalu ‘hawkish’ dalam melakukan pendekatan.
Saling kritik antara Dayan dengan Partai Buruh pun terjadi. Tahun 1974, Dayan yang masih merasakan dukungan besar masyarakat pindah ke oposisi.
Saat Menachem Begin mengambil alih kendali di Israel (1977), Begin menunjuk Dayan menjadi Menteri Luar Negeri.
Namun, Dayan berhenti dari jabatannya pada Oktober 1979.
Kesuksesan besar Dayan sebagai pimpinan militer membuat dirinya menjadi legenda.
Ia sukses menyeberang ke dunia politik dan memegang sejumlah posisi pemerintahan yang berpengalaman besar.
Banyak figur militer senior mencoba melakukan hal serupa. Tapi banyak yang gagal menyamai keberhasilan Dayan. (Moh Habib Asyhad)
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari