Advertorial

Menengok Kota Wuhan Setelah Merebaknya Virus Corona, Warga Hanya Punya Makanan Busuk Sampai Seperti Dipenjara di Dalam Rumah

May N

Penulis

Penderitaan kota Wuhan belum berakhir, setelah dinyatakan kota dikunci kini penduduk hanya punya makanan busuk untuk dimakan
Penderitaan kota Wuhan belum berakhir, setelah dinyatakan kota dikunci kini penduduk hanya punya makanan busuk untuk dimakan

Intisari-online.com -Virus Corona benar-benar membuat banyak negara panik disebabkan keberadaannya yang mungkin akan sulit dibasmi.

Mulai dari Indonesia yang dianggap gagap tanggapi pandemi sampai negara dunia kesatu sudah berlomba-lomba ciptakan vaksin, virus Corona Covid-19 telah menjadi ancaman global.

Wuhan, tempat merebaknya virus ini pertama kali, beberapa minggu yang lalu diberitakan menjadi sebuah kota mati.

Nyatanya penderitaan Wuhan dan warganya belum berakhir di sini.

Baca Juga: Belum Selesai Virus Corona 'Dibungkam', Anjing di Negara Ini Positif Terinfeksi Virus Corona, Buktikan Teori Anjing Dapat Sebarkan Virus Mematikan Ini

Dikutip dari Kompas.com, virus corona Covid-19 benar-benar membuat warga Wuhan serba susah.

Untuk makan saja, mereka harus selektif memilih makanan yang tidak busuk.

Kisah pilu warga Wuhan ini diungkap oleh AFP Jumat (28/2/2020).

Di pinggiran Kota Wuhan, kualitas makanan tidak baik dan harganya bikin geleng-geleng kepala.

Baca Juga: Virus Corona Merebak Kian Hebat di Jepang, Sampai-Sampai Masjid di Jepang ini Tidak Gelar Salat Jumat, Bagaimana Nasib Para Muslim?

"Di lingkungan tempat saya tinggal, kenyataannya benar-benar mengerikan," kata David Dai, yang berdomisili di pinggiran Wuhan.

Lebih lanjut, keluarga dari perempuan berusia 49 tahun ini harus benar-benar bergantung pada diri mereka sendiri.

Untuk stok bahan makanan, mereka telah mengeringkan dan menyimpan kulit lobak sebagai tambahan nutrisi di makanan.

Meski kompleks apartemennya sudah memiliki kelompok pembelian, Dai mengatakan penduduk setempat tidak puas dengan harga dan kualitas makanan yang beredar.

Baca Juga: Ibu Bayi ini Pasti Tidak Berpikir Anaknya Bisa Selamat Saat Tega Membuang Anaknya Sendiri, Tetapi Kini Sosoknya Justru Jadi Artis Terkenal, Reaksi sang Anak Saat Ibu Meminta Kembali Berhubungan Sangat Mengejutkan

"Banyak tomat, banyak bawang, mereka sudah busuk," katanya pada AFP. Dai juga mengatakan lebih dari sepertiga makanan harus dibuang karena tidak layak dikonsumsi.

Kelompok pembelian merupakan grup obrolan yang dibentuk untuk membeli makanan dan keperluan sehari-hari di Wuhan.

Mereka melakukannya via aplikasi WeChat.

Di Wuhan, diberlakukan pembatasan untuk pengiriman barang-barang belanjaan dari supermarket, termasuk makanan.

Baca Juga: Ledakan Terbesar di Alam Semesta Ditemukan Oleh Astronom, Berasal dari Black Hole Ekstra Besar! Berapa Jaraknya dari Planet Bumi?

Masing-masing supermarket memiliki harga dan ketentuan masing-masing, untuk paket pembelian barang dalam jumlah besar.

Biasanya yang dibeli adalah daging, sayuran, susu, dan "mie kering panas" hidangan khas Wuhan.

Deretan supermarket itu juga ada yang punya aplikasi sendiri di WeChat, sehingga pengguna bisa memilih paket dengan harga berdasarkan berat, yang akan dikirim dalam jumlah besar.

Di daerah tempat tinggal Guo Jing misalnya, lima macam sayuran termasuk kentang dan bayi kol seberat 5,5 kilogram (kg), dibanderol 50 yuan (sekitar Rp102 ribu).

Baca Juga: Ditikam Oleh Penggemarnya Sendiri Sampai 60 Kali, Mantan Bintang Kamen Rider dan AKB48 ini Kini Menuntut Polisi Atas Klaim 'Bukan Kejahatan Serius', Faktanya Negara Ini Sudah Revisi Undang-Undang 'Anti Stalking' Mereka

"Kamu tidak punya pilihan makanan. Kamu tidak punya keinginan pribadi lagi," keluh Guo dikutip dari AFP.

Selain minim pilihan, model pembelian kelompok seperti ini juga kurang mengakomodasi kelompok-kelompok kecil.

Sebab, supermarket punya persyaratan minimum pesanan di setiap pengiriman.

"Sejujurnya, tidak ada yang bisa kita lakukan," kata Yang Nan, manajer supermarket Lao Cun Zhang, yang butuh minimal 30 pesanan di satu pengiriman.

Baca Juga: Terbang Lewati Samudera Pasifik, Angkatan Laut Amerika Mengklaim Kapal Perang China Tembaki Pesawat Amerika 'Tidak Aman, Tidak Profesional'

"Kami cuma punya empat mobil," imbuhnya.

Yang menerangkan, tokonya tidak punya karyawan untuk melayani pesanan porsi kecil.

Sementara supermarket lain yang ditelusuri AFP menyebutkan, mereka membatasi pengiriman maksimal 1.000 pesanan per hari.

"Sulit mempekerjakan karyawan baru," ujar Wang Xiuwen, yang bekerja di divisi logistik toko.

Baca Juga: Kisah Viral Pernikahan 1 Hari di Sulawesi, Ketika Sang Istri Meninggal Mendadak Usai Pesta, Sang Suami pun Tak Kuat Menahan Kesedihannya, Begini yang Terjadi Padanya

Dia menuturkan, mempekerjakan terlalu banyak orang bisa meningkatkan risiko terkena infeksi virus corona Covid-19.

Akses ditutup

Tak hanya sulit mendapat makanan dan barang-barang kebutuhan harian, derita warga Wuhan juga bertambah karena lingkungan tempat tinggal mereka bisa tiba-tiba ditutup aksesnya tanpa peringatan lebih dulu.

Guo Jing, perempuan berusia 29 tahun warga setempat, mengatakan dia masih punya simpanan sayur, acar, dan telur asin untuk sebulan ke depan. Tapi yang membuatnya takut adalah penutupan dan pembatasan akses.

Baca Juga: Kisah Viral Pernikahan 1 Hari di Sulawesi, Ketika Sang Istri Meninggal Mendadak Usai Pesta, Sang Suami pun Tak Kuat Menahan Kesedihannya, Begini yang Terjadi Padanya

Di Wuhan, diberlakukan aturan pembatasan keluar dari kompleks.

Warga hanya diizinkan keluar kompleks setiap tiga hari sekali.

Guo adalah salah satu dari 11 juta penduduk di Wuhan, kota di Provinsi Hubei Tengah yang telah dikarantina sejak 23 Januari sebagai upaya pemerintah menahan penyebaran virus epidemik Covid-19.

Sejak karantina diterapkan, kehidupan warga Wuhan dikontrol sangat ketat oleh pemerintah setempat.

Baca Juga: Pengakuan Mengejutkan Wanita Berusia 129 Tahun Sebelum Meninggal: Merasa Tersiksa dengan Umur Panjangnya dan Tidak Pernah Bahagia Meski Hanya Satu Hari

AFP bahkan melaporkan, bulan ini ada peraturan baru yang melarang penduduk meninggalkan lingkungan mereka.

Bagi sebagian orang, ini mengancam mata pencaharian mereka.

"Saya masih tidak tahu di mana harus membeli barang, dan setelah selesai makan apa yang masih kita miliki di rumah," ucap Pan Hongseng, yang tinggal bersama istri dan dua anaknya.

Nahasnya, Pan kesulitan membeli bahan makanan dan barang kebutuhan sehari-hari karena komunitas di tempat tinggalnya "tidak ada yang peduli" pada layanan pembelian kelompok.

Baca Juga: Selain Beredar Masker Ilegal yang Tidak Punya Pelindung Antivirus, Tersangka Penimbun Masker Ilegal di Cakung Ini Terancam 5 Tahun Penjara

"Anak saya yang berusia tiga tahun bahkan tidak memiliki susu bubuk tersisa," kata Pan kepada AFP.

Pan juga menceritakan dirinya tidak bisa mengirim obat ke dua mertuanya yang berusia 80-an tahun, karena mereka tinggal di tempat berbeda.

"Aku merasa seperti pengungsi," ucap Pan.

Sementara itu yang dialami Ma Chen, pria berusia 30 tahun yang hidup sendiri, sedikit berbeda.

Baca Juga: Banyaknya Pasien Virus Corona Bisa Membuat Orang yang Lebih Tua dan Lemah Terancam Tak Mendapat Perawatan di Inggris, Dokter Ungkap Skenario yang Mungkin Terjadi

"Aku tidak tahu berapa banyak (makanan) yang harus kubeli," ucapnya.

(Aditya Jaya Iswara)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dilema Warga Wuhan: Mau Makan, tapi Makanan Sudah Busuk"

Artikel Terkait