Sementara itu di Indonesia, penelitian Heru Pradjatmo dan Deyna Primavita Pahlevi menemukan, kanker endometrial merupakan kanker ginekologik (kandungan) setelah serviks dan indung telur dengan prevalensi 46%.
Semula, Tetty tidak menerima diagnosa ini.
Jauh-jauh hari, ia telah menjalani vaksin HPV DNA untuk terhindar penyakit ini.
Namun setelah menerima faktor risiko kanker ini amat beragam, Tetty pun menuruti saran tim medis untuk melakukan kemoterapi.
Kemoterapi pertama direncanakan 8 kali, saat itu tumor marker-nya ada 500 lebih.
Sebelum kemoterapi ke-8, marker-nya turun hingga 200.
Ia pun lanjut melakukan radiasi, 27 di bagian luar, dan 3 di dalam.
Tiga bulan kemudian, ia kembali ke rumah sakit dan mendapati masih ada 90-an tumor marker yang tersisa.
Selama pengobatan, ia mendapati efek-efek samping seperti mual dan muntah.
Pembuluh darah baliknya pun sempat tersumbat, sehingga sebelah kakinya bengkak di paha.
Pada pengobatan ke-5, Tetty pun diberi pilihan, untuk melanjutkan kemoterapi dengan jenis obat berbeda, atau imunoterapi dengan obat percobaan.
Imunoterapi, kuatkan sistem imun lawan kanker
Suami Tetty mengajukan pembiayaan ke asuransi swasta yang dimiliki istrinya.
Beruntung, semua di-approve.
Baca Juga: Mengapa Kue Jahe yang Berbentuk Pria Selalu Ada di Hari Natal? Ternyata Begini Sejarahnya
Penulis | : | Trisna Wulandari |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR