Untuk itulah, menurut Susi, pemerintah wajib melakukan cara terbaik untuk menjaga keberlangsungan hidup lobster-lobster tersebut.
Lobster itu SDA yg Reneawble. Salah satu dr sedikit SDA laut yg bisa diakses/ ditangkap dg mudah oleh pancing, bubu dr para nelayan kecil di pesisir. Pengambilan tidak perlu dg kapal besar/alat modern lainnya. Negara wajib menjaga sumber livelyhood nelayan kecil ini dg Benar&Baik
— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) December 17, 2019
Lebih lanjut, dalam cuitan berikutnya, Susi menekankan pentingnya pengelolaan SDA yang terbaharui, termasuk melakukan pelarangan pengambilan dalam wujud plasmanutfah seperti benih lobster.
"Its A NO NO!!" tulis Susi.
Sebab, gara-gara tidak adanya pelarangan tersebut, maka kini sangat sulit menemukan atau menangkan lobster dengan berat lebih dari 100 gram.
Hal ini terjadi di Pangandaran, Pelabuhan Ratu, Jogja Selatan, serta beberapa wilayah lain termasuk di Sumatera.
Pengelolaan SDA yg renewable secara instant extractive & massiv harus dilarang. Apalagi pengambilan plasmanutfahnya. Its A NO NO !! Sblm thn 2000 an Lobster ukuran >100 gram di Pangandaran & sekitarnya pd saat musim bisa 3 sd 5 Ton per hari. Sekarang 100 kg/ hari saja tdk ada.
— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) December 17, 2019
Bahkan, menurut Susi, 15 tahun yang lalu seorang nelayan bisa dapat memancing 2-5 kg lobster per hari. Sementara kini hanya bisa 1-2 ekor saja.
KOMENTAR