Sampai akhirnya polisi mencoba menelusuri sinyal ponsel Atikah. Ponsel tersebut digunakan Zaky untuk menghindari kecurigaan keluarga Atikah dengan mengirim pesan palsu yang menyatakan bahwa dirinya sedang berada di Sukabumi, serta mengabarkan bahwa telah dirampok, diperkosa, dan dibuang di Cibubur, Depok, Jawa Barat.
Akhirnya ponsel tersebut justru menjadi bumerang bagi Zaky karena mempermudah pihak kepolisian melacak keberadaanya. Pada 22 Januari 2008, atau hanya berselang lima hari setelah pembunuhan, polisi menangkap Zaky di sebuah kontrakan di Jalan Kota Bambu Utara 2, Palmerah, Jakarta Barat.
Kontrakan Zaky diisi oleh sejumlah pedagang nasi goreng, profesi asli Zaky. Di kawasan yang banyak dihuni oleh para penjual makanan seperti bakso atau nasi goreng ini, Zaky dikenal sebagai seorang pria yang alim dan rajin beribadah.
Selain menangkap Zaky, polisi juga menemukan barang bukti berupa KTP, sepeda motor, helm serta ponsel milik Atikah.
Ponsel Zaky pun disita sebagai barang bukti beserta sepatunya yang masih terkena bercak darah. Dengan kaos dan celana jeans warna biru, Zaky masuk ke mobil polisi.
Delapan bulan kemudian, tepatnya pada 8 September 2008, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis bersalah Zaky Afrizal Nurfaizin dan memberinya hukuman penjara seumur hidup.
Artikel ini pernah dimuat di majalah Intisari dengan judul Caci Maki Berujung Mutilasi pada 2012.
KOMENTAR