Intisari-Online.com – Para mahasiswa dari seluruh universitas di Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, termasuk di depan Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta.
Mereka memprotes atas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan UU KPK oleh DPR dan Pemerintah.
Gerakan mahasiswa turun ke jalan tak hanya diikuti seribu dua ribu orang, tapi jutaan.
Warganet pun ikut mendukung gerakan mahasiswa dengan menggaungkan tagar #HidupMahasiswa di Twitter.
Hingga pagi ini, tagar tersebut sudah dipakai dalam 1,79 juta twit. Berbicara tentang gerakan mahasiswa, aksi seperti ini sudah lahir sejak ratusan tahun lalu.
Sejarah mencatat unjuk rasa tertua dilakukan oleh mahasiswa Universitas Paris pada 1229.
Sementara di Indonesia, gerakan mahasiswa dilakukan jauh sebelum kemerdekaan dan seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.
Namun, kenapa gerakan mahasiswa selalu jadi yang terdepan dalam memperjuangkan suatu isu dan masalah bangsa?
Di Indonesia, gerakan mahasiswa merupakan kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam dan luar perguruan tinggi untuk meningkatkan kecapakan, intelektualitas, dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.
Rizqy Amelia Zein, dosen psikolog sosial dari Universitas Airlangga, Surabaya melihat ada dua faktor yang membuat mahasiswa selalu jadi yang terdepan ketika melakukan unjuk rasa secara umum.
Pertama, mahasiswa lebih mudah digerakkan dan lebih mudah bergerak karena mahasiswa memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan suatu persoalan.
Kedua, pada dasarnya peran mahasiswa secara sosial ditujukan untuk hal-hal yang sifatnya pada revolusi dan perubahan.
"Perubahan itu asalnya dari mahasiswa," kata Amel kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (25/9/2019).
“Karena peran mereka (mahasiswa) secara historis dan sosial, mereka disiapkan untuk menjadi kelompok yang mengakselerasi (mempercepat) perubahan.”
Sementara dalam konteks yang terjadi sekarang, Amel melihat gerakan mahasiswa sedang menyuarakan hal-hal yang berbau ruang pribadi dan ruang publik.
"Keberatan utamanya adalah, pemerintah harusnya mengatur ruang publik tapi sampai (mengatur) ke ruang private," kata Amel.
"Lalu kemudian (pemerintah) menerjemahkan ruang publik dan ruang private sangat bermasalah, terutama UU Pencegahan Seksual (UU Penghapusan Kekerasan Seksual atau UU PKS)," imbuh Amel.
Baca Juga: Sempat Viral, Obyek Wisata Negeri di Atas Awan Gunung Luhur Ditutup Sementara, Ini Alasannya
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR