Advertorial
Intisari-Online.com -Tingginya angka kenaikan iuranBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mencapai 100 persen atau dua kali lipat mendapat keluhan dari banyak masyarakat.
Namun, karena kenaikan tersebut sudah resmi dan dipastikan berlaku pada 1 Januari 2020, beberapa warga memilih untuk "mengalah" dengan cara turun kelas.
Seperti yang dilakukan oleh sejumlah peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
M. Noval (33) warga Bekang, Desa Cibarusah Jaya, Kecamatan Cibarusah itu mengaku keberatan jika harus menanggung biaya iuran yang berlipat ganda.
Baca Juga: Siap 'Menyusul' BPJS Kesehatan, Tarif-tarif Ini Bakal Naik Tinggi Tahun Depan, Listrik Salah Satunya
"Ya sangat membebani masyarakat karena masalah rencana kenaikan BPJS ini sudah sangat ramai (dibahas) di pemberitaan media hingga media sosial," katanya, Jumat (1/11/2019), seperti dikutip Antara.
Sebagai peserta mandiri Kelas I, Noval mengaku, saat ini ia bersama istri dan satu buah hatinya membayar Rp 240.000 per bulan.
Sementara jika tetap memaksakan menjadi peserta Kelas I, maka mulai tahun depan iuran setiap bulannya dipastikan berlipat menjadi Rp 480.000.
"Ya alternatifnya mau nggak mau harus turun kelas daripada harus membayar iuran sebesar itu tiap bulannya," kata dia.
Hal senada dikatakan Clara Faradhika (24) asal Desa Sukasari, Kecamatan Serang Baru.
Meski tidak membayar penuh lantaran mendapat subsidi dari perusahaan tempat suaminya bekerja, ia mengaku kenaikan iuran dirasa tetap memberatkan.
"Karena kalau naik, potongan gaji suami juga pasti akan lebih besar karena yang terdaftar ada empat anggota keluarga. Saya, suami, dan dua orang anak saya," katanya.
Pemerintah telah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai Januari 2020. Kenaikan iuran itu mencapai dua kali lipat dari tarif saat ini.
Kelas III mandiri dari semula Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per peserta per bulan, kelas II mandiri naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, serta kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.
Kenaikan iuran ini tertuang dalam Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019 lalu.
Terancam Tak Bisa Urus SIM dan Paspor
Pilihan untuk menurunkan kelas BPJS Kesehatan juga terasa masuk akala setelah dikabarkan bahwapemerintah tengah menyiapkan sanksi bagi para peserta yang menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Tanpa Biaya, Kini Peserta BPJS Kesehatan Bisa Naik Kelas Secara Gratis, Ini Syaratnya
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, penunggak iuran BPJS Kesehatan terancam tak bisa mengurus perizinan pembuatan Surat Izin Mengemudi ( SIM) hingga paspor.
“Nantinya, misal untuk perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) akan ada syarat pelunasan BPJS Kesehatan. Ada juga untuk paspor,” ujar Fachmi di kantornya, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Namun, sanksi tersebut masih dalam tahap pembahasan di tingkat kementerian. Nantinya, sanksi tersebut akan diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres).
“Saat ini, masih dalam pembahasan di Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dengan semua pihak," kata Fachmi.
Fachmi menuturkan, selama ini pihaknya masih melakukan penagihan secara persuasif kepada para peserta yang menunggak.
“Apabila menunggak kami akan melakukan penagihan. Kami akan gunakan cara paling lembut. Begitu peserta tidak bayar tunggakan, kita telepon untuk ingatkan sampai 3 bulan. Jika tidak juga membayar, kita penagihan langsung. Itu pendekatan non regulatif,” ucap dia.
Cara Turun Kelas bagi Peserta Mandiri
Dengan besaran angka kenaikan beserta ancaman administrasi jika tak mampu membayar, maka wajar jika sebagian masyarakat mengeluhkan bahwa nominal tersebut telalu besar.
Baca Juga: Tak Hanya Iuran BPJS Kesehatan yang Naik, Tapi Tarif Listrik 900 VA Juga Akan Naik
Bagi peserta BPU/mandiri yang merasa keberatan bisa mengajukan turun kelas perawatan. Perbedaan masing-masing kelas hanyalah ruang perawatan dan ruang inap di rumah sakit.
Selebihnya, untuk pasien rawat jalan pelayanan untuk kelas I, II dan III mendapatkan fasilitas yang sama.
Saat dikonfirmasi, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf mengungkapkan perubahan kelas rawat peserta dapat dilakukan setelah 1 tahun keanggotaan di BPJS Kesehatan dan diikuti perubahan kelas seluruh anggota keluarga.
Untuk peserta kelas perawatan pada bulan berjalan, maka kelas perawatan barunya berlaku pada bulan selanjutnya. "Jadi tidak bisa langsung serta-merta," ujar Iqbal kepada Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Cara Pindah Kelas
Menurutnya, persyaratan untuk pemindahan kelas rawat tidaklah rumit, yakni membawa Kartu Keluarga (KK) asli atau fotokopi ke rumah sakit.
"Bagi peserta yang belum melakukan autodebet tabungan, bisa melengkapi dengan fotokopi buku rekening tabungan BNI/BRI/Mandiri/BCA, dan formulir autodebet pembayaran iuran BPJS Kesehatan bermaterai Rp 6.000," ujar Iqbal.
Bagi peserta yang ingin melakukan perubahan kelas rawat bisa mengunjungi ke salah satu kanal layanan yang terkait.
Berikut detail kanal layanan perubahan kelas rawat:
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik 100%, Bagaimana Nasib Rakyat Miskin Pemegang Kartu Indonesia Sehat?
Pengalihan dari PBPU/Mandiri ke PBI
Sementara, apabila terdapat peserta PBU/mandiri ingin melakukan pengalihan ke Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka bisa melakukan pendaftaran melalui pendataan oleh Kementerian Sosial/Dinas Sosial Kabupaten/Kota sesuai kriteria yang telah ditentukan Pemerintah Pusat.
"Selanjutnya ditetapkan melalui Keputusan Menteri Sosial dan didaftarkan oleh Kementerian Kesehatan," ujar Iqbal.
Jika Anda ingin mengalihkan kepesertaan PBPU/mandiri ke PBI, berikut rinciannya:
Baca Juga: Resmi! Iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I dan Kelas II Naik 100 Persen Mulai 1 Januari 2020
(Akhdi Martin Pratama, Sandro Gatra, Retia Kartika Dewi)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peserta BPJS Pilih Turun Kelas Dibanding Bayar Kenaikan Iuran", "Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Terancam Tak Bisa Urus SIM dan Paspor", dan"Iuran BPJS Naik, Ini Cara Turun Kelas bagi Peserta Mandiri".