Seperti yang disinggung di awal artikel, di Sport Science Lab kita bisa mengetahui lebih detail status kesehatan kita melalui antropometric and body composition. Kita cukup berbaring alat Dual Energy X-ray Absorption (DEXA). Kemudian sebuah alat berupa lengan yang bisa berjalan sepanjang sisi tempat tidur kita akan memindai tubuh dari atas ke bawah. Alat pemindai itu memancarkan sinar X dalam intensitas yang berbeda dibandingkan sinar X untuk melihat kondisi tulang kita.
Sinar X itu akan mengukur densitas mineral tulang selain komposisi tubuh. Jadi bisa untuk mengetahui gejala kerapuhan tulang di tubuh. Dengan mengukur penyerapan setiap sinar ke bagian tubuh, teknisi bisa mendapatkan pembacaan untuk kepadatan mineral tulang, massa otot, dan massa lemak. Karena mesin ini memindai tubuh secara personal, maka komposisi tubuh yang diperoleh pun personal. Kita jadi tahu mengapa kaki kanan kita sedikit lebih kuat daripada kaki kiri, misalnya.
“Body composition ini lebih bagus dari IMT. Karena IMT hanya mengandalkan berat badan dan tinggi badan. Sementara dengan body composition ini kita bisa lebih dalam menganalisisnya. Bisa jadi pengukuran IMT menunjukkan kita normal. Tapi komposisi lemaknya lebih tinggi dari komposisi normal. Kalau lemaknya tinggi, risiko terkena penyakit kardivaskular tetap tinggi. Lebih spesifik hasilnya,” tutur Anang.
Tak hanya untuk mengetahui komposisi tubuh. Alat ini bisa digunakan untuk program diet. Yang bikin programnya dokter spesialis olahraga. Lamanya tergantung dari target yang ingin diturunkan. “Ya, antara tiga sampai enam bulan,” kata Anang.
Baca Juga: Mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) ternyata Sia-sia
VO2 Max lebih akurat
Selain mengetahui komposisi tubuh, Sport Science Lab pun bisa mengukur endurance dan fleksibilitas otot kita. Di tengah arus peduli sehat, banyak orang yang mulai “bergerak”. Mulai dari lari, zumba, serta workout-workout lain. Hal ini bisa ditengok di Gelora Bung Karno, Jakarta, kala sore menjelang malam.
Banyak dari mereka yang peduli itu melangkah lebih jauh. Gairah untuk berprestasi tinggi. Tak heran jika mereka sudah sampai pada peralatan yang khusus. Sepatu misalnya, sesuai dengan anatomi telapak kaki. Sudah ke performa. Nah, agar pendongkrakan performa lebih maksimal, maka fasilitas yang ada di Sport Science Lab ini bisa dimanfaatkan.
Untuk mengetahui endurance alias daya tahan tubuh, Sport Science Lab memiliki alat untuk mengukur VO2 Max kita. VO2 Max merupakan kapasitas maksimum tubuh untuk menyalurkan dan menggunakan oksigen saat olahraga intens. Ini mencerminkan tingkat kebugaran fisik seseorang. VO2 Max juga merupakan satu faktor penentu kapasitas seseorang untuk melakukan aktivitas olahraga dalam jangka waktu tertentu dan berhubungan dengan daya tahan aerobic.
“Untuk mengukur VO2 Max ada dua cara. Langsung dan tidak langsung. Kalau di sini, di lab, indirect. Pakai alat. Dengan treadmill. Orangnya lari di treadmill menggunakan masker. Nanti hasilnya akan langsung terlihat di layar monitor,” jelas Anang. Lama proses pengukuran berkisar antara 8 – 15 menit. VO2 max bukanlah nilai pasti. Jadi berubah-ubah sesuai dengan kebugaran kita.
Pengukuran VO2 Max menggunakan treadmill akan menghasilkan nilai yang akurat. Tentu di bawah pengawasan dan protokol yang ketat. Protokol ini melibatkan peningkatan kecepatan dan intensitas secara spesifik, serta pengumpulan dan pengukuran volume dan konsentrasi oksigen dari tarikan dan embusan napas – yang akan menunjukan jumlah penggunaan oksigen subjek tes tersebut.
Konsumsi oksigen seseorang meningkat secara linear dengan intensitas aktivitas – sampai titik tertentu. Ada titik spesifik ketika konsumsi oksigen akan mendatar meski intensitas aktivitas meningkat. Keadaan mendatar inilah penanda VO2 Max.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR