Advertorial

Sport Science Lab RSON, “One Stop Shopping” Kedokteran Olahraga

Agus Surono
,
T. Tjahjo Widyasmoro

Tim Redaksi

Di tengah gairah orang berolahraga, lebih baik jika memeriksakan tubuh terlebih dahulu, sehingga bisa mengira-kira sebatas mana tubuh bisa digerakkan. Juga bisa mencegah cedera. Rumah Sakit Olahraga Nasional di kawasan Cibubur menawarkan itu semua.
Di tengah gairah orang berolahraga, lebih baik jika memeriksakan tubuh terlebih dahulu, sehingga bisa mengira-kira sebatas mana tubuh bisa digerakkan. Juga bisa mencegah cedera. Rumah Sakit Olahraga Nasional di kawasan Cibubur menawarkan itu semua.

Intisari-Online.com - Salah satu parameter untuk menentukan sehat tidaknya seseorang dalam Medical Check Up (MCU) adalah Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan pembagian antara berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m). Hasilnya nanti dikategorikan dalam empat kelompok: underweight, normal, overweight, dan obesitas.

Masalahnya, apakah IMT bisa dipercaya sebagai “juru bicara” tubuh kita soal status kesehatan kita?

The Conversation (theconversation.com) menanyai lima pakar berbeda dalam bidang kesehatan (dokter, epidemiolog, pakar diet, ahli nutrisi, dan pakar olahraga) dan semuanya menjawab tidak.

Salah satu pakar yang ditanya, Alessandro R Demaio, dokter yang berpraktik di Australia, melontarkan dua pertanyaan soal IMT. Apakah IMT merupakan indikator berat badan yang baik? Juga, apakah berat badan merupakan merupakan cerminan kesehatan yang akurat?

Seperti kita ketahui, IMT menjadi alat yang sering digunakan untuk menentukan “rentang berat badan yang sehat”. Namun sejatinya ini dirancang untuk melacak berat populasi. Karenanya, alat skrining yang sederhana ini bukan penanda yang akurat untuk kesehatan individu.

“Berat (badan) saja tidak membedakan antara satu kilogram lemak dengan satu kilogram otot. Juga tidak memperhitungkan perbedaan bentuk tubuh dan distribusi lemak yang berkaitan dengan, katakanlah, etnis atau jenis kelamin,” kata Demaio.

Selain itu, seperti tak semua orang gemuk diasosiasikan dengan risiko penyakit jantung atau metabolisme yang tidak sehat, begitu juga dengan orang kurus tak selalu sehat. Sebagai patokan, IMT dan berat badan masih bisa membantu untuk memperkirakan tingkat kesehatan seseorang jika dikombinasikan dengan lingkar pinggang. Plus kelebihan atau kenaikan berat badan signifikan diasosiasikan dengan berbagai penyakit.

Jika IMT kurang akurat, lantas pakai cara apa untuk mengukur status kesehatan secara akurat. Nah, kita bisa mendatangi dr. Anang Basuki M, PJ Sport Science Lab di RS Olahraga Nasional (RSON), Cibubur, Jakarta Timur.

Lebih bagus dari IMT

Sport Science Lab merupakan tempat terpadu untuk mengetahui kondisi kesehatan dan kebugaran tubuh. Bisa juga untuk mengetahui kelainan yang ada di tubuh kita. Siapa tahu dari kelainan itu ternyata yang membuat tubuh tidak nyaman selama ini. Fasilitas ini menjadi pembeda RSON dengan rumah sakit lain.

“Beberapa rumah sakit mungkin memiliki beberapa fasilitas yang ada di lab ini, tapi belum ada yang selengkap ini. Bisa dibilang ini one stop shopping soal sport science,” kata Anang Basuki.

Seperti yang disinggung di awal artikel, di Sport Science Lab kita bisa mengetahui lebih detail status kesehatan kita melalui antropometric and body composition. Kita cukup berbaring alat Dual Energy X-ray Absorption (DEXA). Kemudian sebuah alat berupa lengan yang bisa berjalan sepanjang sisi tempat tidur kita akan memindai tubuh dari atas ke bawah. Alat pemindai itu memancarkan sinar X dalam intensitas yang berbeda dibandingkan sinar X untuk melihat kondisi tulang kita.

Sinar X itu akan mengukur densitas mineral tulang selain komposisi tubuh. Jadi bisa untuk mengetahui gejala kerapuhan tulang di tubuh. Dengan mengukur penyerapan setiap sinar ke bagian tubuh, teknisi bisa mendapatkan pembacaan untuk kepadatan mineral tulang, massa otot, dan massa lemak. Karena mesin ini memindai tubuh secara personal, maka komposisi tubuh yang diperoleh pun personal. Kita jadi tahu mengapa kaki kanan kita sedikit lebih kuat daripada kaki kiri, misalnya.

Body composition ini lebih bagus dari IMT. Karena IMT hanya mengandalkan berat badan dan tinggi badan. Sementara dengan body composition ini kita bisa lebih dalam menganalisisnya. Bisa jadi pengukuran IMT menunjukkan kita normal. Tapi komposisi lemaknya lebih tinggi dari komposisi normal. Kalau lemaknya tinggi, risiko terkena penyakit kardivaskular tetap tinggi. Lebih spesifik hasilnya,” tutur Anang.

Tak hanya untuk mengetahui komposisi tubuh. Alat ini bisa digunakan untuk program diet. Yang bikin programnya dokter spesialis olahraga. Lamanya tergantung dari target yang ingin diturunkan. “Ya, antara tiga sampai enam bulan,” kata Anang.

Baca Juga: Mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) ternyata Sia-sia

VO2 Max lebih akurat

Selain mengetahui komposisi tubuh, Sport Science Lab pun bisa mengukur endurance dan fleksibilitas otot kita. Di tengah arus peduli sehat, banyak orang yang mulai “bergerak”. Mulai dari lari, zumba, serta workout-workout lain. Hal ini bisa ditengok di Gelora Bung Karno, Jakarta, kala sore menjelang malam.

Banyak dari mereka yang peduli itu melangkah lebih jauh. Gairah untuk berprestasi tinggi. Tak heran jika mereka sudah sampai pada peralatan yang khusus. Sepatu misalnya, sesuai dengan anatomi telapak kaki. Sudah ke performa. Nah, agar pendongkrakan performa lebih maksimal, maka fasilitas yang ada di Sport Science Lab ini bisa dimanfaatkan.

Untuk mengetahui endurance alias daya tahan tubuh, Sport Science Lab memiliki alat untuk mengukur VO2 Max kita. VO2 Max merupakan kapasitas maksimum tubuh untuk menyalurkan dan menggunakan oksigen saat olahraga intens. Ini mencerminkan tingkat kebugaran fisik seseorang. VO2 Max juga merupakan satu faktor penentu kapasitas seseorang untuk melakukan aktivitas olahraga dalam jangka waktu tertentu dan berhubungan dengan daya tahanaerobic.

“Untuk mengukur VO2 Max ada dua cara. Langsung dan tidak langsung. Kalau di sini, di lab, indirect. Pakai alat. Dengan treadmill. Orangnya lari di treadmill menggunakan masker. Nanti hasilnya akan langsung terlihat di layar monitor,” jelas Anang. Lama proses pengukuran berkisar antara 8 – 15 menit. VO2 max bukanlah nilai pasti. Jadi berubah-ubah sesuai dengan kebugaran kita.

Pengukuran VO2 Max menggunakan treadmill akan menghasilkan nilai yang akurat. Tentu di bawah pengawasan dan protokol yang ketat. Protokol ini melibatkan peningkatan kecepatan dan intensitas secara spesifik, serta pengumpulan dan pengukuran volume dan konsentrasi oksigen dari tarikan dan embusan napas – yang akan menunjukan jumlah penggunaan oksigen subjek tes tersebut.

Konsumsi oksigen seseorang meningkat secara linear dengan intensitas aktivitas – sampai titik tertentu. Ada titik spesifik ketika konsumsi oksigen akan mendatar meski intensitas aktivitas meningkat. Keadaan mendatar inilah penanda VO2 Max.

Kekuatan otot seimbang?

Fasilitas lain yang perlu dicoba mereka yang sedang getol-getolnya dengan olahraga, entah lari atau bersepeda, adalah alat yang akan mengukur fleksibilitas (kelentukan) tubuh kita. Kelentukan ini menjadi penting karena termasuk dalam indikator untuk menentukan tingkat kebugaran tubuh seseorang.

Tubuh yang lentuk memudahkan seseorang dalam menjalankan berbagai aktivitas sehari-hari serta mengurangi kemungkinan terjadinya cedera atau sakit di area-area tubuh tertentu seperti punggung. Jadi, buat yang suka olahraga, rasanya perlu memeriksakan kelentukan tubuhnya.

Di RSON, alat untuk mengukur kelentukan tubuh ini adalah sit and reach box. Tes ini menjadi standar umum untuk mengukur kelentukan tubuh, khususnya punggung bagian bawah dan otot-otot hamstring (otot paha). Pengukuran ini menjadi penting karena kekakuan area ini berakibat pada lumbar lordosis (komponen kunci postur tubuh), kemiringan panggul ke depan, dan nyeri punggung bawah. Pertama kali dijelaskan oleh Wells dan Dillon (1952).

Untuk menggunakan alat ini, pasien duduk di lantai dengan kaki terentang lurus ke depan. Kedua telapak kaki menjejak semacam bangku. Kedua lutut harus rata dengan lantai. Petugas bisa membantu dengan menahannya. Nah, dalam posisi seperti itu kemudian pasien mengulurkan tangan ke depan sejauh mungkin yang dia bisa. Kedua tangan harus sejajar. Di bawah tangan terulur ada garis pengukur.

Masih berkaitan dengan otot, Sport Science Lab juga memiliki fasilitas untuk mengukur kekuatan otot. Ada beberapa alat yang mesti dicoba, yakni myoline, vertical jump, back and leg dynamometer, serta hand grip. Intisari sempat mencoba myoline, yang bisa menyajikan data pengukuran kekuatan otot isometric untuk menentukan latihan dan evaluasi terapi. (Isometric maksudnya untuk mengetahui keseimbangan otot antara tubuh bagian kanan dan kiri.)

Pada myoline, kita duduk di sebuah kursi yang dilengkapi dengan semacam sabuk pengaman, hanya saja tidak disabukkan di perut tapi paha. Pada pergelangan kaki ada dua bantalan yang menekan dari depan dan belakang. Nah, untuk mengetahui kekuatan otot kaki kanan dan kiri, kita disuruh mendorong bantalan ke depan dan juga ke belakang.

“Dari hasil yang diperoleh akan ketahuan kekuatan otot kita dominan yang mana. Kalau dari hasil ini sih masih bisa dibilang seimbang, meski yang kanan lebih kuat,” kata Anang menimpali hasil pengukuran yang dicoba Intisari.

Sedangkan vertical jump berfungsi untuk mengukur daya ledak otot kaki. Untuk mengukur kekuatan otot punggung dan kaki digunakan back and leg dynamometer; untuk mengukur kekuatan otot genggaman tangan digunakan hand grip.

Baca Juga: Demi Dapatkan Bentuk Tubuh Ideal Saat Menikah, Pria Ini Berhasil Turunkan Berat Badannya dan Bangun Otot Tubuh Hanya dalam Waktu 4 Bulan Saja

Serasa jadi pemain FC Barcelona

Meski risiko cedera akibat olahraga sudah terpetakan, toh kita tak bisa menghindari dari rasa kelelahan akibat berolahraga. Terlebih mereka yang tak mau ribet dan telaten dengan latihan olahraga. Nah, mereka-mereka ini akan berurusan dengan asam laktat yang menumpuk dan tak bisa dilenyapkan oleh tubuh. Timbunan asam laktat ini akan menyebabkan badan terasa capai.

(Asam laktat merupakan sisa metabolisme tubuh yang dapat menumpuk ketika tubuh kekurangan oksigen. Apakah kondisi ini berbahaya? Jika kelebihan asam laktat diakibatkan oleh berolahraga, maka tidak berbahaya. Setiap orang punya ambang batas laktat, yang bisa meningkat seiring Anda melatih tubuh dengan berolahraga secara teratur. Semakin tinggi ambang batas, berarti kita tidak mudah capai setelah berolahraga keras.)

Nah jika merasa kecapaian seusai berolahraga keras dan ingin segera pulih, bisa menjajal Vacu Sport Regeneration System. Alat serupa juga dipakai klub sepakbola Spanyol, Barcelona. “Vacu Sport untuk mengurangi asam laktat yang ada di tubuh. Untuk pemulihan pascaaktivitas,” kata Anang. Hmmm… bisa membayangkan pemain FC Barcelona, Spanyol, memulihkan kebugaran badannya habis bertanding.

Dalam olahraga kompetitif ataupun rekreasi, fase regenerasi itu sama pentingnya dengan latihan. Bagi yang sedang euforia ikut lomba lari misalnya, tak sadar ada bulan-bulan ketika tiap minggu ikut lomba. Karena “gelap mata” saat mendaftar lomba sehingga tidak ingat secara detail tanggal-tanggal lomba. Pas mendekati hari-H baru sadar ternyata tanggal lomba itu berdekatan.

Penelitian dasar untuk metode Vacu Sport ini dilakukan di luar angkasa, yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah pada astronaut yang mengalami efek negatif dari periode tanpa bobot. Awalnya dikembangkan oleh Institut Kedokteran Ruang Angkasa Jerman pada tahun 1960-an.

Vacu Sport berwujud tabung tempat setengah badan kita (dari pinggang ke bawah) dimasukkan ke dalamnya. Kita harus copot alas kaki dan semua peralatan logam yang menempel di tubuh atau di saku celana harus dicopot atau dikeluarkan. Di ujung tabung ada “kain” penutup yang “menjerat” pinggang kita. Tubuh bagian bawah itu kemudian “ditembaki” tekanan negatif berselang-seling (intermittent negative pressure).

Setelah kita siap dalam posisi “tembak”, petugas kemudian mengeset lama alat ini bekerja. Ada delapan program yang telah ditetapkan. Program 1, regenerasi setelah pelatihan, pengurangan laktat, pendinginan, relaksasi selama 30 menit; Program 2, regenerasi setelah kompetisi; pengurangan laktat, pengurangan creatinkinase, pemurnian produk limbah di dalam otot, selama 30 menit; Program 3, peningkatan dan optimalisasi kinerja, sebelum atau sesudah kompetisi, selama 30 menit; Program 4, pelatihan pembuluh, kapilerisasi, optimalisasi jumlah darah, selama 30 menit; Program 5, rehabilitasi, cedera olahraga (hernia, memar, hematoma, strain, fisura tendon), selama 30 menit; Program 6, rehabilitasi, cidera olahraga (ligamen meregang, ligamen tertarik, patah tulang), selama 45 menit; Program 7, penyembuhan luka, lecet, selama 30 menit; Program 8, traksi untuk tulang belakang, selama 20 menit.

Intisari sempat mencoba merasakan keampuhan Vacu Sport selama sekitar 10 menit. Selama proses tubuh terasa rileks. Ketika ditanya petugas masih lanjut enggak, “Enggak Mbak. Entar bisa ketiduran aku.”

Nah, bagi yang ingin mengenal tubuh dengan lebih detail biar bisa tahu performa saat berolahraga, tidak usah ragu datang saja ke Sport Science Lab di RS Olahraga Nasional ini.