Advertorial
Intisari-Online.com – Maksudnya kalau ada orang yang didapati memiliki narkotika dalam jumlah tertentu di Malaysia, seperti yang dialami dua orang Australia.
Tepat di bulan Juli 1986, dua orang Australia, John Barlow (28) dan Brian Chambers (29), dihukum gantung gara-gara tiga tahun sebelumnya dipergoki memiliki 180 g heroin di P. Penang.
Sebenarnya siapa saja yang berkunjung ke Malaysia mesti tahu bahwa di sana tak ada ampun bagi mereka yang mengabaikan hukum antinarkotika Malaysia yang terkenal keras.
Peringatannya sudah dipasang amat mencolok di mana-mana. Di bagian imigrasi bandar udara para penumpang yang baru tiba dapat membaca peringatan itu dalam huruf-huruf merah.
Baca Juga : Terancam Hukuman Mati, Steve Emmanuel Diduga 10 Tahun Terlibat Jaringan Narkoba Internasional
Bahkan sebelum pesawat mendarat, awak pesawat menyampaikan peringatan keras itu dalam berbagai bahasa.
Pengendara yang masuk Malaysia lewat jalan raya bebas hambatan dapat melihat papan-papan besar dengan gambar tali gantungan.
Yang datang dengan kereta api, baik dari Muangthai maupun Singapura, mendapat peringatan secara lisan dengan sejelas-jelasnya.
Namun, tetap saja ada orang-orang yang karena tergiur lambaian dolar memilih nekat mengambil risiko.
Baca Juga : Steve Emmanual Terancam Hukuman Mati: Kisah Permintaan Terakhir Terpidana Mati yang Bikin Bulu Kuduk Berdiri
John Barlow dan Brian Chambers telah berusaha memanfaatkan semua peluang hukum yang ada.
Malah Barlow yang kelahiran Inggris sampai memohon pertolongan Ratu Elizabeth sebagai upaya terakhir. Semua sia-sia.
Benci polisi
Pembaca tentu masih ingat, waktu itu dunia geger oleh pemberitaan tentang nasib kedua orang ini.
Setidak-tidaknya ada 107 orang lagi yang telah dinyatakan bersalah dan sedang menunggu keputusan banding.
Soalnya, yang mereka hadapi bukan main-main lagi: korban narkotika semakin muda saja usianya.
Enam puluh lima persen pecandu narkotika di sana berusia 20-an, 12½% belasan dan delapan dari sepuluh pecandu adalah pecandu heroin.
Ancaman narkotika menyusup ke mana-mana, menembus garis batas ras, perbedaan umur, tingkat sosial, pokoknya seluruh bangsa Malaysia.
Kondisi geografis riegara ini membuatnya seperti firdaus bagi penyelundup. Bagaimana kira-kira penyelundup berusaha mematahkan pertahanan Malaysia?
Kita ikuti saja cara Barlow dan Chambers mengundang maut di negara tetangga kita itu.
Sebetulnya aneh sekali kedua orang ini bisa bertemu, apalagi sampai menjalin persahabatan," meskipun hanya sementara sifatnya.
Chambers adalah penghubung untuk sebuah sindikat narkotika kecil-kecilan di Australia yang basisnya di Perth, ibu kota Australia Barat.
Baca Juga : Mengenal GHB, Jenis Narkoba yang Digunakan Dalam Skandal Burning Sun yang Menyeret Nama Seungri
Tugasnya menghubungi dealer sindikat itu di Penang, membeli heroin, mengecek mutu dan jumlahnya, untuk kemudian menaruhnya diam-diam di kamar Barlow selagi yang bersangkutan pergi.
Sedangkan Barlow salah seorang kurir sindikat tersebut. Ia harus menyembunyikan heroin di tubuh atau dalam barang bawaannya, lalu menyelundupkannya ke luar Malaysia.
Untuk tugas penuh risiko ini, honornya tidak lebih dari 7.000 dolar Australia (± Rp 7,6 juta kurs sekarang) plus liburan gratis setiap kali selesai melaksanakan satu tugas.
Chambers sudah dua kali berturut-turut sukses sebagai penghubung di Malaysia. Sampai saat itu segalanya dapat berjalan mulus.
Baca Juga : Jadi Pengedar Narkoba, Zul Zivilia Terancam Hukuman Mati: Seperti Ini Prosedur Hukuman Mati di Indonesia
Barlow masih amatir sekali. Sejak beremigrasi ke Australia ketika remaja bersama keluarganya, ia belum pernah keluar dari negara itu.
Ia butuh uang supaya bisa berkunjung lagi ke Inggris dan tinggal di sana beberapa lama. Di lengannya tertulis tato "Aku benci polisi".
Sakit mata
Dari Australia kedua orang itu berangkat sendiri-sendiri ke Singapura. Barlow tiba beberapa hari lebih dulu sebelum Chambers.
Selain berfungsi sebagai penghubung, Chambers sebenarnya juga semacam 'boss' lapangan. Ia punya deskripsi terperinci tentang Barlow.
Baca Juga : Sandy Tumiwa Ditangkap karena Sabu: Ini Alasan Artis Doyan Narkoba Jenis Sabu
Sebaliknya, Barlow sama sekali tidak tahu-menahu bahwa ada manusia bernama Chambers atau bahwa ada 'boss'-nya yang diam-diam akan mengawasinya.
Menurut jadwal, mereka harus bepergian sendiri-sendiri, termasuk pergi dengan kereta api ke Penang.
Langkah pertama menuju tiang gantungan dimulai pada tanggal 28 Oktober 1983. Waktu itu secara kebetulan Barlow dan Chambers bertemu di warung kopi Bandara Changi, Singapura. Mereka sudah memesan tempat di pesawat yang sama menuju Kuala Lumpur.
Berdasarkan data yang dimilikinya, Chambers segera mengenali Barlow. Namun, kebetulan Barlow pun mengenali Chambers.
Baca Juga : Bukan Ponsel atau Narkoba, Tapi Wanita Ini Selundupkan 2 Ekor Kucing di Tubuhnya Dengan Cara Pura-pura Hamil
Soalnya, ternyata dulu mereka pernah beberapa kali bekerja pada proyek pembangunan gedung yang sama. (Selain profesi bawah tanahnya, Chambers adalah kontraktor bangunan, sedangkan Barlow tukang las).
Chambers menghampiri dan memperkenalkan diri. Namun, ia tidak memberi petunjuk bahwa ia punya hubungan dengan operasi yang sedang dikerjakan Barlow.
Mungkin karena sama-sama tegang menghadapi bahaya yang akan dihadapi, mereka mengobrol begitu lama, sampai terlambat check-in. Jadi mereka memesan tempat untuk keesokan paginya.
Barlow yang baru pertama kalinya keluar dari Australia dan baru kali ini pula menjadi kurir, merasa takut dan kesepian.
Baca Juga : Menggunakan Sendal Jepit Ternyata Mengancam Kesehatan Kaki, Berikut 5 Bahayanya!
Chambers baru beberapa bulan yang yang lalu ditinggal mati tunangannya, sehingga mereka sama-sama butuh kawan.
Jadi keduanya naik taksi bersama, kembali ke Singapura. Mereka memesan satu kamar untuk bersama. Chambers kasihan kepada Barlow.
Tidak sebagaimana biasanya dalam 'adat' operasi penyelundupan narkotika, ia mengaku bahwa ialah penghubungnya.
Mereka memutuskan akan patungan pergi ke pulau wisata Penang di Malaysia Barat Laut, yang letaknya di Selat Malaka, persis di seberang basis Angkatan Udara Australia di Butterworth.
Baca Juga : Kisah Krisdayanti Lepas dari Narkoba Dengan Bantuan Anang: Seperti Ini Efek Samping dari Pemakaian Narkoba
Keesokan harinya mereka tiba di Kuala Lumpur dan memesan kamar di Hotel Fortuna. Barlow, disusul Chambers, terserang penyakit mata berat, sehingga terpaksa tinggal di hotel itu sampai seminggu.
Pada tanggal 4 November, seperti Butch Cassidy dan Sundance Kid, mereka berpose bersama di Stasiun Kuala Lumpur yang bagus-bagus hiasannya.
Mereka menumpang kereta api ke Utara menuju Penang. Kereta melewati Dataran Tinggi Cameron menuju Butterworth, persis di selatan perbatasan dengan Muangthai.
Dari Butterworth mereka naik ferry ke P. Penang dan memesan kamar nomor 47 di Hotel Town House di ibu kota pulau itu, Georgetown. Hotel itu ada di Jl. Penang, yang cuma sepelemparan batu jauhnya dari markas besar polisi Penang.
Baca Juga : 2015, Pendapatan Nasional Italia Terdiri Atas Narkotika dan Alkohol Ilegal
Akan disembunyikan dalam radio
Waktu itu persahabatan mereka sudah mulai luntur. Bagaimana bisa cocok, perbedaan latar belakang pendidikan mereka cukup jauh.
Sebetulnya Barlow dijadwalkan kembali ke Australia lewat Kuala Lumpur pada tanggal 6 November.
Namun, kali ini Chambers yang biasanya serba terorganisasi agak sulit menghubungi pemasoknya.
Sementara itu karena jadwal yang terus tertunda-tunda, Barlow semakin gelisah. Kebetulan di Penang heroin murah. Ia mulai memakai heroin dan jumlah yang dipakainya semakin banyak.
Baca Juga : Kucing Ini Tiba-tiba Jadi Pahlawan Setelah Temukan Kantong Penuh Kokain dan Heroin
Melihat hal ini Chambers semakin khawatir. Ia sendiri suka juga memakai heroin, tapi hanya kadang-kadang.
Konon nantinya Barlow malah menuduh Chamberslah yang kecanduan heroin dan bahwa di Penjara Pudu, Chambers lari bersama pemasok, sementara Barlow sendiri tidak mau ikut-ikutan.
"Mendadak Barlow ingin membawa ke Australia lebih banyak dari 450 g heroin," begitu kata Chambers. Sebagai pimpinan operasi, Chambers menolak.
Baru sehari setelah tanggal yang dijadwalkan untuk keberangkatan Barlow, Chambers berhasil menghubungi dealer-nya, yang konon seorang Australia misterius yang sering menjalani jalur narkotika Muangthai, Penang, Bali dan Australia.
Baca Juga : Tingkat Adiktif Biskuit Lebih Tinggi Dibanding Narkotika ?Baca Juga : Tingkat Adiktif Biskuit Lebih Tinggi Dibanding Narkotika ?
Mereka sepakat Chambers boleh mengambil heroin pada pukul 19.30. Namun, ketika bertemu dengan penghubung lokal (orang Malaysia) yang akan menyerahkan heroin itu, Chambers merasa ada yang tidak beres. Chambers menyelinap pergi.
la tak mau menerima heroin itu, sehingga diaturlah agar heroin itu ditaruh di hotel keesokan malamnya.
Dalam keadaan penuh kecurigaan dan gundah, ditambah lagi khawatir melihat Barlow tak henti-hentinya menggunakan heroin, Chambers menelepon boss bawah tanahnya di Perth.
Sang boss menginstruksikan Chambers agar menemani Barlow sampai Kuala Lumpur berikut barang selundupannya dan menaikkan ia ke pesawat yang ke Australia.
Pukul 22.00 keesokan harinya bahan narkotika itu diantarkan sesuai perjanjian. Chambers memasukkan ke-13 bungkus plastik ke dalam tas kanvas, kemudian memasukkannya lagi ke tas merah tua yang masih baru dan berkunci kombinasi.
Baca Juga : Konsumsi Narkoba Paling Mematikan yang Dijuluki 'Obat Kanibal', Tubuh Wanita Nyaris Hancur Lebur
Rencananya heroin itu akan diselundupkan ke luar Malaysia di dalam radio, tapi keduanya sepakat heroin itu bisa dipindahkan ke radio kalau mereka sudah di Kuala Lumpur.
Pada hemat mereka penerbangan domestik ulang-alik Penang - Kuala Lumpur pasti tidak akan diteliti.
Kebal suap
Meskipun sebenarnya Barlow yang harus membawa heroin itu, ia berkilah tasnya "penuh barang-barang logam yang bisa membunyikan alarm sinar-X".
Ketika taksi berhenti di depan Bandar Udara Penang, Barlow sudah tampak gugup sekali, sehingga mencurigakan. Sementara Chambers membayar taksi, Barlow terus-menerus mondar-mandir di trotoar seperti satpam yang sedang siaga menunggu serangan mendadak.
Baca Juga : Selebgram Reva Alexa Diamankan Karena Narkoba: Ini Alasan Artis Doyan Narkoba Jenis Sabu
"Barlow mulai panik. Ia berputar-putar saja di jalur pejalan kaki. Saya memarahinya dengan berbisik," kata Chambers.
Barlow mengambil sebagian bagasinya, lalu mulai berjalan ke dalam, tapi mendadak berbalik lagi karena ingat tiket dan paspornya ada di tas lain.
Chambers tidak sempat berkata apa-apa melihat Barlow datang kembali, menghindari scanner bagasi, lalu langsung antre di kelas ekonomi.
Sementara itu Chambers tenang saja mengikuti prosedur pemeriksaan yang seharusnya dan antre di kelas satu. Sayang, sudah terlambat.
Baca Juga : Pembalut Bekas yang Direbus untuk Dijadikan Narkoba Ternyata Dipungut dari Tempat Sampah
Detektif Ibu Shahriman memang punya tugas memasang mata di bandar udara. Matanya sudah terlatih benar dalam mencari 'wajah-wajah' narkotika yang amat penggugup macam Barlow ini. la mencegat Chambers dan Barlow.
"Sebenarnya cuma pemeriksaan rutin saja. Saya tidak menerima peringatan apa-apa sebelumnya," begitu ia mengaku. "Waktu meminta paspor Barlow, saya lihat ia gemetaran dan matanya memandang ke arah Chambers."
Kedua orang Australia itu diantar ke ruang pemeriksaan oleh enam petugas bersenjata. Chambers mencoba menyuap dengan halus, tapi percuma.
"Mana barangnya?" polisi orang India bertanya.
Baca Juga : Lama Tak Terlihat di Layar Kaca, Steve Emmanuel Ditangkap Polisi Terkait Kepemilikan Narkoba
Barlow mencoba mengalihkan perhatian petugas dari tas merah tua. Katanya, "Ada sedikit mariyuana di tas coklat."
Karena tidak menemukan apa-apa, mereka menyuruh Barlow menunjukkan di mana persisnya mariyuana itu disimpan. Barlow pura-pura membuka gulungan kaus kaki, tapi tak menemukan apa-apa.- Betul-betul usaha menipu yang sia-sia.
Ketika mengalihkan perhatian ke tas-tas yang lain, para petugas itu bersorak. Soalnya, Detektif Shahriman baru saja menemukan heroin yang terbungkus kertas koran. Ia membawa serbuk coklat itu ke dekat lampu.
"Nah, ini apa?" tanyanya.
"Saya tak tahu. Saya sama sekali tak tahu," jawab Chambers, yang waktu itu sudah diborgol. Barlow juga. Lututnya terasa lemas dan kepada petugas ia mengatakan ingin muntah.
Baca Juga : Pedangdut Caca 'Duo Molek' Ditangkap saat Konsumsi Narkoba, Ini Alasan Artis 'Doyan' Narkoba Jenis Sabu
"Coba saja muntah di lantai bersih ini, akan saya pakai kepalamu untuk mengepel!" begitu jawab petugas.
Kedua pria itu disuruh duduk di lantai. Itulah awal dari proses hukum yang panjang, melelahkan dan menyiksa.
"Anda berdua dituduh bepergian dengan membawa obat berbahaya yang di Malaysia diancam hukuman gantung," begitu pernyataan petugas.
Contoh soal
Seketika itu juga Chambers dan Barlow melihat bayangan tiang gantungan di mata mereka. Serasa talinya langsung menjerat leher, begitu cerita Barlow kepada seorang kawannya di Inggris dalam sebuah surat.
"Aku sudah dua kali ke Penjara Kuala Lumpur karena sakit," tulisnya.
"Waktu pertama kali ke sana (Oktober 1984), pada malam pertama dan kedua ada orang yang akan dieksekusi."
"Sekitar pukul 16.00 aku mendengar suara ribut-ribut datang dari ruang pidana mati: ada yang menabuh-nabuh, ada yang berteriak-teriak. Sebentar kemudian mereka bernyanyi-nyanyi."
"Waktu aku bertanya kepada penjaga dan narapidana lain apa yang terjadi, menurut mereka ada tiga orang Cina yang esok paginya akan dihukum mati. Yang aku dengar itu memang sudah biasa terjadi sebelum orang menjalani eksekusi."
"Semakin larut, mereka semakin ribut. Demikian berisiknya, sehingga hampir tak ada yang bisa tidur."
Baca Juga : Hukuman Gantung di Inggris Terpaksa Direvisi Gara-Gara Wanita Ini ‘Hidup Lagi’ Setelah Dihukum Mati
"Sekitar pukul 05.30 nyanyian dan teriakan berubah menjadi jeritan. Seorang Cina di dekatku mengatakan mereka sedang memohon ampun, sambil mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekannya sesama pidana mati lain."
"Mereka terus saja menjerit-jerit selama 10 atau 15 menit, sampai terdengar bunyi berdebam, lalu sunyi."
"Bunyi yang berdebam itu bunyi pintu perangkap di lantai tiang gantungan. Sekitar satu jam kemudian aku melihat mayat-mayat itu dilemparkan ke truk untuk dibawa ke kamar mayat."
"Pada malam kedua yang kudengar hampir sama. Meskipun aku 30 m jauhnya dari mereka, aku bisa mendengar hampir semuanya dengan jelas."
Baca Juga : Claudio Martinez Diciduk karena Ganja, 'Narkoba' yang Sudah Dilegalkan oleh WHO, Asal...
"Bagiku itu pengalaman yang paling menyeramkan. Sungguh, aku tak ingin mengalaminya lagi." Namun, setahun yang lalu John Barlow malah mengalaminya sendiri. (Tatik)
(Seperti ditulis oleh John Dikkenberg dan dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1987)