Sementara di Indonesia, karies sudah ditemukan sejak awal Holosen (sekitar 9500 SM) pada sisa kerangka berciri ras Mongoloid di Gua Harimau, Sumatera Selatan.
Pada masa yang lebih modern, ada pula karies di Liang Bua, Flores berusia 2.000 tahun.
Begitu pula pada rangka manusia di Punung, Jawa Timur yang berumur 9.000 tahun.
Di era Holosen, masyarakat kebanyakan sudah tidak hidup berburu lagi, sehingga bahan makanan yang mereka konsumsi tidak berasal dari daging hasil buruan.
Dari beberapa temuan pada masa prasejarah, penyebab utama karies adalah jenis makanan dan pola hidup masyarakat di zaman dulu.
Pada masa itu, nenek moyang kita sudah mengonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat yang berasal dari pertanian.
Faktor lain, tentu saja soal kurangnya perawatan dan pembersihan mulut dan gigi dalam jangka waktu lama.
Baca Juga : Bertamasya Menyintas Waktu ke Zaman Manusia Purba di Sangiran
Rusaknya 4-5 gigi per orang
Bila dibandingkan dengan masa prasejarah, jumlah karies pada masyarakat modern terus meningkat.
Banyaknya makanan manis yang dikonsumsi serta kurangnya kesadaran tentang pentingnya kesehatan mulut dan gigi, jadi penyebab.
Karies di Indonesia dialami hampir semua usia.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan, terjadi peningkatan jumlah kasus karies yang signifikan selama 5 tahun terakhir.
Lebih dari 93 juta penduduk Indonesia menderita karies aktif.
Berdasarkan indeks DMFT, jumlah rata-rata kerusakan gigi di Indonesia sebesar 4,6.
Artinya, kerusakan gigi penduduk Indonesia adalah 460 buah gigi per 100 orang.
Artinya lagi, rata-rata jumlah gigi yang rusak adalah 4-5 gigi per orang.
Bangka Belitung menjadi provinsi dengan tingkat DMF-T tertinggi yaitu 8,5 dan Papua Barat terkecil yaitu 2,6.
Baca Juga : Jangan Pernah Naik Pesawat Terbang Jika Punya Gigi Berlubang , Ini Alasannya!
Penulis | : | Trisna Wulandari |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR