Advertorial

Sejarah Gigi Bolong, Penyakit yang Jadi Warisan Nenek Moyang Untuk Kita

Trisna Wulandari
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Meski teknologi kesehatan kian modern, penderita karies atau gigi bolong lebih banyak menyerang kita ketimbang manusia prasejarah.
Meski teknologi kesehatan kian modern, penderita karies atau gigi bolong lebih banyak menyerang kita ketimbang manusia prasejarah.

Intisari-Online.com - Salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita manusia adalah karies atau gigi bolong.

Bahkan, prevalensinya semakin tahun semakin meningkat.

Pola makan disebut-sebut sebagai salah satu penyebab penyakit ini.

Padahal sejak ribuan tahun lalu, nenek moyang kita sudah bolong giginya.

Baca Juga : Mengerikan, Beginilah Metode Bor Operasi Otak Zaman Prasejarah

Kita tahu di zaman prasejarah (sebelum masa neolitik), pola hidup manusia masih bersosialisasi dengan sesama dan alam.

Makanan pun masih diperoleh dari hasil berburu.

Berbeda dengan zaman modern sekarang, di mana makanan berasal dari hasil pertanian.

Dan dengan semakin berkembangnya teknologi pangan, pola konsumsi masyarakat juga ikut berubah.

Sekarang ini, sumber energi manusia berasal dari karbohidrat dan bergantung kepadanya.

Gandum, jagung, beras, dan produk olahannya diketahui mengandung gula sehingga memberikan rasa manis.

Masalahnya, bila kita tidak membersihkan mulut dan gigi setelah makan, maka sisa makanan dapat menempel pada rongga mulut.

Kalau sudah begini, maka bakteri mulut akan bersuka-ria.

Mereka bakal beranak pinak hingga lama kelamaan akibatnya timbul karies.

Baca Juga : Gara-gara Sering Tidur dengan Botol Susu di Mulutnya, 18 Gigi Anak Ini Terpaksa Dicabut oleh Dokter

Orang awam mengistilahkan karies sebagai gigi berlubang atau gigi keropos.

Sebenarnya lubang terjadi karena proses perusakan demineralisasi email dan dentin gigi gara-gara kebersihan mulut tak terjaga.

Dari berbagai penelitian diketahui Streptococcus mutans (S. mutans) merupakan agen penyebab karies yang paling sering ditemukan.

Interaksi S.mutans pada permukaan gigi menyebabkan proses demineralisasi email (lapisan luar gigi yang bisa dilihat).

Masalahnya, kalau proses ini terus terulang dengan cepat dan tidak seimbang dengan proses remineralisasi, maka yang “kalah” adalah gigi.

Muncullah lubang.

Baca Juga : Ditemukan di Indonesia, Spesies Kera Purba Ini Punya Gigi yang Sangat Unik

Sudah ada dokter gigi

Karies sebenarnya bukan penyakit modern.

Bukti arkeologis menunjukkan, sejak zaman prasejarah dia sudah eksis.

Bahkan pada sebuah tengkorak yang diperkirakan umurnya satu juta tahun, sudah terdapat karies.

Bukti-bukti lain semakin memperjelas keberadaan penyakit ini di masa lampau.

Rangka manusia Kabwe dari Zambia berusia 100.000 tahun juga menunjukkan adanya karies dan penyakit periodontal pada sisa gigi-geliginya.

Penelitian tentang karies paling awal ditemukan pada kubur manusia yang diekskavasi di Gua Grotte des Pigeons, Maroko berusia sekitar 15.000 tahun.

Begitu pula dengan di Jepang.

Setelah itu, penelitian tentang karies semakin marak.

Bahkan bukan hanya penyakitnya, namun ditemukan juga upaya perawatan dengan penambalan gigi pada kerangka manusia 13.000 tahun di situs Riparo Fredian, Italia.

Bayangkan, pada masa itu sudah ada praktik dokter gigi!

Di Asia Tenggara, karies ditemukan pada sisa rangka manusia di Gua Ille, Palawan, Filipina.

Baca Juga : Masih Kerabat Hobbit Flores, Ditemukan Spesies Manusia Purba Filipina, Ini Ciri Keduanya

Sementara di Indonesia, karies sudah ditemukan sejak awal Holosen (sekitar 9500 SM) pada sisa kerangka berciri ras Mongoloid di Gua Harimau, Sumatera Selatan.

Pada masa yang lebih modern, ada pula karies di Liang Bua, Flores berusia 2.000 tahun.

Begitu pula pada rangka manusia di Punung, Jawa Timur yang berumur 9.000 tahun.

Di era Holosen, masyarakat kebanyakan sudah tidak hidup berburu lagi, sehingga bahan makanan yang mereka konsumsi tidak berasal dari daging hasil buruan.

Dari beberapa temuan pada masa prasejarah, penyebab utama karies adalah jenis makanan dan pola hidup masyarakat di zaman dulu.

Pada masa itu, nenek moyang kita sudah mengonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat yang berasal dari pertanian.

Faktor lain, tentu saja soal kurangnya perawatan dan pembersihan mulut dan gigi dalam jangka waktu lama.

Baca Juga : Bertamasya Menyintas Waktu ke Zaman Manusia Purba di Sangiran

Rusaknya 4-5 gigi per orang

Bila dibandingkan dengan masa prasejarah, jumlah karies pada masyarakat modern terus meningkat.

Banyaknya makanan manis yang dikonsumsi serta kurangnya kesadaran tentang pentingnya kesehatan mulut dan gigi, jadi penyebab.

Karies di Indonesia dialami hampir semua usia.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan, terjadi peningkatan jumlah kasus karies yang signifikan selama 5 tahun terakhir.

Lebih dari 93 juta penduduk Indonesia menderita karies aktif.

Berdasarkan indeks DMFT, jumlah rata-rata kerusakan gigi di Indonesia sebesar 4,6.

Artinya, kerusakan gigi penduduk Indonesia adalah 460 buah gigi per 100 orang.

Artinya lagi, rata-rata jumlah gigi yang rusak adalah 4-5 gigi per orang.

Bangka Belitung menjadi provinsi dengan tingkat DMF-T tertinggi yaitu 8,5 dan Papua Barat terkecil yaitu 2,6.

Baca Juga : Jangan Pernah Naik Pesawat Terbang Jika Punya Gigi Berlubang , Ini Alasannya!

Bila dibandingkan, karies yang terjadi di zaman prasejarah dengan masa kini, terjadi peningkatan signifikan.

Padahal pada masa itu, belum banyak ditemukan cara penanggulanggannya.

Belum ada dokter gigi serta alat-alat pembersih gigi dan mulut seperti sekarang.

Meningkatnya prevalensi karies juga dipengaruhi kebiasaan menyikat gigi yang salah dan masalah perawatan gigi.

Data dari Riskedas, orang Indonesia yang benar dalam menyikat gigi hanya sekitar 2,3 %.

Dari 25,9 % jumlah penduduk yang gigi dan mulutnya bermasalah, hanya sekitar 31,1% yang mendapat perawatan.

Baca Juga : Hati-hati, Sikat Gigi Usai Makan Ternyata Bisa Sebabkan Gigi Berlubang

Hanya sekitar 8,1 % yang mendapat perawatan dan kemudian berhasil sembuh.

Data itu bisa berarti, masyarakat Indonesia kurang peduli terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Padahal dampak dari masalah kesehatan gigi dan mulut bisa berkembang ke penyakit lain, karena mulut merupakan bagian tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar.

Bagi manusia yang hidup di zaman prasejarah, wajar saja mengalami karies karena kondisi lingkungan hidup mereka yang menyatu dengan alam dan pola hidup yang belum mengetahui pentingnya kesehatan.

Tetapi, manusia modern yang memiliki segala informasi dan akses untuk hidup sehat, bahkan bisa mendapat makanan yang sehat tanpa harus berjuang hidup mati seperti leluhurnya dulu, masih saja mengalami penyakit karies.

Sungguh ironis bila kita melihat perbedaan pola hidup dan waktu masa hidup manusia zaman dulu dan sekarang namun masih mengalami penyakit yang sama.

Padahal sebuah pepatah mengatakan kesehatan gigi dan mulut adalah cermin dari kesehatan tubuh.

Bagaimana dengan gigi dan mulut Anda? (Anita Tamu Ina)

Artikel ini telah terbit di Majalah Intisari dengan judul “Karies, Derita Warisan dari Nenek Moyang”

Baca Juga : Bukan Melulu Sikat Gigi, Coba 5 Cara Ini untuk Membersihkan Gigi Anda

Artikel Terkait