Saat orang mengalami depresi, umumnya ia akan merasa putus asa, terisolasi, tidak merasa terhubung dengan orang lain, dan tak lagi menikmati kehidupannya. Jika tidak segera ditangani, depresi akan membuat seseorang ingin bunuh diri.
Orang-orang yang mengidap depresi, membutuhkan bantuan dari ahli. Bisa berupa obat-obatan atau terapi.
Jika Anda melihat teman atau keluarga yang menunjukkan tanda-tanda depresi seperti menarik diri dari lingkaran sosial, mengabaikan hal-hal yang biasanya disukai, dan selalu putus asa, jangan hakimi mereka.
Baca Juga : Akibat Kebiasaan Merokok dan Minum Miras, Pria Ini Menderita 3 Jenis Kanker Secara Bersamaan!
"Jika kenalan Anda mengalami gejala deprese, hal terbaik yang harus dilakukan adalah memastikan mereka tahu bahwa Anda peduli dan dapat bercerita kapan saja," pungkas Devenish.
Bagaimana Stres Bisa Menyebabkan Stroke? Dokter Jelaskan
Banyak yang menganggap bahwa stres tidak dapat menyebabkan stroke.
Kebanyakan bahkan menghubungkan stres dengan penyakit mental.
Namun, ternyata stres juga dapat menyebabkan stroke yang berujung pada kematian.
Ironisnya, dikatakan dr. Sahat Aritonang, Sp.S, M.Si, Med, FINS, dokter spesialis saraf dari RS Pondok Indah, kebanyakan dari mereka yang mengalami stroke akibat stres berusia produktif.
“Banyak dari manajer-manajer yang darah tinggi akibat stres tapi tidak berobat, setiap hari pesan junk food. Jadi, intinya kembali ke pola hidup. Dia tidak aware dengan faktor risikonya,” ujar Sahat dalam diskusi tentang stroke yang dilakukan, Kamis (11/10/2018) lalu sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis, baik fokal maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam.
Biasanya, ini disebabkan oleh adanya penyumbatan atau kebocoran pembuluh darah di otak.
Otak, meskipun berada di kepala, juga menjadi mesin penggerak bagi anggota tubuh lain.
Ketika salah satu pembuluh darah di otak tersumbat atau pecah, maka sistem alirannya tidak akan sempurna dan berpengaruh pada sistem gerak anggota tubuh lain.
Sahat menjabarkan, ketika kita mengalami stres, maka tubuh akan menghasilkan hormon-hormon stres yang dapat meningkatkan kecepatan gerak aliran darah dan membuat pembuluh darah meregang dan menjadi ringkih, terutama yang ada di otak.
“Ketika pembuluh darah tersumbat, maka darah tidak bisa menyalurkan makanan ke wilayah yang seharusnya dituju. Akhirnya, daerah tersebut akan mati. Kalau pecah, dia akan membanjiri daerah sekitarnya dan darah itu ketika berada di dalam pembuluh darah, dia bagus, tapi ketika di luar, dia berubah menjadi racun,” jelas Sahat.
Kabar baiknya, menurut Sahat, hanya 12 persen kasus stroke yang disebabkan pecahnya pembuluh darah, dan 86 persen stroke akibat penyumbatan.
Kabar buruknya, jika pembuluh darah pecah, risiko kematiannya akan lebih tinggi.
Namun demikian, Sahat tidak menyarankan Anda untuk menghindari stres.
Dia justru menyarankan untuk mengelola rasa stres tersebut.
“Karena dalam pekerjaan, stres tidak bisa dihindari, tapi bisa kita kelola. Dengan pola hidup yang baik, dan tidak berlarut-larut memikirkan sebuah masalah, mencari jalan keluar bisa kelola stres kita,” jelasnya.
Stroke memang menjadi penyakit yang perlu diperhatikan.
Dua per tiga dari penderita stroke mengalami kecacatan selamanya, dan sepertiga di antaranya mengalami kesulitan dalam berbicara, meski sudah disembuhkan.
Ini menjadi penting bagi Anda yang merupakan tulang punggung keluarga. Sebab, ketika Anda mengalami stroke, keluarga juga ikut mengalami kerugian. (Abdi Tumanggor/Tribun Medan)
Artikel ini telah tayang di Tribun Medan dengan judul Waspadai Pasca Pemilu Mengalami Gangguan Jiwa, Stres, dan Depresi, Berikut Ulasannya Apa Itu Depresi
Source | : | Tribun Medan |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR