Apa yang terjadi? Waktu ia berada di tengah simpang empat di dekat itu tembakan terdengar … tangan Overste Slamet meraba perutnya, tetapi bibirnya terus berseru, “Mari, mari maju..!”
Kata-kata ini masih terus terdengar dari mulutnya hingga jam sembilan malam, meskipun dokter telah memberi injeksi penenteram hingga beberapa kali.
Kini Overste Slamet Riyadi dimakamkan di Taman Pahlawan “Kapaha” di kota Ambon, setelah beberapa tahun lamanya dimakamkan di Tulehu di tengah-tengah pohon-pohon kelapa dan di tengah-tengah makam rekan-rekannya yang gugur juga dalam pertempuran Ambon.
Ketika makam di Tulehu yang sangat bersahaja itu digali, maka selain tulang-tulangnya yang masih utuh antara lain adalah rosario dan sepatunya.
Kota Solo sendiri, yang sangat menghormati dan banyak berhutang budi kepadanya pada waktu clash II, tidak dapat menyimpan jenazahnya di dalam buminya.
Hanya jalan besar yang membujur Timur Barat di tengah-tengah kota kini mengabadikan namany.
Rumah orangtua Overste Slamet yang tidak jauh letaknya dari menara sirene kampung Jogosuran, di bagian Selatan kota Solo juga sudah tidak semarak lagi; sebagian disewakan dan sebagian didiami oleh putera-putera kakak perempuan Slamet Riyadi, yang juga merupakan satu-satunya saudaranya sekandung.
Jadi kini hanya tinggal kakak inilah yang masih hidup dari keluarga Bapak Prawiropralebdo, ayah Slamet Riyadi.
Kakak ini mempunyai seorang anak laki-laki berumur satu tahun, yang selalu dikatakannya “mirip” dengan almarhum adiknya.
Semasa hidupnya, Pak Prawiropralebdo juga seorang militer.
Dalam buku pokok Slamet Riyadi ketika bersekolah di MULO Bruderan Solo jabatan Pak Prawiro ditulis: “gepensioneerde hospitani-soldast”, dengan penghasilan £342 setahun.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR