Berdasarkan penghasilan ini, Slamet ditarik uang sekolah £4,80 sebulan.
Kata “Riyadi” tidak terdapat di belakang nama “Slamet” dalam buku pokok itu. Jadi namanya hanya ditulis singkat Rd. Slamet.
Dan di depan nama itu juga belum ada nama baptis atau nama permandian “Ignatius”; karena ia baru dipermandikan menjadi Katolik pada tanggal 24 Desember 1949 bersama dengan seorang ajudannya Jokomulyo yang juga memilih nama Ignatius.
Ignatius Loyola dahulu juga seorang opsir bangsa Spanyol yang kemudian mendirikan perkumpulan para imam “Serikat Yesus”.
Saksi permandian Overste Slamet juga seorang perwira, waktu itu berpangkat Letnan: Ignatius Sastrosudiro. Kini Mayor pensiun.
Kalau melihat angka-angkanya sewaktu duduk di kelas satu dan kelas dua MULO, Slamet Riyadi ternyata murid yang cukup baik; terutama dalam mata pelajaran eksakta.
Angkanya untuk aljabar sewaktu di kelas satu: 8; 8; 9. Di kelas II kwartal pertama 8.
Ketika Jepang masuk menduduki Indonesia, Slamet memang baru duduk di kelas II MULO satu kwartal dan kemudian melanjutkan ke SMP.
Angkanya untuk ilmu pasti pun baik, demikian pula untuk ilmu bumi (8,8,9,8) dan sejarah: di kelas II, 9.
Selama setahun di kelas I, ia hanya tercatat sakit dua kali dan tidak masuk karena alasan lain satu kali.
Dari sebab itu angka kerajinannya pun baik, yakni 8. Ia juga mendapat angka 8 untuk kelakuan.
Slamet Riyadi diterima sebagai pelajar MULO dari HIS “Arjuna” Solo tanpa melalui voorklas.
“Ini merupakan suatu tanda bahwa ia dipandang cakap,” demikian kata seorang Bruder, yang dahulu juga mengajar di bruderan Solo, tetapi sudah tidak ingat lagi akan Slamet Riyadi sewaktu menjadi pelajar MULO.
Kalau kita mengikuti riwayat hidup Slamet Riyadi semenjak sekolahnya sampai ia gugur di medan pertempuran sebagai pahlawan bangsa, maka jelas bahwa pada pokoknya almarhum memang seorang yang bersahaja, tekun, berani, dan tegas.
Kepahlawanannya adalah kepahlawanan yang murni, tidak hanya sekadar “pahlawan” karena kebetulan gugur di dalam pertempuran!
(Ditulis oleh P. Swantoro. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1964)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR