Tetapi ketika ia juga berada di depan dalam memimpin serangan merebut benteng "Victoria" di Ambon, logam maut bersarang di bagian perutnya dan gugurlah ia akhirnya beberapa waktu kemudian.
Sebenarnya sebelum terjadinya peristiwa menyedihkan ini, Letkol. Slamet pernah terkena peluru lengan kanannya di suatu tempat antara Passo dan Tulehu; dua tempat yang terkenal dalam pertempuran Ambon.
Di Passo, yang terletak di bagian yang paling kecil dari pulau Ambon, APRI tertahan kurang lebih sebulan lamanya oleh tentara RMS dalam usahanya merebut kota Ambon.
Terjadinya pertempuran sengit sebenarnya di Waitatiri, lebih kurang 3 km di depan Passo.
Tetapi Passolah yang merupakan pusat pertahanan RMS dan menutup jalan menuju Ambon.
Namun sebulan kemudian, tanggal 3 November 1950, Passo sendiri yang mempunyai pertahanan berlapis-lapis, akirnya jatuh juga.
Dengan demikian dapat dikatakan jalan ke kota Ambon terbuka.
(Baca juga: Apakah Brigjen Supardjo Bersalah dalam G30S? Ini Jawaban Mantan Panglima Siliwangi Ibrahim Adjie)
Pada hari itu pula Pasukan I di bawah pimpinan Achmad Wiranatakusuma telah berhasil mendarat di selatan kota dengan , dilindungi tembakam dari laut dan malamnya, menurut laporan wartawan Nasional, sudah dapat bernapas panjang serta melepaskan lelah di dalam benteng Njeuw Victori sesudah pertempuran seru. Mereka lena.
Dengan berpakaian TNI dan berbendera Merah Putih, Baret Merah dan Hijau dari RMS dapat merebut kembali benteng, sehingga keadaan menjadi kacau.
Pertanyaan ‘mana kawan, mana lawan’ berlangsung hingga esok harinya, tanggal 4 November, ketika Pasukan Induk di bawah pimpinan Slamet Riyadi masuk kota Ambon.
Pada hari inilah waktu asar Overste Slamet di luar benteng berseru kepada pasukannya, “Mari, mari kita terus masuk benteng!”
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR