Memang, almarhum Pak Met senang mendengarkan Iawakan dan kelakar yang sehat, karena merupakan salah satu hiburan di tengah-tengah ketegangan pertempuran.
(Baca juga: John F. Kennedy, Pahlawan Perang yang Nyaris Tewas di Lautan Setelah Dihantam Kapal Perang Jepang)
Ketegangan pertempuran meresapi sungguh diri Slamet Riyadi.
Ini ternyata dari ceritera Peltu Sumardjo berikut ini: menjelang melakukan serangan ke Jatingaleh di front Semarang, Pak Met tidur di sebuah rumah yang jendelanya sudah tanpa daun.
Di tengah-tengah tidur tiba-tiba ia meloncat keluar sambil berteriak dan jatuh di luar, tepat menimpa Sudoto, yang kebetulan tidur di bawah jendela.
Ternyata Pak Met mimpi telah melakukan serangan ke Jatingaleh.
Pertempuran Jatingaleh pada tahun 1946 membawa kenangan pahit bagi Pak Met, karena dalam pertempuran ini tidak sedikit anak buahnya yang gugur, sehingga dia menangis.
Di front Semarang inilah Slamet Riyadi mulai terkenal. Ceritera-ceritera bahwa dia dapat menghilang karena cepatnya dia bergerak dari satu posisi ke posisi Iainnya, tiba-tiba muncul di sini, tiba-tiba muncul di sana.
Ia memimpin serangan-serangan di depan dengan biasanya didampingi oleh satu peleton tetap; di front Semarang biasanya peleton Giyoko dan di daerah Solo dalam clash II peleton Hadi.
Giyoko sendiri gugur di Jatingaleh.
Ceritera-ceritera bahwa Slamet Riyadi tahan peluru ditimbulkan karena anak buahnya tidak pernah melihat komandannya terkena cedera sedikitpun juga oleh Iogam maut itu di front Semarang maupun front Solo, meskipun selalu berada di barisan paling depan dan orang-orang di sekitarnya menjadi korban.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR