Penulis
Intisari - Online.com -Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan sudah lama tidak ada "progress signifikan" atas penerapan rencana perdamaian ASEAN di Myanmar.
Ia meminta pemimpin ASEAN saat ini, Kamboja, untuk melibatkan "semua pihak" dalam upaya ASEAN menengahi krisis itu.
Lee membuat komentar itu dalam panggilan video dengan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Sebelumnya, Hun Sen secara kontroversial berangkat ke Myanmar pada 7-8 Januari untuk berbicara dengan tujuan menyelesaikan krisis yang telah meliputi Myanmar sejak militer mengambil alih akhir Februari 2021 lalu.
Sejak mengambil alih rotasi kursi kepemimpinan ASEAN akhir tahun 2021 lalu, pemerintah Kamboja telah memperjelas niatnya mengejar kebijakan keterlibatan pragmatis dengan pemerintahan militer di Naypyidaw, seperti dikutip dari The Diplomat.
Hal ini mundurnya ASEAN dari posisi lebih kuat yang dibawa oleh pemimpin sebelumnya yaitu Brunei Darussalam.
Brunei telah melaksanakan pertemuan ASEAN tanpa mengundang pemerintah junta militer Myanmar ataupun pemimpinnya, Min Aung Hlaing pada Oktober lalu.
ASEAN mengambil langkah drastis setelah berbulan-bulan setelah berbulan-bulan junta militer halangi penerapan rencana perdamaian Lima Poin Konsensus ASEAN yang menyerukan penghentian segera kekerasan dan dialog politik inklusif termasuk "semua pihak" untuk konflik negara.
Dalam sebuah video call dengan Hun Sen Jumat lalu, Lee "mengutarakan pandangannya jika sampai ada progress signifikan dalam pelaksanaan Lima Poin Konsensus, ASEAN seharusnya mempertahankan keputusannya hanya mengundang perwakilan non-politik dari Myanmar untuk menghadiri pertemuan ASEAN."
"Diskusi apapun untuk merevisi keputusan Pemimpin ASEAN harus berdasarkan fakta-fakta baru," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Singapura.
Menurut pernyataan Singapura, Lee menekankan jika kepala ASEAN perlu terlibat dengan semua pihak yang khawatir mengenai krisis di Myanmar, termasuk perwakilan pemerintahan Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang diasingkan.
Ia menambahkan jika sebuah gencatan senjata unilateral diumumkan junta dengan kelompok bersenjata etnis tidak memenuhi panggilan Lima Poin Konsensus untuk gencatan kekerasan.
Hal ini karena serangan terhadap warga sipil dan kelompok militan anti junta terus meningkat.
Seruan Lee datang setelah pemerintah Kamboja menunda sebuah pertemuan dengan menteri luar negeri negara-negara ASEAN yang dijadwalkan minggu ini, setelah beberapa menteri telah menyatakan "kesulitan" untuk hadir.
Penundaan itu kemungkinan merupakan tanda penolakan dari dilibatkannya menteri luar negeri yang ditunjuk junta, Wunna Maung Lwin.
Hun Sen sendiri juga telah mendeklarasikan jika sebagai anggota "keluarga ASEAN," junta Myanmar memiliki hak menghadiri pertemuan blok itu.
Diplomasi koboi
Para aktivis HAM dan pengamat lainnya telah mengkritik diplomasi koboi Hun Sen yang menyia-nyiakan sedikit wewenang ASEAN atas militer Myanmar yang telah membunuh setidaknya 1.469 orang sejak kudeta tersebut.
Hun Sen juga dikritik karena memperbolehkan junta membelokkan pembicaraan menjauh dari kerangka yang disiapkan oleh Lima Poin Konsensus.
Contohnya, Hun Sen tidak diberikan akses ke anggota yang ditahan dari pemerintah sipil yang digulingkan, juga tidak jelas jika dia diadili.
Telepon Lee dengan Hun Sen datang setelah beberapa negara Asia Tenggara lain menyatakan kekhawatiran mereka terhadap perampokan sepihak pemerintah Kamboja ke dalam diplomasi krisis.
Negara-negara yang menyatakan kekhawatiran ini termasuk yang dengan keras mendorong ASEAN untuk melarang perwakilan junta dari pertemuan mereka.
Menteri Luar Negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah mengatakan kepada reporter pada 13 Januari jika Hun Sen memiliki hak mengunjungi Myanmar sebagai perwakilan pemerintahannya sendiri.
"Namun kami juga merasa karena dia sudah menjadi ketua ASEAN, ia mungkin sudah berkonsultasi kepada beberapa pemimpin ASEAN lain dan mencari pandangan mereka mengenai apa yang harus kita lakukan dengan Myanmar," ujarnya.
Secara serupa, Abdul Kadir Jailain, pejabat senior di Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan harapan jika "kepemimpinan Kamboja secara konsisten menerapkan apa yang telah disetujui dalam pertemuan ASEAN sebelumnya, yaitu penerapan Lima Poin Konsensus, dan membuat upaya untuk mencapai progress yang signifikan."
Presiden Joko Widodo mengatakan sebelumnya juga jika junta seharusnya tidak mendatangkan perwakilan dalam pertemuan ASEAN sampai ada kemajuan dalam penerapan Konsensus tersebut.
Negara keempat yang ikut dalam protes ini adalah Filipina.
Dalam pernyataan pada 16 Januari lalu, Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin mengatakan jika ia menerima kunjungan Hun Sen ke Myanmar, dan memberi kredit kepada pemimpin Kamboja itu untuk "mengakhiri pembantaian massal dan penderitaan" yang telah dialami negara itu di bawah Rezim Khmer pada akhir 1970-an.
Namun pembicaraan dengan Myanmar "harus melibatkan semua, tidak bisa memilih sedikit saja," ujar Locsin.
Ia menambahkan pembicaraan juga harus melibatkan pemerintahan yang digulingkan terutama pemimpinnya, Aung San Suu Kyi, yang telah dihukum penjara 6 tahun sejak kudeta.
Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan pembagian jelas yang ada di dalam ASEAN mengenai bagaimana menangani konflik di negara anggota paling barat.
Hal inilah yang sangat mungkin mendorong Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi untuk melakukan kunjungan resmi ke Kamboja pada minggu ini, meskipun dengan sejumlah negara tetangga di Asia Tenggara daratan Kamboja yang secara aktif atau pasif mendukung gerakannya di Myanmar, kemungkinan perpecahan ASEAN masih tetap ada dan terus memperumit tanggapannya terhadap keruntuhan lambat negara itu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini